• Login
  • Register
Kamis, 12 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Menikah Harus dengan yang Sekufu? Yuk Meninjau Konsep Kafaah

Pada akhirnya, konsep kafaah hanya bagian dari jaring sosial ataupun jaring syariah untuk melahirkan keluarga yang diidealkan Al-Qu'ran

Umnia Labibah Umnia Labibah
22/05/2024
in Keluarga, Rekomendasi
0
Konsep Kafaah

Konsep Kafaah

1.2k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Kasus perceraian Ria Ricis dengan suaminya Teuku Riyan sudah berlalu. Tapi dari kisahnya ada banyak pelajaran yang bisa kita ambil. Di antaranya adalah persoalan kafaah. Kafaah atau kufu atau sering disebut juga kesederajatan bagaimanapun merupakan sesuatu yang rentan menjadi bibit permasalahan dalam pernikahan.

Kesederajatan seringkali kita simplifikasi hanya dalam persoalan ekonomi. Tapi sebenarnya bisa mencakup banyak hal termasuk pendidikan, sosial, pekerjaan, agama, suku, latar belakang budaya dan lainnya.

Di dalam masyarakat, persoalan kafaah kita adaptasi dalam istilah bobot, bibit dan bebet. Di mana bagi seseorang yang akan menikah hendaknyalah melihat ketiga aspek tersebut. Meski hari ini kriteria bobot, bibit, bebet tidak lagi menjadi hal mendasar dalam memilih pasangan.

Tetapi kebutuhan kesederajatan nyatanya tetap menemukan urgensinya. Tidak sedikit garis tegas perbedaan pada suatu pasangan tidak mudah terjembatani oleh rasa cinta atau bahkan anak. Di titik inilah, kafaah menjadi menarik untuk kita kulik.

Kafaah dalam Tinjauan Fikih

Dalam tinjauan fikih, kafaah adalah konsep kesederajatan suami istri. Kafaah sendiri berasal dari kata al-kafā’ah yang bisa memiliki arti kesamaan (al-mumatsalah) dan kesetaraan (al-musawh). Dalam kamus Bahasa Arab-Indonesia, Al-Munawwir, kafaah kita definisikan sebagai qaabala (membandingi), saawa (menyamai) dan jaazaa (membalas).

Baca Juga:

Kisah Nyata Kekerasan Finansial dan Pentingnya Perjanjian Pranikah

Dad’s Who Do Diapers: Ayah Juga Bisa Ganti Popok, Apa yang Membuat Mereka Mau Terlibat?

Mengenal Devotee: Ketika Disabilitas Dijadikan Fetish

Jalan Tengah untuk Abah dan Azizah

Secara istilah, ulama fiqh mendefinisikannya dengan ”  المماثلة بين الزوجين دفعا للعار فى أمور مخصوصة “kesetaraan antara suami istri dalam hal-hal tertentu, untuk mencegah terjadinya pertikaian”.

Kafa’ah dalam pernikahan berarti sama, sebanding atau sederajat sebagai unsur yang harus. Meski demikian, syariat Islam tidak meletakkan kafa`ah sebagai salah satu syarat syah-nya sebuah pernikahan. Kafaah kita berlakukan sebagai sesuatu yang “dipertimbangkan dan diperhitungkan” dalam pernikahan.

Hal ini selaras dengan tujuan pernikahan yang harapannya yaitu suatu kehidupan suami istri yang sakinah, mawaddah wa rahmah.

Dalam surat an-Nur 26, Al-Qur’an memberikan isyarat kafaah dengan kesederajatan atau keserupaan yang bersifat kualitas dalam memilih pasangan. Disebutkan dengan contoh perempuan yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, atau sebaliknya dan perempuan yang baik adalah untuk laki-laki yang baik atau sebaiknya pula.

Keserupaan atau kesederajatan ini diantaranya akan berpengaruh pada cyrcle, kesukaan, cara pandang, pekerjaan hingga gaya hidup yang barangkali lebih serupa atau memiliki kesamaan.

Di dalam sebuah hadis, Nabi Muhammad Saw memberikan petunjuk pada umatnya dalam hal memilih calon pasangan. Tujuannya agar lebih menekankan pada ukuran kualitas moral, karakter ataupun psikis bukan pada faktor fisik dan material.

Dalam hadis sahih Riwayat al-Bukhari, disebutkan ada 4 kriteria calon pasangan yaitu, harta, nasab, kecantikan/kegantengan dan agama. Hadis ini menutup dengan memberikan penekanan untuk memilih berdasarkan agama yang kita harapkan darinya akan beroleh kebahagiaan.

Kontekstualisasi Mubadalah dalam Kafaah

Hari ini perbincangan mengenai kufu seperti kita kesampingkan dalam mencari pasangan. Jika menilik hal di atas, kuf atau kafaah memiliki sumbangsih dalam membentuk keluarga Sakinah. Mengingat pernikahan adalah penyatuan dua insan yang berbeda dalam satu mahligai.

Maka menyatukan dua insan yang berbeda kita membutuhkan banyak hal. Selain effort dua belah pihak juga dibutuhkan pra kondisi sosial atau emosial yang mendukung. Di antaranya diperoleh dari kesederajatan atau kafaah.

Meski demikian, konsep kafaah juga teruka untuk terus kita diskusikan. Tujuannya agar tidak terjebak dalam kriteria fisik dan materialistik. Alih-alih menjadi penguat hubungan malah justru menjadi salah satu alat diskriminatif yang bisa menguatkan jurang perbedaan dan memisahkan kisah cinta yang indah.

Setidaknya, konsep kafaah dapat kita kontekstualisasikan sebagai berikut. Pertama, kafaah bukan pranata fikih yang diskriminatif, sebab Islam adalah agama yang mengakui kesederajatan manusia, dan tidak merendahkan satu atas lain hanya karena perbedaan suku, bangsa, jenis kelamin maupun kriteria ekonomi.

Kesalingan adalah Kunci

Bagi Allah kemuliaan manusia ada pada ketakwaan hamba-Nya. Maka jika ada perbedaan status sosial, pertama kita mencari sisi di mana kedua pasangan memiliki kesamaan yang lain. Bisa dari sisi pendidikan, pekerjaan atau kesamaan visi dalam mengarungi bahtera pernikahan.

Kedua, kafaah akan lebih baik jika menimbang kriteria kualitas, bukan fisik atau materi. Kualitas di antaranya meliputi pendidikan, karakter, kematangan kepribadian, hingga agama atau kepatuhannya pada norma. Dengan lebih melihat aspek ini. Harapannya pasangan akan menemukan orang yang sama-sama dewasa, mau belajar, mau saling membenahi dan membangun bersama impian hidupnya.

Ketiga, kafaah adalah pranata untuk mencari pasangan yang memiliki chemistry agar terwujud kesalingan. Chemistry karena adanya keserupaan dalam beberapa aspek akan menumbuhkan kafaah yang sehat. Saling menerima lingkungannya dan saling memahami perbedaan yang melingkupinya.

Chemistry biasanya timbul dari adanya perasaan satu frekuensi, semisal satu frekuensi dalam obrolan, dalam pandangan hidup, dalam nilai, dalam hal-hal yang kita sukai.

Pada akhirnya, konsep kafaah hanya bagian dari jaring sosial ataupun jaring syariah untuk melahirkan keluarga yang diidealkan oleh Al-Qur’an surah ar-Rum: 21. Semua berpulang pada masing-masing pada pasangan tersebut.

Seberapa effort mereka ingin mewujudkan cita-cita pernikahan. Karena ibarat kapal berlayar tak lepas dari badai, ombak dan gelombang yang siap sewaktu-waktu mengoyak bahtera. Sabar, setia dan kesalingan adalah kunci di dalamnya. []

 

Tags: CintaJodohkeluargaKonsep Kafa'ahperkawinan
Umnia Labibah

Umnia Labibah

Sekretaris Nawaning JPPPM pusat. Alumni DKUP Fahmina, Div.Advokasi PC Fatayat NU, dan Jaringan KUPI

Terkait Posts

Menyulam Spiritualitas

Menyulam Spiritualitas dan Rasionalitas: Belajar Menyebut Nama Tuhan dari Perempuan Abad 16

12 Juni 2025
Kekerasan Finansial

Kisah Nyata Kekerasan Finansial dan Pentingnya Perjanjian Pranikah

11 Juni 2025
Dad's Who Do Diapers

Dad’s Who Do Diapers: Ayah Juga Bisa Ganti Popok, Apa yang Membuat Mereka Mau Terlibat?

10 Juni 2025
Kitab Hadis

Menyemai Kasih Melalui Kitab Hadis Karya Kang Faqih

9 Juni 2025
Toleransi di Bali

Dari Sapi Hingga Toleransi : Sebuah Interaksi Warga Muslim Saat Iduladha di Bali

7 Juni 2025
Narasi Hajar

Pentingnya Narasi Hajar dalam Spiritualitas Iduladha

6 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Sejarah Perempuan

    Seolah-olah Tidak Resmi: Sejarah Perempuan dan Rezim yang Ingin Menulis Ulang Sejarah Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kak Owen Hijaukan Bogor Lewat Aksi Menanam 10.000 Pohon

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Melek Financial Literacy di Era Konsumtif, Tanggung Jawab atau Pilihan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menyulam Spiritualitas dan Rasionalitas: Belajar Menyebut Nama Tuhan dari Perempuan Abad 16

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Merawat Toleransi, Menghidupkan Pancasila

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Nikel di Surga, Luka di Tanah Papua
  • Tauhid secara Sosial
  • Realita Disabilitas dalam Dunia Kerja
  • Kak Owen Hijaukan Bogor Lewat Aksi Menanam 10.000 Pohon
  • Seolah-olah Tidak Resmi: Sejarah Perempuan dan Rezim yang Ingin Menulis Ulang Sejarah Indonesia

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID