Mubadalah.id – Kitab Kejadian dalam iman Katolik menarasikan bagaimana Sang Pencipta (Allah) menciptakan dunia. Ada frasa yang menarik yang cukup menarik untuk direfleksikan. Dalam kisah penciptaan, penulis mengulang beberapa kali frasa “Allah melihat bahwa semuanya itu baik.” Allah juga menciptakan taman eden sebagai tempat untuk manusia pertama. Taman tersebut juga baik adanya.
Hal ini menunjukkan bagaimana Allah sendiri yang menciptakan dunia itu sungguh-sungguh Mahakuasa. Ia menciptakan dunia tidak hanya asal menciptakan, tetapi menciptakan dengan kebaikan. Selain itu, frasa tersebut juga menunjukkan bahwa semua yang Allah ciptakan, mulai dari alam, binatang, dan manusia mempunyai kesetaraan, yaitu baik di mata Allah. Ini berarti bahwa manusia dan alam pun mempunyai kesetaraan.
Namun, situasi dunia saat ini berbanding terbalik dengan apa yang menjadi makna dari frasa tersebut. Manusia dengan akal budinya justru memperlakukan alam sebagai objek dan budak. Alam seringkali dianggap sebagai ciptaan Allah yang lebih rendah daripada manusia.
Taman Eden: Gambaran Relasi Setara Manusia dan Alam dalam Rencana Allah
Karena Sang Mahakuasa, Allah sudah memikirkan ketika Ia menciptakan manusia maka harus ada tempat untuk manusia itu. Allah menciptakan sebuah taman yang sangat indah dan asri, yaitu taman Eden. Taman Eden merupakan sebuah tempat yang diberkati dengan keindahan dan sesuatu yang menyenangkan yang sebenarnya disiapkan dan dibuat oleh Allah sendiri sebagai tempat untuk manusia pertama.
Ketika Allah menempatkan manusia pertama di taman Eden, Ia memberi perintah kepada manusia untuk memeliharanya. Taman Eden sendiri menjadi simbol rencana awal Allah tentang dunia yang setara dan saling terhubung. Ini berarti ada relasi yang setara antara alam dan manusia.
Manusia mempunyai tugas untuk memelihara alam dan begitu juga dengan alam memberi makanan kepada manusia. Dengan kata lain, taman Eden menjadi representasi hubungan timbal balik, dan bukan hubungan hierarki.
Dalam taman Eden, Allah tidak hanya menempatkan manusia saja tetapi juga ciptaan lain. Taman eden menjadi rumah bersama antara manusia, binatang, dan juga alam. Allah menempatkan manusia di taman Eden bukan untuk menjadi penguasa, tetapi menjadi teman sekerja-Nya dalam merawat ciptaan. Ini berarti bahwa taman Eden seharusnya menjadi tempat bagi ciptaan Allah untuk saling menjalin relasi.
Tugas Manusia adalah Memelihara, bukan Menguasai
Dalam kitab Kejadian 2:15, Allah memberi perintah kepada manusia untuk memelihara taman Eden yang sangat indah itu. Ini menegaskan bahwa menegaskan tugas dan kewajiban manusia sebagai ciptaan Allah untuk memelihara serta menjaga alam. Bukan hanya karena manusia makhluk yang mempunyai akal dan budi, tetapi juga sebagai bentuk tanggung jawab spiritual dan moral atas perintah yang Allah berikan sebagai pencipta.
Pemilik dari alam adalah Allah dan bukan manusia, namun seringkali manusia lupa bahwa Alam adalah milik Tuhan (bdk. Mazmur 24:1). Bahwa manusia diberi kebebasan untuk memeliharanya iya, tetapi bukan berarti sebagai penguasa yang bisa seenaknya untuk mengeksploitasi alam secara besar-besaran. Ketika manusia merusak alam, berarti ia sedang lari dari tanggungjawabnya sebagai makhluk ciptaan Allah.
Manusia Yang Egois Menghilangkan Relasi
Yang menarik dari kisah penciptaan dan taman Eden adalah ketika manusia jatuh dalam dosa dengan memakan buah terlarang. Dalam narasi kitab Kejadian bab 3, mengisahkan bagaimana manusia memakan buah yang telah Allah larang. Seringkali orang menafsirkannya sebagai bentuk ketidaktaatan manusia kepada Allah.
Tetapi ketika kita melihat dan merefleksikan lebih mendalam kita akan menemukan bukan hanya ketidaktaatan kepada hukum ilahi, tetapi juga bentuk kerusakan relasi. Manusia memilih untuk bertindak atas kehendaknya sendiri dan bukan atas kehendak Allah. Antara manusia dan Tuhan, antara laki-laki dan perempuan, antara manusia dan alam terjadi kerusakan relasi.
Keegoisan manusia tidak hanya terjadi pada zaman manusia pertama. Zaman sekarang manusia juga egois mementingkan kehendak sendiri tanpa melihat akibat yang akan terjadi. Demi keuntungan yang banyak, manusia sampai mengorbankan lingkungan yang indah. Eksploitasi secara besar-besar an juga menjadi salah satu dampak dari keegoisan manusia.
Taman Eden hilang bukan karena Tuhan mencabutnya, tetapi karena manusia merusaknya. Relasi yang dulunya bersifat saling menjaga kini bergeser menjadi relasi saling memanfaatkan. Dalam pendekatan mubadalah, Eden yang hilang ini bukan hanya soal “dosa,”. Lebih dari itu soal gagalnya tanggung jawab relasional yang seharusnya setara dan adil.
Menemukan Kembali Eden yang Hilang
Perintah Sang Pencipta untuk mengusahakan dan memelihara bukanlah sebuah kata kiasan saja. Hal ini mengingatkan kepada manusia bahwa sejatinya manusia bukan hanya sebagai pengguna, tetapi juga sebagai aktor yang bertanggungjawab untuk merawatnya.
Taman Eden merupakan gambaran yang ideal tentang dunia yang harmonis. Yaitu relasi antara manusia dan alam, antara ciptaan dan Pencipta. Meski Eden secara fisik tak bisa dikembalikan, tetapi semangatnya bisa kita bangun kembali, lewat pertobatan ekologis dan spiritualitas kesalingan.
Manusia sebagai makhluk yang mendapat anugerah akal dan budi harus menjadi penggerak utama dalam memulihkan Eden. Identitas manusia sebagai rekan sekerja Allah dengan tanggung jawab sebagai pemelihara dari aneka jenis sumber daya alam dan lingkungan yang telah Allah percayakan kepada manusia.
Mengusahakan dan memelihara alam adalah bentuk manusia bertanggung jawab terhadap talenta yang telah Tuhan anugerahkan kepada manusia.
Yang harus selalu kita ingat adalah bahwa menghargai alam berarti menghargai Allah sebagai Sang Pemberi Anugerah. Anugerah yang telah kita terima harus kita gunakan untuk menghargai sesama ciptaan. Dunia yang sekarang kita tinggali ini menjadi ciptaan Allah yang amat baik, maka sebagai manusia kita juga harus selalu mengusahakan agar dunia itu terus terjaga dan terawat.
Membangun kembali Eden yang telah hancur bukan hanya pekerjaan satu orang. Tetapi menjadi panggilan bersama seluruh umat manusia dengan tuuan untuk hidup lebih cukup, lebih adil, dan lebih saling menjaga. []