Mubadalah.id – Kisah Virgoun Tambunan yang menggugat cerai pasangannya sendiri, yakni istrinya Inara Rusli cukup menyita publik. Belum lagi kasus Ari Wibowo dan Inge Anugerah yang sudah lebih 15 tahun berumah tangga, juga mengajukan cerai ke pengadilan.
Mengelola rumah tangga, jika tanpa basis dan pondasi Mubadalah atau kesalingan, seringkali harus berakhir dengan pertengkaran yang berujung dengan kekerasan dan perceraian.
Sekalipun perceraian bisa menjadi media penyelesaian konflik yang tak berujung, namun banyak orang, termasuk pasangan itu sendiri, masih berharap bisa kembali, menyatu, dan merangkai lagi kebaikan-kebaikan berumah tangga. Terutama jika sudah memiliki anak.
Mulailah dengan Refleksi Diri
Situasi perceraian adalah proses yang kompleks dan emosional. Jika istri atau suami seseorang menggugat cerai, langkah pertama yang perlu dilakukan adalah mencoba berbicara dengan pasangan untuk memahami alasan mengapa mereka ingin menggugat cerai.
Seseorang perlu berefleksi terlebih dahulu. Kemudian memulai lagi komunikasi yang jujur dan terbuka dengan pasanganya. Cobalah merendah terlebih dahulu, dan dengarkan alasan mengapa pasanganya menggugat cerai. Menunjukkan empati pada pasangan adalah langkah refleksi yang baik.
Jika masih berharap untuk kembali, cobalah pertimbangkan konseling pernikahan. Seorang konselor pernikahan dapat membantu mengatasi masalah dalam hubungan dan mencari solusi yang baik untuk kedua belah pihak.
Refleksi diri bertujuan untuk mengevaluasi dan memperbaiki masalah dalam hubungan. Karena itu, setelah memahami alasan di balik keinginan pasangan untuk menggugat cerai, mulailah memperbaiki masalah dalam hubungan. Ini mungkin termasuk perubahan perilaku, pengembangan keterampilan komunikasi, atau menemukan cara untuk lebih mendukung satu sama lain.
Refleksi ini harus langsung memulai dengan menunjukkan perubahan. Jika sudah bisa mengidentifikasi apa yang harus dilakukan, segera memulai perubahan dan perbaikan. Ini akan membantu meningkatkan kepercayaan dan mungkin mendorong pasangan seseorang untuk mempertimbangkan kembali keputusan menggugat cerai.
Tentu saja harus bersabar, tidak terburu-buru, dan dengan tetap memberi kesempatan keputusan terakhir kepada pasanganya. Tidak memaksakan, apalagi menyerang secara publik yang membuat relasi semakin sulit untuk bisa disatukan. Kecuali untuk hal-hal tertentu, seperti kekerasan yang tidak berujung.
Lima Langkah Mubadalah
Jika menggunakan perspektif mubadalah, yang berarti kesalingan dan kerjasama, tentu saja yang harus berefleksi dan berkontribusi untuk memulihkan hubungan adalah kedua belah pihak. Setidaknya, ada lima langkah mubadalah, ketika pasangan suami istri sudah di ambang perceraian.
Pertama, berefleksi secara bersama. Cobalah masing-masing meyakinkan diri untuk bersedia duduk bersama. Yakinkan juga pasangannya untuk duduk bersama: merenungkan peran masing-masing dalam masalah yang dihadapi dalam hubungan. Diskusikan bagaimana keduanya berkontribusi terhadap kesulitan dan apa yang dapat dilakukan oleh masing-masing individu untuk memperbaiki situasi.
Kedua, lanjutkan refleksi tersebut dengan mengidentifikasi kebutuhan dan harapan bersama. Yang satu bisa mendengar terlebih dahulu lalu mengungkapkan. Cobalah mengalihkan fokus pembicaraan pasutri itu dari kesalahan di antara mereka, ke kebutuhan dan harapan masing-masing individu dalam hubungan. Keduanya harus jujur tentang apa yang diinginkan dan butuhkan dari hubungan, serta bagaimana keduanya dapat bekerja sama untuk mencapai tujuan tersebut.
Ketiga, setelah menemukan kebutuhan-kebutuhan tersebut, mulailah untuk berbagi peran dan tanggung jawab. Dalam perspektif mubadalah, kedua belah pihak memiliki tanggung jawab untuk memperbaiki hubungan. Oleh karena itu, penting bagi keduanya untuk berbagi tanggung jawab dalam menghadapi masalah dan mencari solusi bersama-sama.
Keempat, karena tanggung-jawab itu seringkali berat, maka masing-masing, keduanya harus meningkatkan empati dan penghargaan. Cobalah untuk lebih menghargai pasangan terlebih dahulu dan mengasah empati terhadap perasaan dan perspektifnya. Hal ini akan membantu membangun rasa saling pengertian dan mengurangi konflik dalam hubungan. Sebaiknya, tidak terus menerus: aku, aku, dan aku.
Bekerjasama Menemukan Solusi
Kelima, upayakan selalu untuk berkompromi dan negosiasi. Ini berlaku untuk keduanya, suami dan istri. Setiap hubungan, baik dalam memahami dan menerima kesalahan, maupun dalam menawarkan dan melakukan perbaikan-perbaikan harus selalu melibatkan seni berkompromi dan negosiasi. Pelajari cara untuk mencapai kesepakatan yang adil dan saling menguntungkan, sehingga keduanya merasa puas dengan hasilnya.
Tentu saja, tidak akan ada yang benar-benar 50:50. Karena itu, yang merasa dewasa harus berpikir mengalah, sambil mengirim sinyal agar pasangannya juga bisa bergerak maju dan bisa mengalah.
Tentu saja, langkah-langkah ini bisa saja kita perkuat dengan mencari dukungan dari pihak eksternal yang benar-benar bisa membantu. Seringkali, bantuan orang lain akan lebih memudahkan, daripada langsung melakukannya sendiri, sekalipun dirinya ahli dalam bidang tersebut.
Dalam banyak kasus juga, pihak ketiga yang objektif, seperti seorang konselor atau mediator, tidak hanya mampu membantu pasutri menavigasi masalah dalam hubungan, melainkan juga mencari solusi yang adil dan seimbang.
Dengan mengikuti lima langkah Mubadalah ini, di mana kedua belah pihak berkontribusi dan bekerja sama untuk mencapai solusi, dapat meningkatkan peluang untuk memperbaiki hubungan dan menghindari perceraian. Namun, penting untuk mengingat bahwa setiap situasi unik dan mungkin memerlukan pendekatan yang berbeda tergantung pada konteks dan kebutuhan individu dalam hubungan.
Terutama, faktor-faktor eksternal yang bersifat sosial, kultural, dan struktural, yang sulit kita kenali, juga seringkali sangat berpengaruh pada relasi pasutri seseorang. Karena itu, tidak harus menggeneralisir tips apapun agar efektif bagi semua orang. Masing-masing, sebaiknya terus belajar dan mengenali, langkah apa yang terbaik dan efektif. Wallahu a’lam. []