Mubadalah.id – Ketika mendengar Hollywood, sebagian besar orang membayangkan aktor-aktor keren dan kesuksesan lainnya. Namun, kenyataannya, Hollywood menyembunyikan sisi gelap di balik gemerlapnya industri hiburan tersebut.
Hollywood yang selama ini terkenal sebagai sebagai simbol utama kemewahan dan kesuksesan dalam industri hiburan. Penyanyi, aktor, hingga penulis naskah bisa menjadi bintang dan mendapat pengakuan dunia internasional.
Hollywood menyembunyikan sisi gelap di balik kemegahannya, seperti rasisme, diskriminasi, narkoba, eksploitasi, dan kekerasan seksual yang dinormalisasi dengan janji “kesuksesan.”
Sisi gelap Hollywod tersebut seringkali luput dari perhatian publik karena tertutup dengan citranya yang telah terbentuk di masyarakat.
Rasisme dan Seksisme yang Mengakar Kuat
Rasisme dan seksisme yang mengakar di Hollywood menciptakan diskriminasi terhadap perempuan dan laki-laki, serta pekerja seni kulit hitam dan kulit putih.
Produser sering membayar aktor perempuan lebih rendah dibandingkan laki-laki, sementara pekerja seni kulit hitam juga menghadapi diskriminasi upah serupa. Selain itu, mereka sering menolak aktor kulit hitam untuk memerankan peran yang kompleks dan berkarakter.
Aktris Rose McGowan yang menjadi pelopor dalam perjuangan melawan seksisme di Hollywood, membagikan pengalamannya dalam memoar pada tahun 2018 yang berjudul Brave.
“Seorang yang melakukan perekrutan di Hollywood memberitahu saya bahwa saya harus memiliki rambut panjang. Jika tidak, mereka tidak akan mau tidur dengan saya, dan jika mereka tidak mau tidur dengan saya, mereka tidak akan mempekerjakan saya,” tulisnya.
Mindy Kaling mengungkapkan pengalamannya mengalami seksisme dan rasisme di Hollywood. Pihak Hollywood meminta Mindy untuk mengumpulkan formulir dari para produser laki-laki kulit putih yang menunjukkan kontribusinya walaupun Mindy memiliki rekam jejak yang bagus.
Pemberian peran stereotip kepada orang kulit berwarna dalam film dan acara TV memperkuat bias berbahaya. Ketimpangan gaji antara perempuan dan laki-laki untuk pekerjaan yang sama menyiratkan bahwa kontribusi perempuan mereka anggap kurang berharga.
Eksploitasi Seksual Terhadap Bintang Muda
Banyak calon bintang muda Hollywood menjadi korban eksploitasi seksual saat mencoba debut di industri hiburan, seperti yang terjadi dalam kasus P Diddy.
Kasus tersebut bukanlah kasus pertama di industri Hollywood, banyak eksploitasi seksual yang terjadi di balik layar dan tidak terungkap ke publik.
Salah satu sisi gelap Hollywood yang terkenal dan terungkap ke publik adalah skandal Harvey Weinstein pada tahun 2017. Harvey Weinsten melecehkan banyak perempuan dengan janji akan memajukan karir korban sebagai imbalan atas “layanan seksual” tersebut. Seteleha melalui proses yang panjang, Hakim memutuskan Weinsten bersalah dan menjatuhkan hukuman 23 tahun penjara padanya pada 2020 setelah proses panjang.
Ada juga yang terkenal dengan istilah ‘casting couch’, sebuah eufemisme untuk tidur dengan orang yang berkuasa agar bisa naik ke puncak. Gerakan #MeToo baru-baru ini mengungkap bahwa produser, sutradara, dan agen mengharuskan aktris bertemu di kamar hotel.
Serial dokumenter “Quiet on Set: The Dark Side of Kids TV” mengungkap dugaan pelecehan, eksploitasi, dan perlakuan buruk yang dialami aktor anak di jaringan Nickelodeon.
Dokumenter tersebut menampilkan wawancara dari mantan anggota pemeran Nickelodeon, membahas tuduhan pelecehan terhadap mantan produser Dan Schneider. Eksploitasi seksual pada anak di industri hiburan bukanlah fenomena baru, ini adalah budaya yang sudah mengakar kuat sebelum Nickelodeon. Meskipun serial ini berfokus pada Nickelodeon, semakin jelas bahwa eksploitasi aktor anak tidak terbatas pada satu jaringan atau era.
Sebagai penonton, serial dokumenter seperti “Quiet on Set” memaksa kita untuk merasakan penderitaan bintang-bintang termuda di industri hiburan. Dari sofa casting hingga kontrak yang bersifat memaksa, mekanisme eksploitasi mungkin telah berkembang selama bertahun-tahun, tetapi dinamika yang mendasarinya tetap tidak berubah.
Pengaturan Relasi Romantis, Narkoba hingga Pemaksaan Aborsi
Golden Globes melaporkan bahwa para aktor hampir tidak memiliki kendali atas kehidupan mereka. Produser telah menetapkan aturan kepada para aktor terkait siapa yang boleh mereka kencani atau nikahi. Mereka juga mengatur berat badan ideal, cara berpakaian, hingga peran yang boleh diambil.
Pihak studio juga memberikan obat-obatan agar aktor bekerja tanpa henti. Mereka menganjurkan para aktor tidak bercerai, bahkan menutup kasus pembunuhan dengan uang sogokan kepada polisi dan jaksa.
Studio menyarankan agar para aktris tidak hamil walaupun sudah menikah. Studio adalah mesin yang memproduksi ratusan film setiap tahun. Para aktris yang hamil akan didenda bahkan dipecat karena dianggap tidak bisa berkontribusi maksimal.
Para “fixer” masuk untuk mengatur aborsi secara diam-diam agar karir aktris tersebut tetap terjaga. Kebanyakan berasal dari kelas menengah bawah, dan bintang yang sudah sukses enggan mempertaruhkan karir dengan melawan studio. Walaupun saat ini sistem kontrak studio telah banyak berubah namun juga banyak hal-hal yang masih sama.
Langkah Hollywood dan Penonton untuk Mengubah Industri Hiburan
Hollywood perlu upaya untuk menciptakan industri yang lebih inklusif dan adil. Perempuan dan pekerja kulit hitam bisa mendapatkan lebih banyak kesempatan di semua aspek pembuatan film, dari penulisan dan penyutradaraan hingga akting dan produksi. Ini juga mencakup penciptaan lingkungan kerja yang aman dan saling menghargai, dengan kebijakan nol toleransi terhadap pelecehan dan kekerasan.
Namun, tanggung jawab untuk menyelesaikan masalah ini tidak hanya berada di tangan Hollywood. Sebagai konsumen, kita juga memegang peran penting dalam membentuk masa depan industri film. Penikmat dunia hiburan bisa mendukung film dan acara TV yang beragam dan inklusif.
Penonton dapat mengirimkan pesan bahwa inilah jenis konten yang ingin kita lihat lebih banyak. Kita dapat berkontribusi menciptakan budaya saling menghormati dan kesetaraan, baik di Hollywood maupun di luar sana dengan menentang pelecehan dan diskriminasi. []