Mubadalah.id – Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) akan kita laksanakan secara serentak di Indonesia sebentar lagi. 27 November ini, negara kita akan menggelar hajat pesta demokrasi yang cukup besar. Perayaan ini pun disambut positif oleh warga negara, termasuk oleh mereka yang mencalonkan diri menjadi pemimpin daerah tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
Pelaksanaan pilkada 2024 kali ini cukup menarik, sebab banyak tokoh perempuan yang turut berpartisipasi mencalonkan diri baik di tingkat kabupaten/kota maupun di tingkat provinsi. Di Jawa Timur misalnya, ada tiga calon gubernur yang akan mengikuti kontestasi pilkada dan ketiganya adalah perempuan. Hal ini tentu menarik perhatian banyak pihak, benarkah menjadi pertanda bahwa keterlibatan perempuan di panggung politik sudah setara?
Tiga calon gubernur yang akan mengikuti kontestasi Pilkada Jawa Timur tahun ini adalah Khofifah Indar Parawansa, Tri Rismaharini, dan Luluk Nur Hamidah. Tiga nama perempuan tersebut tentu sudah tidak asing di telinga banyak orang. Khofifah didukung 15 partai politik, Risma didukung oleh tiga partai politik, dan Luluk didukung satu partai politik.
Jawa Timur sendiri selama 5 tahun terakhir memang dipimpin oleh gubernur perempuan yakni Khofifah Indar Parawansa, yang juga akan mengikuti pilkada kembali tahun ini bersama pasangan yang sama yakni Emil Elestianto Dardak. Jawa Timur merupakah salah satu provinsi besar dengan jumlah pemilih sekitar 31 juta jiwa yang memiliki latar belakang budaya beraneka ragam, mulai dari budaya Jawa Mataraman, Jawa Arekan, hingga budaya Madura.
Pilkada Jawa Timur
Keheterogenan pemilih ini menjadikan pilkada 2024 di Jawa Timur sebagai persaingan yang tak mudah dalam mengambil hati Masyarakat, maupun untuk kemudian memimpin mereka selama lima tahun ke depan. Namun, selama lima tahun terakhir, Ibu Khofifah mampu menjadi bukti perwakilan perempuan dalam memimpin Jawa Timur dengan seluruh tantangannya.
Tingginya partisipasi perempuan dalam kontestasi Pilkada 2024 Jawa Timur kali ini barangkali pula dukungan dari faktor Peningkatan Indeks Pembangunan Gender (IPG) yang signifikan. Bahkan lebih tinggi dari rerata nasional. IPG Provinsi Jawa Timur pada 2022 mencatatkan nilai 92.08, sedangkan nasional berada di 91.63.
Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi IPG maka akan berpengaruh pada semakin berkembangnya aktivitas perempuan, termasuk di bidang politik. Selain itu sejauh mana perempuan berdaya secara ekonomi dan terlibat dalam aktivitas perekonomian.
Keterlibatan perempuan dalam panggung politik selama ini memang masih menjadi sorotan, mengingat budaya patriarki di negeri ini yang belum sepenuhnya sirna. Semakin maju zaman, para perempuan semakin menunjukan eksistensi diri di segala bidang dengan kemampuan yang tak kalah dari laki-laki.
Keterlibatan Perempuan dalam Politik di Indonesia
Di Indonesia sendiri, keterlibatan perempuan dalam politik telah mendapat ruang. Bahkan tertuang dalam regulasi yang berkekuatan hukum. Di antaranya ada di dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 yang mengatur agar komposisi penyelenggara Pemilu memperhatikan keterwakilan perempuan minimal 30%.
Lalu UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum serta UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik terkait mandat partai politik untuk memenuhi kuota keterwakilan tersebut.
Selain itu representasi perempuan di panggung politik terjamin pula dalam konstitusi dan menjadi amanat nasional. Yakni dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 tersebutkan bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya. Ada pula di Pasal 28D ayat (3) UUD 1945 yang menegaskan bahwa setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.
Partisipasi perempuan di panggung politik saat ini sangat kita butuhkan dalam upaya pengintegrasian kebutuhan gender. Selain itu mewakili suara perempuan dalam berbagai kebijakan publik, dan menjadi cukup penting jika ingin menempatkan demokrasi yang ramah gender.
Kepemimpinan Perempuan
Dalam Islam, keterlibatan perempuan menjadi pemimpin memang menimbulkan perbedaan pendapat. Namun di dalam Al-Quran kita mempunyai figur kepemimpinan perempuan, yakni Ratu Balqis, pemimpin negeri Saba’. Kepemimpinannya luhur, arif, dan bijaksana.
Pada masa itu, kepimimpinan Ratu Balqis bersamaan dengan kekuasaan Nabi Sulaiman. Hingga kemudian Ratu Balqis ikut beriman kepada Allah. Sejarah ini memberikan gambaran kepada kita bahwa kepemimpinan seorang perempuan belum tentu memberikan dampak yang negatif kepada masyarakat.
Sebagaimana Quran Surat Al-Baqarah Ayat 30 yang artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.”
Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?”
Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”
Dalam ayat tersebut Allah menjadikan manusia sebagai khalifah di muka bumi tanpa membeda-bedakan jenis kelamin. Setiap manusia berhak menjadi pemimpin, namun tak selalu memimpin negara, bisa juga memimpin lembaga, memimpin keluarga, maupun memimpin diri sendiri.
Hal ini sejalan dengan hadis yang diriwayatkan oleh Ibn Abbas. “Masing-masing kamu adalah pemimpin. Dan masing-masing kamu bertanggung jawab atas yang dipimpinnya.”
Demikian pula kata-kata Bung Karno dalam bukunya yang berjudul Sarinah. “Wanita Indonesia, kewajibanmu telah terang! Sekarang ikutlah serta mutlak dalam usaha menyelamatkan republik, dan nanti jika republik telah selamat, ikutlah serta mutlak dalam usaha menyusun negara nasional. Di dalam masyarakat keadilan sosial dan kesejahteraan sosial itulah engkau nanti menjadi wanita yang bahagia dan wanita yang merdeka!” []