Mubadalah.id – “Unearthing Muarajambi Temples” (Muarajambi Bertutur) merupakan salah satu film dokumenter garapan Nia Dinata yang merekam cerita sejarah lintas zaman tentang situs candi Muarajambi di Desa Muaro Jambi, akan dirilis perdana pada 3 Juni 2023 ini.
Pemutaran khusus undangan ini dalam rangkaian acara Hari Waisak Nasional 2023 yang akan mereka selenggarakan di kawasan Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. Acara ini didukung oleh PT. Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko.
Situs Muarajambi adalah kompleks percandian Buddha terluas di Indonesia yang berlokasi di tepi Sungai Batanghari, provinsi Jambi, namun selama ini belum banyak kita ketahui. Menurut penelitian arkeologi teranyar, kompleks Candi Muarajambi dulunya berfungsi sebagai mahawihara atau universitas atau semacam pusat pengajaran pengetahuan Buddha pada abad 6-12 M.
Kompleks ini lengkap dengan ruang kelas, ruang tinggal, ruang peribadatan, hingga kanal buatan untuk transportasi. Saat ini ada 11 candi berbatu bata yang telah pugar dan ratusan reruntuhan lain yang sedang dalam proses pemugaran. Perjalanan pemikir Buddha kanon dunia, seperti I-Tsing, Atiśa Dīpankara, serta Serlingpa Dharmakirti mengakar kuat di Muarajambi.
Ajaran yang berkembang di Muarajambi menjadi benih beberapa aliran Buddha, khususnya aliran yang telah mekar di Tibet. Film dokumenter ini merupakan hasil produksi Kalyana Shira Foundation yang mendapatkan dukungan penuh oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Republik Indonesia. Riset dan penggarapan film dokumenter ini berlangsung selama tahun 2022.
Proses Pengambilan Gambar
Proses pengambilan gambar dan riset berlangsung di dua negara yakni Indonesia dan India, termasuk di Provinsi Bihar tempat situs Nalanda berdiri serta di Provinsi Himachal Pradesh, kota Dharamsala, tempat pengungsian Dalai Lama ke 14 sejak tahun 1959. India tercantum di film ini sebab Muarajambi memiliki kaitan amat erat dengan Mahawihara Nalanda, pusat pembelajaran Buddha di Bihar, India.
Muarajambi sebagai pusat pengetahuan Buddhisme, melahirkan pemikir-pemikir Buddhist yang akhirnya menciptakan Candi Borobudur di Pulau Jawa, candi yang berbentuk mandala terbesar di dunia.
Tak hanya menyoal warisan budaya masa lampau, film ini juga secara jeli menyoroti bagaimana situs Muarajambi hidup oleh bermacam-macam masyarakat dari waktu ke waktu. Alih-alih situs budaya yang statis, Muarajambi merupakan ruang yang sangat hidup. Seperti arus sungai, narasi film “Unearthing Muarajambi Temples” akan membawa penonton menelusuri sejarah sejak masa lalu hingga kini. Sejak kejayaan Sriwijaya, hingga situasi situs Muarajambi terkini yang jadi ruang hidup masyarakat adat Islam asli Jambi dan segala tradisinya.
Situs Edukasi dan Parawisata
Kini, selain fungsinya sebagai situs edukasi dan pariwisata, kompleks candi juga sebagai tempat peribadatan umat Buddha. Namun di kompleks ini sering komunitas umat beragama lain gunakan dalam melakukan pembelajaran non formal. Hal ini menjadi sebuah gambaran bagaimana ajaran kebaikan dan toleransi terwaris turun temurun, meski menjalaninya oleh masyarakat yang berbeda-beda.
Dirjen Kebudayaan Kemendikbudristek RI – Hilmar Faridmenyatakan bahwa: “peradaban Muarajambi ini adalah bagian dari peradaban yang lebih besar, peradaban Batanghari. Dan itu mulai dari hilirnya sampai ke hulunya di Dharmasraya. Sepanjang 800 km itu peninggalannya begitu banyak. Ini yang sekarang ingin kita angkat. Tapi pada saat bersamaan kita tak ingin ini cuma menjadi urusan teknisnya orang Cagar Budaya. Masyarakat tentu harus juga terlibat di level yang lebih spiritual dan kultural.”
Sementara itu, sutradara film juga menambahkan: “sangat kita sayangkan kalau kita tidak tahu apa-apa soal situs Muarajambi. Bahkan saya tidak pernah mengenalnya saat masih sekolah dulu. Padahal itu menggambarkan betapa megah dan majunya peradaban dan pemikiran spiritual nenek moyang kita,” jelas Nia.
Nia juga melanjutkan, “akan banyak isu yang ikut berbicara di film ini. Tapi rasanya toleransi jadi salah satu suara paling kuat. Selama syuting, saya merasakan kehidupan sehari-hari masyarakat di sana penuh kedamaian dan penerimaan sekaligus menjadi pengingat masyarakat Indonesia saat ini akan indahnya toleransi. ”
Inspirasi Film
Film “Unearthing Muarajambi Temples” terinspirasi dari buku “Mimpi-Mimpi dari Pulau Emas” (Dreams from The Golden Island) yang ditulis Elizabeth Inandiak bersama masyarakat Desa Muaro Jambi. Mengusung semangat serupa. Selama pengerjaan dokumenter ini, tim Kalyana Shira Foundation mengajak beberapa anak muda dari beberapa komunitas desa untuk berkolaborasi.
Dalam konteks praktik sinema, kolaborasi ini bisa kita lihat sebagai usaha tim Kalyana Shira Foundation untuk menghindari mengobjektivikasi masyarakat Muaro Jambi. Alih-alih demikian, film ini bisa dimaknai sebagai karya bersama, antara tim produksi film dengan masyarakat yang kini hidup di sekitar kompleks Candi Muarajambi.
Film ini bisa kita nikmati, tak hanya oleh para pecinta sejarah, namun juga penonton dengan ragam latar belakang. Mengingat nilai universal dari ajaran Buddha yang terwariskan dari situs Muarajambi merupakan asupan pengetahuan serta bahan refleksi penting bagi semua khalayak.
Sedangkan Hilmar Farid juga berharap: “harapan saya untuk warga desa Muaro Jambi tetap memegang peran utama dalam pelestarian candi Muarajambi. Kemudian menjadi bagian dari keseharian mereka untuk memuliakan kembali warisan sejarah juga lingkungan. Dan memastikan akan tetap lestari sampai akhirnya jaman.”
Selain versi feature-length yang perdana tayang tanggal 3 Juni 2023. Kanal Indonesiana TV dalam akan menayangkan karya Nia ini dalam bentuk serial sebanyak 8 episode. Masing-masing episode mendalami berbagai cerita seputar Candi Muarajambi. Seperti menyibak harta karun Muarajambi, sedikit demi sedikit.