• Login
  • Register
Sabtu, 5 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Pernak-pernik

Belajar Inklusi dari Sekolah Tumbuh: Semua Anak Berhak Untuk Tumbuh

Sekolah Tumbuh hadir dengan gagasan utama untuk menciptakan lembaga pendidikan umum yang ramah terhadap siswa dengan kebutuhan khusus.

Afiqul Adib Afiqul Adib
04/07/2025
in Pernak-pernik
0
Sekolah Tumbuh

Sekolah Tumbuh

1.3k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Beberapa hari silam, dalam lalu lintas linimasa, saya membaca sebuah cuitan dari Mbak Alissa Wahid, kurang lebih begini bunyinya: “Selalu senang mengikuti acara wisuda Sekolah Tumbuh Yogyakarta yang inklusif. Semua siswa dengan berbagai latar belakang ada, sistem disiapkan untuk membantu siswa berkebutuhan khusus, dan semua anak diterima dengan utuh & penuh kasih sayang.”

Dalam deretan keriuhan di jagat maya, entah kenapa cuitan tersebut yang saya baca. Alhasil, cuitan itu langsung membangkitkan kembali kenangan saya beberapa tahun lalu, ketika hampir saja saya menjadi bagian dari sekolah ini.

Kala itu, pandemi Covid-19 membuat saya mencari alasan untuk tetap tinggal di Yogyakarta. Salah satunya dengan mencoba mengajar. Dari banyak pilihan, Sekolah Tumbuh jadi salah satu yang saya pertimbangkan.

Awalnya saya tidak tahu seperti apa model sekolah ini. Tapi saya sempat terkejut ketika diberi tahu, bahwa di hari-hari tertentu guru bebas mengenakan pakaian apapun, bukan seragam batik atau khaki khas guru. Beberapa seragam bahkan berupa polo shirt santai. Atmosfernya terasa longgar, tapi justru dari sanalah kebebasan berpikir itu tumbuh.

Sayangnya, saya terpaksa batal untuk masuk ke sana, sebab sistem kontrak dua tahunnya yang tidak cocok dengan jadwal kelulusan saya saat itu. Meski begitu, pengalaman mengenal Sekolah Tumbuh menyisakan kesan menyenangkan yang tak pernah hilang dalam ingatan.

Baca Juga:

Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim

Fokus Potensi, Difabel Bukan Objek Konten Kesedihan!

Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

Ikhtiar Menyuarakan Kesetaraan Disabilitas

Sekolah Inklusi, Bukan Sekolah Khusus

Dalam pemahaman masyarakat umum yang terbentuk oleh bias sosial selama bertahun-tahun, istilah sekolah inklusi sering disamakan dengan Sekolah Luar Biasa (SLB). Padahal keduanya jelas berbeda, baik dari pendekatan, semangat, maupun tujuannya.

SLB dirancang khusus untuk anak berkebutuhan khusus (ABK) seperti tunanetra, tunarungu, tunagrahita, dan sebagainya. Pendekatannya lebih individual dan fokus, dengan tujuan mengoptimalkan potensi mereka sesuai keterbatasan yang mereka miliki.

Sementara itu, sekolah inklusi tidak memisahkan. Justru sebaliknya, menyatukan berbagai macam latar belakang dan kebutuhan dalam satu ruang belajar. Sistemnya adaptif, dengan nilai-nilai kesetaraan, keberagaman, dan penerimaan sebagai fondasi. Sekolah inklusif percaya bahwa setiap anak, apapun kondisinya, bisa tumbuh bersama jika lingkungannya mendukung.

Sekolah Tumbuh: Tumbuh Bersama, Bukan Sendiri

Berdiri sejak tahun 2005, Sekolah Tumbuh hadir dengan gagasan utama untuk menciptakan lembaga pendidikan umum yang juga ramah terhadap siswa dengan kebutuhan khusus. Tujuannya jelas: tidak mengkotak-kotakkan siapa pun.

Bermula dari SD Tumbuh yang berlokasi di salah satu bangunan cagar budaya eks Holland Indische Kweekschool di Jalan AM Sangaji, kini jaringan Sekolah Tumbuh berkembang ke beberapa lokasi lain: SD Tumbuh 2 di Wirobrajan, SD Tumbuh 3 di Dalem Mangkubumen, serta kampus terpadu untuk jenjang KB hingga SMA di Sewon, Bantul.

Hal unik dari sekolah ini adalah adanya kuota 1–2 anak berkebutuhan khusus di tiap kelas. Bukan untuk dikasihani, tapi untuk hidup bersama. Anak-anak sejak dini belajar menghargai kelebihan dan kekurangan satu sama lain. Tak ada ruang bagi perundungan, karena semua terbiasa untuk saling merangkul, bukan menyingkirkan. Yah, dari sekolah tumbuh kita belajar bahwa semua anak berhak untuk tumbuh

Inklusi Bukan Sekadar Sistem, Tapi Nilai Keadilan dalam Islam

Kita terlalu lama hidup dalam sistem pendidikan yang menstandarkan manusia, seolah semua anak harus memiliki cara belajar yang sama, kemampuan yang seragam, dan latar belakang sosial yang serupa.

Padahal, realitasnya, setiap manusia memang tercipta secara berbeda. Dan perbedaan itu bukan untuk membuatnya menjadi seragam. Surah Al-Hujurat ayat 13 misalnya, menegaskan bahwa keberagaman manusia adalah kehendak Allah:

“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal…”

Ayat ini menjadi dasar bahwa mengenal dan menghargai perbedaan adalah bagian dari perintah agama. Dalam konteks pendidikan, ini berarti sistem belajar harus memberi ruang agar semua anak—termasuk anak berkebutuhan khusus—bisa saling mengenal secara utuh, menerima secara penuh, dan memfasilitasi sesuai kebutuhannya.

Lebih jauh, konsep Mubadalah mengajak kita untuk melihat relasi antar manusia, termasuk guru dan murid, dalam bingkai kesalingan: saling menghormati, saling mendukung, dan saling menumbuhkan.

Dalam pendidikan, ini artinya guru bukan sekadar pemilik ilmu, tapi juga pendamping tumbuh. Dan murid bukan hanya objek belajar, melainkan subjek yang layak kita perlakukan secara manusiawi, apapun latar belakang dan kondisi mereka.

Islam juga mengenal maqashid syari’ah, yakni tujuan-tujuan luhur dari syariat Islam, yang mencakup perlindungan terhadap lima hal: agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Dalam konteks pendidikan inklusif, perlindungan terhadap ‘aql (akal) dan nafs (jiwa) berarti memberikan akses dan pengalaman belajar yang sehat, aman, dan bermartabat untuk semua murid tanpa diskriminasi.

Dengan demikian, inklusi bukan semata urusan sistem pendidikan, tapi juga manifestasi dari nilai-nilai Islam: rahmah, adil, dan memuliakan martabat manusia. Sekolah inklusif seperti Sekolah Tumbuh bukan hanya menjawab kebutuhan zaman, tapi juga sejalan dengan visi Islam yang melindungi dan memberdayakan semua. []

Tags: AksesibilitasInklusifIsu DisabilitasRuang InklusiSekolah InklusiSekolah InklusifSekolah Tumbuh
Afiqul Adib

Afiqul Adib

Introvert garis keras. Tinggal di Lamongan.

Terkait Posts

Oligarki

Islam Melawan Oligarki: Pelajaran dari Dakwah Nabi

4 Juli 2025
Islam Harus

Mengapa Islam Harus Membela Kaum Lemah?

3 Juli 2025
Laki-laki dan Perempuan dalam fikih

Hak dan Kewajiban Laki-laki dan Perempuan dalam Fikih: Siapa yang Diuntungkan?

3 Juli 2025
Perceraian untuk

Mengapa Perceraian Begitu Mudah untuk Suami?

2 Juli 2025
Boys Don’t Cry

Boys Don’t Cry: Membongkar Kesalingan, Menyadari Laki-laki Juga Manusia

2 Juli 2025
Perceraian dalam

Perceraian dalam Fikih: Sah untuk Laki-Laki, Berat untuk Perempuan

1 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Rumah Tak

    Rumah Tak Lagi Aman? Ini 3 Cara Orang Tua Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Belajar Inklusi dari Sekolah Tumbuh: Semua Anak Berhak Untuk Tumbuh

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pesan Pram Melalui Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tahun Baru Hijriyah: Saatnya Introspeksi dan Menata Niat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Belajar Inklusi dari Sekolah Tumbuh: Semua Anak Berhak Untuk Tumbuh
  • Tahun Baru Hijriyah: Saatnya Introspeksi dan Menata Niat
  • Pesan Pram Melalui Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer
  • Rumah Tak Lagi Aman? Ini 3 Cara Orang Tua Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak
  • Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID