السلام عليكوم ورحمة الله وبركاته
الله أكبر- الله أكبر- الله أكبر – ألله اكبر- الله أكبر- الله أكبر- الله أكبر- الله أكبر-الله أكبر-ولله الحمد
الحمد لله ذِ ى الجلالِ والاكرامِ، الذي هدانا باالقُرْانِ سُبُل السّلامِ، أشهدان لااله الا الله وحده لاشريك له الملك العَلّامُ ـ واشهد ان محمدًا رسول الله شفِيعُنا يوم الزِّحامِ وعلى اله وأصحابه اْلبَرَرَةِ اْلكِرامِ ـ
أما بعد، أوصيكم ونفسي بتقوى الله وطا عته لعلكم ترحمون، واُذَكِّرُكم قوله تعالى: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
Mubadalah.id – Alhamdulillah, kepada-Nya semata kita persembahkan segala puji dan puja atas segala rahmat-Nya yang kita nikmati selama ini. Selawat serta salam kita panjatkan ke haribaan teladan kita, Nabi Muhammad Saw.
Hadirin sidang Idul Adha yang dirahmati Allah Swt…
Hari ini adalah hari yang penuh berkah bagi kita umat Islam. Kita berkumpul di pelataran Masjid Mu’amalah ini untuk merayakan Iduladha. Perayaan yang terkait erat dengan Nabi Ibrahim, istrinya Bunda Siti Hajar, dan anak mereka berdua, Nabi Ismail ‘alaihimussalam. Pertanyaanya: kita bisa belajar apa dari teladan tiga orang mulia ini?
Pada kesempatan khutbah Iduladha ini, setidaknya ada tiga teladan yang bisa kita petik dari masing-masing tiga orang mulia ini. Pertama, Nabi Ibrahim AS, bapak ketauhidan, pendiri Ka’bah, rumah Allah Swt di kota Mekkah, yang menjadi kiblat umat Islam, yang saat ini sedang dikunjungi jutaan jama’ah haji dari seluruh penjuru dunia.
Kita tahu, Nabi Ibrahim AS menemukan Allah Swt, sebagai Tuhan Yang Esa, setelah mengalami perjalanan panjang dengan berbagai tuhan di sekelilingnya.
Nabi Ibrahim memulai perjalanan pencariannnya itu ketika dia dikenalkan dengan tuhan-tuhan dalam bentuk berhala-berhala. Ketika dia menguji dan menemukan kenyataan bahwa berhala-berhala itu adalah benda mati, yang tidak memiliki daya, dan sesungguhnya adalah ciptaan manusia, maka dia menyimpulkan bahwa pasti itu bukan Tuhan. Karena itu dia meninggalkan keyakinan yang sia-sia itu.
Selanjutnya dia mengamati bintang. Pada awalnya dia kagum dan menyangkanya sebagai Tuhan. Tetapi kemudian setelah melihat kenyataan bahwa bintang-bintang itu menghilang, maka diapun meninggalkan kepercayaan itu.
Demikian seterusnya dia melihat bulan, dan matahari yang lebih besar, benda bergantung di langit, bercahaya atau bersinar. Dia pun kagum dan menyangka Tuhan. Tetapi ketika bulan dan matahari juga menghilang, maka diapun kecewa. Kesimpulannya Tuhan pastilah tidak memiliki karakter seperti itu.
Proses itu pada akhirnya memberikannya pencerahan, menuntunnya menemukan Tuhanya, Allah SWT, yang tidak memiliki permulaan dan tidak memiliki akhir. Tuhan yang mutlak keberadaannya. Allahu Rabbul Alamin, bukan tuhan suku dan bangsa tertentu, tapi Tuhan seru sekalian alam.
وَكَذَلِكَ نُرِي إِبْرَاهِيمَ مَلَكُوتَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَلِيَكُونَ مِنَ الْمُوقِنِينَ (٧٥) فَلَمَّا جَنَّ عَلَيْهِ اللَّيْلُ رَأَى كَوْكَبًا قَالَ هَذَا رَبِّي فَلَمَّا أَفَلَ قَالَ لَا أُحِبُّ الْآفِلِينَ (٧٦) فَلَمَّا رَأَى الْقَمَرَ بَازِغًا قَالَ هَذَا رَبِّي فَلَمَّا أَفَلَ قَالَ لَئِنْ لَمْ يَهْدِنِي رَبِّي لَأَكُونَنَّ مِنَ الْقَوْمِ الضَّالِّينَ (٧٧) فَلَمَّا رَأَى الشَّمْسَ بَازِغَةً قَالَ هَذَا رَبِّي هَذَا أَكْبَرُ فَلَمَّا أَفَلَتْ قَالَ يَاقَوْمِ إِنِّي بَرِيءٌ مِمَّا تُشْرِكُونَ (٧٨) إِنِّي وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ (٧٩)
Setelah Nabi Ibrahim AS bertemu dan menganggap berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan, lalu beralih pada bintang gemintang. Lalu beralih pada bulan, lalu beralih pada matahari. Baru terakhir meyakini dengan sepenuh hati bahwa yang Tuhan hanyalah Allah Swt.
إِنِّي وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
“Aku hadapkan wajahku, sepenuh hatiku, pada Tuhan Pencipta segala langit dan bumi, dengan penuh ketundukan, dan tanpa beralih, menuhankan pada yang lain, sama sekali.”
Sudahkah kita meneladani Nabi Ibrahim AS?
Mengenali berhala-berhala dalam kehidupan kita, bintang gemintang, bulan, dan matahari dalam pengalaman kita yang kita agungkan dan kita tuhankan? Dalam bentuk harta benda, nafsu syahwat, jabatan, populeritas, kesombongan, yang kita agung-agungkan dan kita anggap seperti tuhan-tuhan?
Sudahkah kita mengenali? Sebagaimana Nabi Ibrahim AS, bahwa ini semua, sehebat apapun, sebesar apapun, sementerang apapun, adalah nyatanya ciptaan yang tidak patut kita tuhankan. Lalu dengan penuh keyakinan, hati dan jiwa kita menyatakan:
إِنِّي وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
“Aku hadapkan diriku, sepenuh hatiku, pada Allah semata, dengan penuh ketundukan, dan tanpa beralih, menuhankan pada yang lain, sama sekali, baik pada harta, syahwat, tahta, dan apapun dari gemerlap dunia.”
Kita tetap hidup bersama harta, syahwat, dan tahta ini. Sebagaimana Nabi Ibrahima AS dan kita semua tetap hidup bersama bintang, bulan, dan matahari. Tetapi, sebagai orang yang bertauhid, yang kita anggap penting dan utama dalam hidup kita, adalah Allah Swt. Sehingga tidak risau, galau, apalagi stress, karena hal-hal menyangkut kehidupan dunia ini.
Hadirin sidang Idul Adha yang dirahmati Allah Swt…
Kedua adalah sosok Bunda Siti Hajar AS, yang merawat bayi Ismail as sendirian sampai dia besar tumbuh menjadi dewasa. Merawat, mengasuh, menafkahi, membesarkan dan mendidiknya. Saat Nabi Ismail AS masih bayi, Bunda Hajar pernah panik karena tidak menemukan air. Berlari dari bukit Shafa ke bukit Marwa, mencari air untuk sang bayi.
Dari jerih payah Siti Hajar as ini, Allah Swt kemudian mengeluarkan sumber mata air Zamzam sebagai mujizat yang sampai sekarang terus memancar. Kewajiban Sai antara Shafa dan Marwa, yang dilakukan semua orang yang haji dan umrah, adalah untuk mengenang napak tilas usaha gigih Ibunda Hajar as.
Kisah ini dan penghormatan Allah Swt kepada Siti Hajar menandakan bahwa peran laki-laki tidak ada apa-apanya tanpa peran perempuan. Begitupun sebaliknya. Karena itu, keduanya harus saling menghormati, menghargai, dan saling menolong satu sama lain. Para suami wajib mengenang dan mensyukuri peran dan kerja-kerja istri mereka.
Para istri juga wajib mengenang dan mensyukuri peran dan kerja-kerja suami mereka. Suami dan istri, bahu membahu, saling menolong dan menopang, untuk memastikan seluruh anggota keluarga, termasuk diri mereka (para suami dan istri), untuk selalu bahagia dan membahagiakan.
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ (التوبة، 9: 71).
Sudahkah kita para laki-laki, para pejabat dari tingkat pusat sampai daerah yang terkecil, mengenang jasa-jasa perempuan, sebagaimana Allah Swt mengenang jasa Bunda Hajar AS?
Allahu Akbakr 3X walillahil Hamd
Hadirin sidang Idul Adha yang dirahmati Allah Swt…
Yang ketiga adalah sosok Nabi Isma’il, yang dengan teguh menyerahkan diri, ketika ayahnya, Nabi Ibrahim AS bermimpi memperoleh perintah wahyu untuk mengorbankannya. Tentu saja, ketika perintah itu turun, terjadi pegolakan batin yang luar biasa dalam diri Nabi Ibrahim AS. Ada godaan untuk menolak perintah itu.
Nabi Ismail A.S. adalah anak satu-satunya pada saat itu, anak yang diidam-idamkan sejak lama. Nabi Ismail A. S. juga tumbuh menjadi anak yang sabar, ulet, dan cerdas. Dia pun memiliki fondasi keimanan yang kokoh. Nabi Ismail A.S. memenuhi segala syarat untuk menjadi kecintaan keluarga.
Bisa dibayangkan: betapa berat beban Nabi Ibrahim A.S, ketika dia diperintahkan menyembelih anaknya yang sangat dicintainya itu. Tetapi Nabi Ibrahim A.S. berhasil mengatasi semua godaan, dan dengan teguh, dia siap menjalankan perintah itu. Sang anak, Nabi Ismail A.S, juga sepenuhnya mendukung perintah itu.
Pada akhirnya, yang benar-benar kita korbankan adalah domba, sebagai simbol pelepasan kemelakatan kita pada cinta dunia di satu sisi, dan memberikan sesuatu yang bermanfaat pada orang lain.
Pertanyaannya: setiap kita pasti memiliki sosok seperti Ismail, seseorang atau sesuatu yang paling kita cintai. Siapkah kita mengorbankannya?
Sebagaimana Nabi Ibrahim AS siap mengorbankan Nabi Ismail AS. Bukan dengan menyembelih atau membuangnya, tetapi dengan membuang kemelekatan kita padanya, sehingga kita tetap teguh menuhankan Allah Swt dan dengan berbuat baik kepada orang lain, sebagaimana ibadah kurban yang kita lakukan.
Mungkin bisa refleksikan pada tahun politik ini, dimana kita sebentar lagi menghadapi pemilihan presiden dan anggota legislatif. Kita mungkin memiliki calon presiden yang amat kita cintai. Apakah cinta ini membuat kita kalap: sehingga tidak lagi menjalankan perintah Allah Swt, lalu berani menghujat, memfitnah, menyebar berita bohong, merusak, menzalimi, dan bermain curang?
Cinta kalap seperti inilah yang harus kita sembelih dan kita korbankan. Kita tetap bisa memilih capres atau caleg yang kita cintai, tetapi dengan tanpa berbuat buruk dan tetap berbuat baik orang-orang yang mungkin berbeda pilihan dari kita. Syahwat cinta yang berdampak buruk harus kita korbankan, agar cinta kita tetap berada pada jalur Allah Swt, dengan menjadi pribadi yang rahmatan lil ‘alamin dan berakhlak mulia pada semua orang.
Dengan demikian, kita bisa memetik pelajaran dari peristiwa utama dalam Idul Adha ini, melalui tiga sosok Nabi Ibrahmin, Bunda Siti Hajar, dan Nabi Isma’il alaihimussalam.
Semoga kita semua bisa meneladani mereka dalam kehidupan kita masing-masing, untuk tetap kokoh hanya menuhankan Allah Swt semata, bukan pada harta, syahwat, tahta, atau yang lain, sekaligus terus menjadi pribadi mulia yang menebarkan kebaikan pada keluarga, masyarakat, dan semesta.
باَرَكَ اللهُ لِيْ وَلكمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيّاكُمْ بِالآياتِ والذِّكْرِ الحَكِيْمِ. انه غفور رحيم
الله أكبر – ألله اكبر- الله أكبر- الله أكبر- الله أكبر- الله أكبر-الله أكبر-ولله الحمد.
الحمد لله رب العالمين الذى ارسل رسوله رحمة للعالمين، وأنزل عليه القرآن هدى للمتقين. أما بعد، فاتقواالله عباد الله أيْنَمَا كنتم فى كل حين. وأطيعوا الله ورسوله واستقموا على الصّراط االمستقيم، وعلى سنة نبٍي حريصٍ عليكم بالمؤمنين رؤوف رحيم. قال الله تعالى في القرآن العظيم: الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللَّهُ وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَاب (البقرة، 197).
وقال أيضا: إن الله وملأكته يصلون على النبي يايها الذين آمنوا صلوا عليه وسلموا تسليمًا.
اللهم صل وسلم علي سيدنا محمدٍ وعلى آل سيدنا محمد كما صليت على سيدنا إبراهيم وعلى آل سيدنا إبراهيم اللهم بارك على سيدنا محمد وعلى آل سيدنا محمد كما باركت على سيدنا إبرا هيم وعلي آل سيدنا إبراهيم إنك حميد مجيد. وارض اللهم عن الخلفاء الرا شدين وجميع الصحابة البررة المبشرين، رجالا ونساء، وعلى من تبعهم باحسا ن الى يوم الدين.
Pada mimbar khutbah Iduladha yang mulia ini, khatib mengajak diri sendiri dan seluruh hadirin sekalian: mari kita memetik pelajaran baik dari setiap momen ibadah kita, termasuk Ibadah shalat Idul Adha dan berkurban. Kita doakan semua yang berkorban di Masjid Mu’amalah ini, dan di tempat lain, dan ibadah-ibadah kita semua, diterima oleh Allah Swt.
Dengan pelajaran baik dari ibadah, dan khutbah Iduladha ini, kita pulang ke rumah masing-masing dengan membawa senyum keceriaan kepada keluarga, tetangga, dan masyarakat luas. Suami kepada istri. Istri kepada suami. Orang tua kepada anak-anak, begitupun anak-anak kepada orang tua. Juga antara saudara dan tetangga. Mari kita hadirkan kebaikan setiap saat, kepada diri kita, handai taulan, umat manusia, dan semesta.
اللهم اغفر للمسلمين والمسلمات والمؤمنين والمؤمنات الآحياء منهم والآموات إنك سميعٌ قزيبٌ مجيب الداعوات
اللهم اجعل بلد تنا هذه بلدةً طيبةً امنةً يآ تيها رزقها رغدًا من كل مكانٍ. اللهم ول علينا خيارنا ولاتول علينا شرارنا يا أرحم الرحمين. ربنا تقبل منا إنك أنت السميع العليم، وتب علينا إنك أنت التواب الرحيم.
ربنا آتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب النار. سبحان ربك رب العزة عما يصفون وسلامٌ على المرسلين والحمد لله رب العالمين.
[] .والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته