Mubadalah.id – Hatiku berbunga-bunga tentu saja. Bukan hanya ingatan pada sang mantan tentang kisah kasih kami di masa lalu. Tapi menerima pesan kerinduan dari sang mantan di penghujung Ramadan meninggalkan sensasi tersendiri. Ah, ternyata dia belum bisa melupakan aku.
Saling berbalas pesan yang kami lakukan di pesan pribadi media sosial, tak banyak orang yang tahu. Tapi semakin hari aku bertambah resah. Benarkah tindakan yang aku lakukan ini? Bagaimana jika hal serupa dilakukan suamiku, apakah dia akan bercerita? Apakah aku akan cemburu? Ada perasaan bersalah yang tiba-tiba muncul dan tak mampu aku pahami.
Lalu aku mencari jawab pada seorang sahabat yang sudah aku percaya selama ini akan mampu menyimpan sebilah resahku. Tak terhitung berapa kali kami saling bertukar rahasia tentang persoalan pribadi dan keluarga. Ah, sahabat baik memang bak oase di padang gersang. Hadirnya akan mampu menyejukkan hati kita yang kerap dilanda gundah gulana tentang sebuah rasa.
Berawal dari Saling Bertanya Kabar
“Please Fira, jangan kamu teruskan, segera hentikan! Perselingkuhan kadang bukan hanya karena ada niat. Tapi kesempatan yang datang bagai tamu tak kita undang dalam rumah tangga yang bahagia.”
Sahabatku itu, Dinda berulang kali mengingatkan.
Aku sempat tertegun sejenak. Pesan yang awalnya hanya bertanya kabar, mengapa tiba-tiba saling bilang rindu dan sayang.
“Aku malu pada suami dan anak-anakku Din, entah apa yang harus aku katakan.” Ucapku lirih dengan desah panjang dan rasa sesal yang tak berkesudahan.
“Tak hanya pada suami dan anak-anakmu, tapi juga istri dan anak-anak dari mantanmu. Kalian berdosa jika hubungan ini diteruskan. Segera akhiri Fira, jangan tunggu nanti.” Desak Dinda dengan suaranya yang tegas dan menuntut.
Ya, aku harus segera akhiri. Bangunan keluarga yang sudah susah payah kami bangun ini tak boleh runtuh. Masing-masing dari kami harus saling mengupayakan untuk merawat komitmen, dan menjaganya hingga kelak maut memisahkan.
Dengan berharap berkah Ramadan, aku akan segera mengakhirinya. Mengirimkan pesan yang tidak akan menyinggung perasaannya, dan tidak juga menyakiti diriku sendiri. Pesan yang semoga ia pahami, bahwa sampai kapanpun hubungan kami tidak akan sama seperti dulu.
Pun jika ia menganggapku kali ini sebatas sahabat, saudara, adik atau apapun itu, semoga kami bisa saling menghormati batasan yang ada. Aku sekarang sudah bersama keluargaku, dan ia juga bersama keluarga kecilnya.
Pesan Rasulullah pada Pernikahan Putrinya
Saat aku sedang melamun, tiba-tiba Dinda berkirim pesan akan mampir ke rumah. Ketika sampai, dan mendapatiku sedang murung, ia langsung menceramahiku dengan gayanya yang khas seperti Mamah Dedeh.
Fira, tahu tidak dalam pernikahan Sayyidina Ali bin Abi Thalib dan Sayyidah Fatimah, Rasulullah saw. telah memberikan tuntunan, pandangan, dan wejangan mengenai pernikahan. Setidaknya ada tiga poin yang Rasulullah sampaikan pada kesempatan tersebut.
Pertama, pernikahan adalah kuasa Allah. Semua yang ada di jagat raya ini tidak bisa lepas dari kekuasaan dan ketetapan Allah, termasuk pernikahan. Dalam hal pernikahan, Allah telah menetapkan sebuah sistem. Apakah sebuah pernikahan langgeng atauu gagal.
Jika pasangan suami istri mengikuti sistem yang telah Allah tetapkan, maka pernikahan mereka bisa langgeng dan bahagia. Begitu pun sebaliknya.
الذي خلق الخلق بقدرته، ونيرهم بأحكامه
“Dialah yang yang menciptakan makhluk dengan kekuasan-Nya. Dialah yang menerangi jalan manusia dengan ketetapan-ketetapan-Nya,” kata Rasulullah saw.
“Dalam pernikahan Sayyidina Ali bin Abi Thalib dan Sayyidah Fatimah, aku kutip dari buku Pengantin Al-Qur’an.” Terang Dinda sambil menatapku lembut.
Kedua, sarana memperoleh keturunan. Rasulullah juga menegaskan bahwa pernikahan adalah sarana untuk memperoleh keturunan.
Dalam satu hadis, Rasulullah menyeru kepada umatnya untuk menikah dengan perempuan yang subur sehingga dapat melahirkan banyak anak. Yang terpenting bukan hanya memperoleh keturunan atau anak yang banyak saja, tapi juga kita berusaha membentuk generasi yang berkualitas. Yakni generasi yang beriman, bertakwa, dan berilmu.
إن عز وجل جعل المصاهرة نسبا
“Allah yang Maha Tinggi dan Maha Mulia telah menjadikan perkawinan sebagai sarana perolehan keturunan,” sambung Rasulullah saw.
Ketiga, mempererat tali kekerabatan. Salah satu rukun nikah dalam Islam adalah adanya wali, khususnya bagi mempelai perempuan.
Jadi Fira, baik secara langsung atau tidak, sesungguhnya pernikahan dalam Islam tidak hanya melibatkan dua individu (mempelai laki-laki dan perempuan) saja, tapi juga keluarga besar dari yang bersangkutan. Setelah ada ikatan pernikahan, biasanya dua keluarga besar memiliki ikatan yang kuat. Yaitu keluarga kamu dan keluarga besar dari suamimu.
Aku manggut-manggut mendengarkan penjelasan Dinda.
“Terimakasih ya Din, aku jadi tahu apa yang harus aku lakukan sekarang. Aku mencintai suami dan anak-anakku.”
Doa di Penghujung Ramadan
Akhirnya tak ada lagi pesan sang mantan di penghujung Ramadan. Aku pun tak lagi penasaran, atau berusaha memulai percakapan. Biarlah kisah kami tinggalkan di masa lalu. Meski kami pernah punya rasa saling memiliki, toh nyatanya kami tak berjodoh. Aku tak ingin dibutakan oleh cinta yang sesaat dan semu.
Kini ada suami dan anak-anak yang menjadi pusat segalaku. Tak ada lagi celah untuk sang mantan, atau siapapun yang mencoba menggoyang bangunan rumah tangga kami. Doa di penghujung Ramadanku kali ini begitu dalam, lama, memohon, dan merayu Tuhanku.
Meski hanya Tuhan sajalah yang punya kuasa untuk membolak-balikkan hati, tapi aku ingin hatiku menetap hanya untuk suami dan anak-anakku, selalu dan selamanya. Tsabit qalbi ‘ala hubbi wa ahli. []