• Login
  • Register
Sabtu, 7 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Perempuan Desa dalam Sebuah Kamar Sudut Kota

Pada akhirnya, sebagian orang terus bertarung dengan harapan dan sisanya merapal doa bertahan dengan keadaan.

Umi Barokah Umi Barokah
05/11/2024
in Personal
0
Perempuan Desa

Perempuan Desa

597
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.Id- Malam itu ia tidak bisa tidur, dengan iringan lagu token listrik yang cukup berisik, tiba-tiba si perantau perempuan dari desa mendapat serangan pertanyaan di kepala.

Sepertinya sebagian warga semesta bersahabat dengan kekhawatiran, sisanya menjalani hidup tanpa rencana. Ah bukan, lebih tepatnya enggan berencana. Ia sudah bosan dijatuhkan ekspetasi, bukankah setelahnya harus merawat luka, lagi, dan lagi.

Ia ingat betul saat di bangku sekolah beberapa guru meminta murid membuat list impian. Kuliah umur sekian, lulus umur sekian, lalu menikah umur sekian? Bagaimana kabarnya saat ini? Sudah terwujudkah?

Pada akhirnya, sebagian orang terus bertarung dengan harapan dan sisanya merapal doa bertahan dengan keadaan.

“Kapan?” Masih Menjadi Momok bagi Perempuan

Tidak sedikit perantau perempuan yang enggan pulang kampung saat hari libur atau hari raya. Sudah menjadi rahasia umum bukan?.

Baca Juga:

Kurban Sapi atau Kambing? Tahun Ini Masih Kurban Perasaan! Refleksi atas Perjalanan Spiritual Hari Raya Iduladha

Hidup Minimalis juga Bagian dari Laku Tasawuf Lho!

Benarkah Menikah Menjadi Bagian dari Separuh Agama?

Menikah sebagai Kontrak Kesepakatan

“Si ambis ngapain nikah? Lanjut S3 dulu kali!” Ucap seseorang tanpa peduli.

Mukanya terlihat datar, tapi matanya berusaha kuat menahan bendungan air. Andai bisa membeli jodoh di marketplace, atau coffe shop menyediakan menu jodoh, dan para agen trevel tidak hanya menjual jasa tour guide melainkan juga bonus jodoh? Sayangnya TIDAK.

Ia merenung di pojokan kamar sambil sesekali menggerutu sendiri. Apakah standar kebahagian dan kesuksesan seseorang hanya perihal jodoh?

Salahkah jika anak perempuan berusaha mati-matian memperbaiki ekonomi keluarganya yang sedang banting tulang di kampung? Tidak bolehkah perempuan mengupayakan adik-adiknya mendapat pendidikan bagus?

Hidup dengan beragam warna

Harusnya selaras dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika, tetapi anehnya justru beberapa lapisan masyarakat memberi sekat struktur sosial negeri ini.

Katanya perempuan kudu cepat menikah! Lantas kenapa pemakluman perbedaan belum merata?

Saat kuliah, bendera hijau dan bendera biru beda arah, sebaiknya jangan jadi pasangan menikah, katanya. Pulang ke kampung, do’a qunut dan tahlil masuk list persyaratan calon suami. Jika berbeda, tidak menjadi pasangan yang diamini.

Belum lagi, “naon dan nopo” merupakan mitos rahasia lama yang menentang keras perbedaan ini untuk menyatu. Marga A harus berpasangan marga B agar meneruskan keturunan dan lulusan strata sekian harus berpasangan dengan alumni strata sekian.

Lagi -lagi perihal ‘kapan’ masih banyak menjadi beban bagi perempuan dengan sekian syarat-syaratnya. Padahal dalam Islam sendiri terdapat kelonggaran hukum bukan?

Ah jadi teringat, padahal Rasul sendiri pernah bersabda bahwa menikah adalah anjuran bagi muslim bagi yang telah sanggup,

Artinya: Abdullah Ibnu Mas’ud Radliyallaahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda pada kami: “Wahai generasi muda, barangsiapa di antara kamu telah mampu berkeluarga hendaknya ia kawin, karena ia dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Barangsiapa belum mampu hendaknya berpuasa, sebab ia dapat mengendalikanmu.” Muttafaq Alaihi.

Lalu kenapa manusia harus menuntut sesuatu yang di luar kendalinya?

Harusnya, Hidup Ada di Tangan Sendiri Bukan?

Berbeda dengan kultur penduduk kota yang cenderung sibuk dengan pekerjaan dan sebagian justru individualis, masyarakat desa yang konon terlalu ‘ramah’ hingga terlalu sibuk ingin mengetahui bagaimana kehidupan orang lain justru membuatnya enggan pulang kampung.

Sudah mau 2025, bukankah sudah seharusnya setiap perempuan mendapat kemerdekaannya sendiri.

Perihal akan melalui arah dan rute mana, ataupun rumah mana yang akan dituju, asal tidak bertentangan dengan syariat agama tidak masalah bukan?

Suara dering telepon menyadarkan dia dari berisik suara kepala, sosok perempuan desa dalam sebuah kamar ukuran 3×3 di sudut ibukota.

Dari seberang sana terdengar suara:

“Halo nduk, ada uang sekian tidak? Apakah ibu boleh minjem dulu?” []

 

 

 

 

 

 

Tags: gaya hidupGen ZmenikahMerantauPerempuan Desa
Umi Barokah

Umi Barokah

Alumni Magister Pengkajian Islam UIN Syarif Hidayatullah. Hobi menulis seputar Gender dan Sastra Arab

Terkait Posts

Narasi Hajar

Pentingnya Narasi Hajar dalam Spiritualitas Iduladha

6 Juni 2025
Berkurban

Berkurban: Latihan Kenosis Menuju Diri yang Lapang

6 Juni 2025
Kekerasan Seksual

Perspektif Heterarki: Solusi Konseptual Problem Maraknya Kasus Kekerasan Seksual di Lembaga Pendidikan Agama  

5 Juni 2025
Kesehatan Akal

Dari Brain Rot ke Brain Refresh, Pentingnya Menjaga Kesehatan Akal

4 Juni 2025
Tubuh yang Terlupakan

Luka Cinta di Dinding Rumah: Tafsir Feminis-Spiritual atas Tubuh yang Terlupakan

3 Juni 2025
Kurban

Kurban Sapi atau Kambing? Tahun Ini Masih Kurban Perasaan! Refleksi atas Perjalanan Spiritual Hari Raya Iduladha

2 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Berkurban

    Berkurban: Latihan Kenosis Menuju Diri yang Lapang

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pentingnya Narasi Hajar dalam Spiritualitas Iduladha

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 3 Solusi Ramah Lingkungan untuk Pembagian Daging Kurban

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fenomena Walid; Membaca Relasi Kuasa dalam Kasus Kekerasan Seksual

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Spirit Siti Hajar dalam Merawat Kehidupan: Membaca Perjuangan Perempuan Lewat Kacamata Dr. Nur Rofiah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Dari Sapi Hingga Toleransi : Sebuah Interaksi Warga Muslim Saat Iduladha di Bali
  • Spirit Siti Hajar dalam Merawat Kehidupan: Membaca Perjuangan Perempuan Lewat Kacamata Dr. Nur Rofiah
  • Fenomena Walid; Membaca Relasi Kuasa dalam Kasus Kekerasan Seksual
  • Islam Berikan Apresiasi Kepada Perempuan yang Bekerja di Publik
  • 3 Solusi Ramah Lingkungan untuk Pembagian Daging Kurban

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID