Mubadalah.id – Walimah adalah perayaan dan ungkapan rasa syukur setelah akad pernikahan. Aktivitas tersebut juga berfungsi sebagai pemberitahuan kepada publik tentang adanya keluarga baru.
Di saat yang sama, walimah bisa menjadi ajang dukungan keluarga dan komunitas terhadap kedua mempelai. Dan sebagaimana prinsip dalam mahar, keberadaan walimah juga adalah untuk memperkuat komitmen kedua mempelai.
Bukan sebaliknya sehingga segala tata caranya harus dipastikan bisa mengantarkan mereka pada komitmen pernikahan yang kokoh dan membahagiakan.
Sebagaimana mahar, walimah juga tidak memiliki batasan tertentu dalam Islam. Untuk besar kecilnya, banyak orang akan merujuk kepada adat istiadat masing-masing.
Namun, karena walimah merupakan ungkapan rasa syukur kepada yang Maha Kuasa, maka sebaiknya aktivitas tersebut bersifat mudah dan menyenangkan.
Berkaitan dengan hal tersebut, secara umum, Islam meminta untuk melihat kemampuan masing-masing sehingga prosesi tersebut tidak memberatkan atau menyulitkan kedua mempelai atau keluarga, apalagi sampai meninggalkan hutang piutang.
Adab Walimah
Jika merujuk pandangan Abdul Karim Zaydan dalam Ahkam al-Mar’ah wa al-Bait al-Muslim fi al-Syari’ah al-Islamiyyah menyebutkan terkait beberapa adab dan hukum menyelenggarakan walimah:
Pertama, tidak melampaui kadar kemampuan mempelai. Kedua, tidak untuk popularitas, riya, dan persaingan dengan yang lain.
Ketiga, undangan harus bersifat umum dan tidak mengkhususkan bagi orang-orang tertentu saja. Misalnya hanya orang kaya atau kelompok elite: tidak ada hura-hura dan kemaksiatan.
Dalam berbagai riwayat hadis menyebutkan bahwa Nabi Saw mengadakan walimah dengan menyembelih kambing hanya satu kali.
Selain itu, Nabi Saw hanya menyuguhkan makanan sederhana yang terbuat dari kurma, kadang dari gandum, kadang juga makanan (hadiah) yang dikirim para sahabatnya.
Jadi, “pesta” pernikahan yang sunah adalah sebatas walimah (berupa makanan) dengan mengundang keluarga, tetangga, dan teman-teman.
Adapun pesta pernikahan yang meriah dan banyak hiburan, hanya sebatas boleh. Jika sebagai doa dan ungkapan rasa syukur, bukan pamer kemewahan, dan tentu juga selama tidak bercampur dengan kemaksiatan. []