Mubadalah.id – Duka cita menyelimuti keluarga Affan Kurniawan. Pengemudi ojek online (ojol) itu mesti tumpah darahnya di bulan maulid nabi yang mulia ini. Darah Affan tumpah pada Kamis malam Jumat (28/8) bertepatan dengan tanggal 5 Maulid (Rabiul Awwal) 1447 Hijriah.
Sebuah kendaraan taktis milik aparat keamanan melindas tubuhnya beserta motor yang ia kendarai. Affan terluka parah. Besukan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo maupun kunjungan Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung tak lagi bisa membangunkannya.
“Yang pertama saya mengucapkan bela sungkawa. Kami memohon maaf sebesar-besarnya untuk korban dan seluruh keluarga. Juga seluruh keluarga besar ojol,” pinta Listyo.
Meski sempat memperoleh penanganan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), nyawa Affan tak lagi bisa selamat.
Meningkatnya represivitas di negeri demokrasi
Peristiwa menyedihkan di malam maulid yang menimpa Affan tak pelak memperpanjang rangkaian kekerasan oleh aparat keamanan negara terhadap rakyat sipil. Catatan Amnesty International menunjukkan bila hingga Juni 2024 lalu, penyiksaan terhadap warga sipil mengalami tren peningkatan.
Mirisnya, mayoritas tindakan represif tersebut justru beraktorkan aparat keamanan negara bernama Polri. Padahal, menurut konstitusi UUD 1945, Polri mestinya melindungi dan mengayomi masyarakat, alih-alih menjadi ‘tukang pukul’ bagi rakyat di negeri demokrasi ini.
“Meskipun sudah dijamin oleh konstitusi, Amnesty mencatat terdapat setidaknya 226 korban penyiksaan di Indonesia sejak Juli 2019,” terang Deputi Direktur Amnesty International Indonesia Wirya Adiwena.
Praktik represif aparat keamanan di lapangan berarti sebuah pelanggaran terhadap amanat konstitusi sekaligus ‘melindas’ batasan hukum. Seakan, senjata yang rakyat titipkan untuk menjaga negara malah berbalik menjadi alat pembunuh mematikan untuk rakyat sendiri.
Nabi Muhammad bersama kalangan mustadh’afin
Affan Kurniawan merupakan contoh rakyat sipil yang menuntut keadilan dan penegakan demokrasi di negeri ini. Praktik dan sistem bernegara yang oleh para petinggi negara jalankan kian hari kian jauh dari keadilan.
Mereka membentuk jaringan elitis yang bahkan menyebut rakyat konstituennya dengan istilah ‘jelata’. Tak pelak, rakyat murka. Rakyat tak lagi bisa mempercayai wakil-wakilnya di parlemen.
Di saat sebagian umat Islam merayakan maulid dengan berselawat dan berdoa, Affan dan koleganya berjuang di medan demonstrasi menyuarakan segala kritik. Ia sama dengan kalangan mustadh’afin lain yang mesti berhadapan dengan rezim kekuasaan dengan segala senjatanya.
Affan mungkin kini beristirahat dalam kebahagiaan. Ia bisa jadi tengah berdua dengan Nabi Muhammad di barzah sana. Sepanjang hidupnya, Sang Nabi dari Quraisy itu memang selalu sebendera dengan kaum mustadh’afin alias kelompok marjinal.
Solidaritas dan komitmen Nabi Muhammad terhadap kelompok terpinggirkan bahkan merentang jauh melintasi pelbagai sekat.
Figur yang mulia itu senantiasa memberi dengan segera (ijabah mu’ajjalah) tatkala para fakir miskin meminta uluran tangannya. Ia, yang maulidnya senantiasa membawa sukacita, juga seorang ‘bapak’ penyayang lagi dermawan (abu asy syafiq ar rahim) bagi para yatim dan duafa.
Meneladani Nabi dan Solidaritas untuk Affan
Kejadian nahas yang menimpa Affan semestinya bisa melecut empati umat Islam kepada saudara seiman. Ihtifal maulid yang mulanya berfungsi untuk meneladani karakter mulia Sang Nabi kini beroleh konteks aktualnya.
Yakni, sebagaimana telah nabi teladankan, umat Islam seyogianya bersatu menuntut keadilan untuk Affan. Segala pihak yang terlibat dalam tragedi berdarah itu mesti bertanggung jawab. Pelanggaran yang mereka lakukan bahkan merenggut nyawa manusia.
Polri telah menyampaikan bahwa mereka kini mengamankan tujuh anggotanya yang kuat berpotensi punya keterlibatan. Masyarakat jelas perlu mengawal dan mengawasi pernyataan Polri itu hingga proses hukum berjalan tuntas seadil-adilnya.
Penindasan yang kelompok marjinal alami seperti Affan adalah luka yang menyayat seluruh umat. Umat Islam merupakan satu-kesatuan bangunan solid yang saling menguatkan (yasyuddu ba’dhuhum ba’dhan).
Syahadat yang mereka ikrarkan merupakan tali pengikat bagi kesatu-tubuhan. Manakala ada salah satu yang terluka, maka sungguh seluruh anggota tubuh merasakannya. Atas nama Affan, kesucian maulid nabi, dan keadilan, bersatulah umat Islam! []