Mubadalah.id – Oktober kemarin merupakan bulan bahasa bagi Indonesia. Bulan bahasa sendiri dilaksanakan untuk memperingati lahirnya bahasa Indonesia yang terjadi pada hari Sumpah Pemuda di tanggal 28 Oktober. Akan tetapi, perayaan bulan bahasa juga dapat kita lakukan secara luas untuk merayakan kekayaan sastra yang ada di Indonesia.
Namun, tahukah sahabat jika kita mengenal syair, penyair, dan sastra juga merupakan hal yang familiar dalam sejarah agama Islam loh. Bahkan mungkin “pekerjaan” penyair merupakan satu-satunya pekerjaan atau profesi yang tersebutkan di dalam Al-Quran. Yakni dalam surat Asy Syu’ara yang berarti para penyair. Dalam ayat ke 277 surat tersebut, menyebutkan jika penyair merupakan salah satu pekerjaan yang mulia.
“Kecuali orang-orang (penyair-penyair) yang beriman dan berbuat kebajikan dan banyak mengingat Allah dan mendapat kemenangan setelah terzalimi (karena menjawab puisi-puisi orang-orang kafir). Dan orang-orang yang zalim kelak akan tahu ke tempat mana mereka akan kembali.”
Seni Syair pada Masa Nabi
Pada zaman Nabi Muhammad SAW, seni syair mengalami masa yang jaya karena bertransisi dari seni syair jahiliyah yang berisi caci maki menjadi seni syair yang indah. Bahkan, Nabi Muhammad meminta kepada para penyair di zamannya yang menjadi pendamping Nabi seperti Abdullah bin Rawahah, Ka’ab bin Malik, dan Hassan bin Tsabit untuk membalas kritikan dan ejekan dari orang-orang kafir Quraisy menggunakan syair mereka.
Dalam Fadha`il Ashhab al-Nabiy, Imam Muslim menuturkan Rasulullah SAW berkata, “Balaslah kritikan, ejekan, orang-orang Quraisy itu karena hal itu (kritik balasan) lebih memberatkan mereka dibandingkan tembakan anak panah.”
Dalam sejarahnya, terdapat pula penyair perempuan yang terkenal yakni Al-Khansa binti Amru. Bahkan, tersebutkan pula bahwa Rasulullah SAW memuji kepiawaian Al-Khansa dalam bersyair. Syair-syair yang Al-Khansa tulis mampu menyentuh hati dengan nuansa romantisme yang dalam.
Kebanyakan dari syair milik Al-Khansa tersebut memang mengisahkan romantisme cinta dan kasih sayang. Salah satu syairnya yang paling terkenal adalah syair yang dia buat ketika saudaranya, Shakr, meninggal dunia.
Isi syair tersebut adalah sebagai berikut:
“Menangislah dengan kedua matamu atau sebelah mata
Apakah aku akan kesepian karena tiada lagi penghuni di dalam rumah
Kedua mataku menangis dan tiada akan membeku
Bagaimana mata tidak menangis untuk Sakhr yang mulia
Bagaimana mata tidak menangis untuk sang pemberani
Bagaimana mata tidak menangis untuk seorang pemuda yang luhur”
Mengenal Ahli Syair Al Khansa
Syair ini lantas menjadi salah satu syair paling terkenal dalam nuansa syair duka cita. Sekaligus menjadi syair yang membawa Al-Khansa menemui Rasulullah untuk menyatakan keislamannya.
Setelah memeluk Islam, Al-Khansa tidaklah berhenti bersyair, justru Al-Khansa terus menulis syair-syair yang berkaitan dengan ketaatan hamba kepada Tuhannya.
Rasulullah pun kemudian memuji dan mengakui syair-syair Al-Khansa tersebut.
Sebuah hadis meriwayatkan ketika Adi bin Hatim datang kepada Nabi Muhammad SAW dan berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya di tengah-tengah kami ada orang yang paling ahli dalam syair, ada juga orang yang paling dermawan, dan orang yang paling ahli dalam menunggang kuda.”
Kemudian Nabi bertanya, “Siapakah mereka?”. Adi bin Hatim menjawab, “Adapun orang yang paling ahli bersyair adalah al-Qais bin Hajar, sedangkan yang paling dermawan adalah Hatim bin Sa’ad (yakni bapaknya Adi), dan yang paling ahli dalam berkuda adalah Amru bin Ma’ad Yakrab.”
Rasulullah membantah, “Tidak benar apa yang kamu katakan wahai Adi. Adapun orang yang paling ahli dalam syair adalah Al-Khansa binti Amru, sedangkan orang yang paling dermawan adalah Muhammad (yakni pribadi beliau) dan orang yang paling ahli dalam berkuda adalah Ali bin Abi Thalib.” []