Di Afghanistan, masih kuat dan populer sekali pandangan keagamaan bahwa perempuan tidak boleh bekerja, keluar rumah tanpa mahram, dan meminta cerai dari suami sekalipun mengalami kekerasan bertubi-tubi. Adalah aib besar bagi perempuan untuk hidup sendiri tanpa suami.
Demikian kata Fardanah, salah seorang delegasi Afghanistan yang berkunjung ke Fahmina, Kamis pagi, 16 Januari 2019. “Bagaimana mubadalah mengelola argumentasi untuk menantang pernyataan pernyataan ini?” tanyanya.
Pertama, kataku, mari kita berefleksi dulu bersama sama, apakah bekerja itu baik bagi manusia, mengapa seseorang itu perlu bekerja, bukankah Islam menganjurkan setiap orang untuk bekerja, mencukupkan diri, dan tidak meminta minta. Quran dan Hadits tentang hal ini banyak sekali.
Kedua, mari berefleksi lagi lebih seksama, bukankah perempuan adalah manusia, tidakkah ia juga makhluk hidup yang memiliki kebutuhan untuk dipenuhi, tidakkah ayat Quran dan teks Hadits juga berbicara memanggil mereka?
Ketiga, jika jawaban kedua refleksi di atas, adalah ya, maka bekerja adalah baik bagi perempuan, sebagaimana ia baik bagi laki laki. Karena keduanya adalah manusia, yang sama sama memiliki kebutuhan, dan perlu bekerja untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Mereka juga sama sama dipanggil Islam dalam ayat dan hadits tentang kerja baik atau amal salih.
Sesungguhnya sudah banyak perempuan yang bekerja, malah bisa dikatakan, semuanya sudah bekerja, baik di ranah domestik, maupun publik. Yang diperlukan sesungguhnya; bukan boleh atau tidak perempuan bekerja. Tetapi rekognisi dan apresiasi.
Jika masih muncul pertanyaan boleh atau tidak, artinya kita masih menganggap perempuan bukan sebagai manusia, atau setengah manusia, yang tidak memerlukan kehidupan, bekerja menjadi tidak penting bagi orang yang kehidupannya dianggap tidak penting.
Dan ini, berarti, tidak menghormati kemanusiaan perempuan, dan tentu saja tidak mubadalah. Karena menganggap yanig satu sebagai manusia, yang lain setengah manusia.
Argumentasi yang sama bisa dibangun untuk isu mahram bagi perempuan yang mau keluar rumah atau bepergian jauh, dan isu perceraian dari relasi pasutri yang menyakitkan.
Tentu saja, ada konteks yang sangat parsial, tergantung situasi dan kondisi, dimana bekerja tidak baik, tidak perlu, atau bukan pilihan, hanya pada saat tertentu, dan terbatas. Ini juga berlaku untuk siapapun. Tetapi yang prinsip, bekerja itu baik dan perlu bagi manusia, kemanusiaan, dan peradaban.
Mereka juga mendengar langsung petuah dan taushiyah dari Kyai Kita, Husein Muhammad, mengenai posisi perempuan dalam Islam, dan khususnya di Indonesia.[]