Dalam buku karya Lita Edia terbitan Elhana Learning Centre dikatakan bahwa sebuah pernikahan ada untuk mencapai kebahagiaan, maka perlu upaya untuk merajut cinta dalam pernikahan untuk menjemput kebahagaian tersebut. Terlebih lagi jalan di dalam menempuh pernikahan tidak mulus, banyak hal yang mewarnainya. Bahkan pernikahan dikatakan sebagai sebuah bahtera yang tentu akan menghadapi gelombang, pasang surut air, badai dan tantangan lainnya.
Naik turun gelombang keyakinan, mempertanyakan apakah pernikahan masih layak untuk dipertahankan adalah pertanyaan yang sering muncul dalam pernikahan ketika menghadapi perselisihan, pertikaian atau saat pasangan kita tidak memiliki waktu bersama dan hanya sibuk dengan pekerjaan atau hal lainnya, sehingga rumah benar-benar hanya dijadikan tempat istirahat untuk tidur dan mandi saja.
Terlebih, kadang suami atau istri tidak memiliki kepekaan yang tinggi dan merasa kehidupan pernikahannya baik-baik saja, walaupun ia melihat pasangannya tampak tidak bahagia, namun tidak mempertanyakannya dan pasangannya pun tidak mampu mengungkapkan permasalahannya dengan baik. Kemudian Lita Edia menjelaskan dalam bukunya bagaimana proses mencintai dan dicintai, yang sebagai fitrah manusia serta menjadi perhatian kedua pasangan yang juga merupakan pondasi dalam pernikahan untuk mencapai kebahagiaan sehingga dapat terajut dan terjalin baik antara suami dan istri.
Lita menjelaskan bahwa terdapat tiga dimensi dalam sebuah cinta, yakni intimacy atau keakraban di mana pasangan tidak malu melakukan hal yang sangat pribadi di depan pasangannya, contoh kecilnya seperti buang angin atau dengan melihat isi ponsel masing-masing, setiap pasangan tentu memiliki gaya keintiman tersendiri.
Lalu passion atau gairah baik untuk interaksi secara fisik, menunjukkan ekspresi cinta atau sekedar bercanda, dan terakhir ialah commitment atau komitmen dalam menyelesaikan permasalahan keluarga, mengingat sikap pasangan terhadap permasalahan yang timbul di dalam keluarga beragam, seperti peduli, acuh, atau bahkan meminta bantuan pihak ketiga seperti orang tua.
Selanjutnya, di halaman 9, dijelaskan bahwa ada beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kualitas pernikahan, pertama, konsep diri positif karena ia berpengaruh pada kemampuan seseorang dalam menyesuaikan diri dengan pasangan dan berpengaruh kepada kemampuan mengambil langkah ke depan. Kedua, proaktif atau tindakan antisipatif yang penuh inisiatif dan tidak menunggu stimulus dalam memetakan masalah dan merinci bagimana solusinya.
Ketiga, awali dari akhir atau menemukan titik akhir pernikahan berupa menyepakati tujuan bersama pernikahan. Keempat, menang-menang atau memecahkan masalah dengan memperhatikan kepentingan semua pihak sehingga diperlukan adanya seseorang yang mengalah untuk mencapai win-win solution dan kebahagian bersama.
Lalu kelima, fitrah perbedaan yang perlu disadari dalam menciptakan pola yang berbeda pula saat menghadapi masalah, misalnya perbedaan sifat suami dan istri dalam menghadapi masalah pasangan, di mana suami yang lebih menarik diri untuk fokus memikirkan solusi, sedangkan perempuan cenderung lebih mencari dukungan sosial, sehingga saat istri menceritakan masalah yang dihadapinya, suami akan langsung memberikan solusi, padahal yang dimaui istri ialah hanya butuh didengar sebagai bentuk dukungan sosial. Keenam, komunikasi efektif dengan pasangan yang dilingkupi dengan strategi komunikaksi, sehingga tidak asal bicara saja, melainkan dapat menyampaikan tujuan komunikasi dengan baik.
Selanjutnya, kata penghakiman dan label negatf merupakan kesalahan dalam komunikasi. Perlu menggunakan rumus komunikasi seperti “saya + (perasaan) + ketika kamu + perilaku pasangan” (contohnya, “saya ingin kita meluangkan waktu untuk bicara dan bercanda”), yang akan jauh lebih mengena di hati pasangan ketimbang ungkapan “kamu tidak mencintai aku!”
Ketujuh, cerdas mengelola emosi karena ia adalah pendorong dan pembentuk perilaku. Pengelolaan emosi sendiri berarti penggunaan energi secara cukup dalam memberikan respon yang dilakukan dengan mengenali diri sendiri terhadap apa yang dirasakan, mengenali macam-macam emosi dan merespon emosi dengan ekpresi yang tepat dan tidak berlebihan serta perlunya sering melakukan relaksasi.
Akhir kata, buku mungil yang berjumlah 48 halaman ini menjadi asyik, ringan tapi berbobot untuk dibaca oleh calon pengantin, pengantin baru bahkan pengantin lawas untuk menguatkan rasa cinta yang dimiliki untuk menuju pernikahan yang bahagia dan membahagiakan. Selamat merajut cinta! Selamat bahagia dan membahagiakan! []