Mubadalah.id – Saat sedang ada masalah dengan sang istri, Nabi Muhammad Saw lebih memilih menegosiasikan kesepakatan keluarga dengan sang istri. Serta memberikan hak sepenuhnya untuk memberikan pilihan terhadap apa yang mereka inginkan.
Nabi menerima untuk digugat, dipermalukan, bahkan diboikot, sebagai proses pendidikan kemandirian perempuan untuk menentukan pilihan mereka.
Dalam proses ini, Nabi tidak pernah menggunakan media kekerasan, baik kata-kata penghinaan, ucapan kotor, maupun pemukulan.
Nabi Muhammad Saw malah terkadang membiarkan mereka yang melakukan pemukulan, beberapa sahabat juga melakukan, atau para ulama sendiri memperkenankan dengan batasan-batasan tertentu.
Ini semua harus kita pahami sebagai proses pelarangan yang bertahap, yang tidak bisa serta merta kita larang secara mutlak karena kondisi Sosial yang belum memungkinkan.
Secara prinsip, kekerasan dan pelecehan tidak akan pernah diperkenankan dalam Islam. “Pemukulan” hanya bisa boleh ketika nyata memberikan dampak positif pada proses pendidikan (li ishlah baynahuma).
Ketika tidak memberikan dampak positif, maka pemukulan kembali pada hukum semula, yakni haram. Nabi sendiri tidak menganjurkan dan tidak pernah melakukannya sepanjang hidupnya.
Orang-orang yang menjadikan Nabi Muhammad Saw sebagai teladan (uswah hasanah) semestinya tidak pernah berpikir untuk memukul perempuan seperti yang tidak pernah Nabi lakukan.
Bahkan, Nabi tidak membiarkan siapapun untuk memukul perempuan seperti yang tidak pernah Nabi biarkan. Apalagi menganjurkan pemukulan dengan alasan dalil agama. Nabi tegas memandang mereka yang memukul perempuan sebagai orang yang tidak bermoral. []