Mubadalah.id – Islam adalah salah satu agama yang hadir ketika sebagian besar manusia berada di bawah kezaliman kelompok manusia lainnya. Mereka menjadikan pengaruh, kekuasaan, dan kekayaan. Bahkan kekuatan yang manusia miliki sebagai alat untuk menindas yang kecil dan lemah tak berdaya (mustad’afin).
Bahkan para budak, kaum miskin, rakyat jelata, perempuan, dan anak-anak adalah kelompok yang paling rentan terhadap kezaliman kelompok manusia yang kuat.
Pada saat yang sama, Islam juga hadir di tengah kezaliman yang diciptakan manusia itu sendiri akibat keyakinan, tata nilai, dan tradisi yang salah.
Masyarakat jahiliyah terzalimi oleh keyakinan mereka sendiri ketika menjadikan berhala sebaga tuhan dan kebesaran suku sebagai kehormatan. Akibatnya, mereka menjadi hamba dari benda ciptaan mereka sendiri.
Darah pun tumpah ketika sedikit saja rasa kesukuan terluka. Perasaan malu mempunyai anak perempuan mengakibatkan bayi perempuan tak berdosa dikubur hidup-hidup.
Ini merupakan kezaliman akibat kesalahan tradisi. Perlakuan terhadap perempuan yang tidak ada bedanya dengan benda warisan juga merupakan sebuah kezaliman akibat tradisi dan tata nilai yang menganggap perempuan tidak memiliki hak seperti laki-laki.
Demikianlah, keyakinan, tradisi, dan tata nilai yang salah tidak saja membuat manusia terzalimi. Melainkan juga merenggut korban yang lemah dan tak berdaya.
Pembebasan
Dalam situasi timpang dan membelenggu seperti itu, tauhid memberikan secercah sinar pembebasan. Dengan hadirnya Islam, manusia dibebaskan dari belenggu kemusyrikan, fanatisme kesukuan, dan hawa nafsu yang menjadikannya diperbudak oleh keinginan-keinginan yang tidak benar.
Hadirnya Islam juga berarti lepasnya belenggu yang menjerat kelompok-kelompok manusia lemah, seperti para budak, rakyat jelata, kaum miskin papa, perempuan, dan anak-anak.
Pembebasan mereka yang biasa disebut kaum mustad’afin ini membuktikan bahwa Islam sebagai agama tauhid tidaklah netral dalam memandang tatanan sosial yang penuh ketimpangan.
Kalau kecenderungan sebagian besar manusia tidak menghendaki terusiknya kemapanan yang mereka rasakan. Maka Islam justru datang untuk mengusik dan mempertanyakan apa yang mereka anggap sebagai sesuatu yang mapan.
Kenyataannya, kemapanan yang sekelompok manusia persepsikan adalah sebuah kezaliman yang kelompok yang lain rasakan. Seperti kemapanan yang terdapat dalam sistem kasta sosial.
Bagi kasta tertinggi, kemapanan sistem itu adalah anugerah. Sebaliknya, bagi kasta terendah kemapanan itu adalah kezaliman. Demikian juga kemapanan dalam hubungan antara laki-laki dan perempuan. []