Mubadalah.id – Berbicara mengenai ruang pendidikan inklusif bagi penyandang disabilitas tak lengkap rasanya jika kita tidak mendengar cerita inspiratif dari seorang perempuan asal Jawa Timur bernama Nur Rohmajanti.
Perempuan yang banyak memberikan inspirasi lewat usaha kerasnya memberikan akses pendidikan inklusif bagi anak-anak disabilitas.
Nur Rohmajanti adalah seorang guru Sekolah Luar Biasa (SLB B) di Tulungagung, Jawa Timur. Perhatiannya terhadap isu disabilitas mulai tumbuh setelah ia lulus kuliah pada tahun 1991. Berangkat dari prinsip bahwa semua anak berhak mendapatkan pendidikan yang layak, pada tahun 2000 Nur mulai merintis sekolah untuk disabilitas di desa Turus, kecamatan Gurah, kabupaten Kediri.
Pada mulanya Nur beserta seorang temannya berkeliling kampung mencari anak-anak berkebutuhan khusus yang tidak mendapatkan akses pendidikan. Kendati melelahkan namun hal itu tidak membuat semangat Nur menjadi padam.
Usaha yang dilakukan Nur membuahkan hasil, ia berhasil merangkul 17 anak-anak berkebutuhan khusus yang kemudian ia didik di sekolah rintisannya. Lambat laun siswa di sekolahnya terus bertambah. Hingga kemudian di tahun 2005 ia menjadi guru tetap di Sekolah Luar Biasa bagi anak-anak tuna rungu (SLB B) Tulungagung.
Disabilitas bukanlah Penghalang
Keseharian Nur Rohmajanti menjadi guru bagi anak-anak disabilitas ia lalui dengan penuh kesabaran serta kegigihan. Di sekolah yang ia rintis, anak-anak disabilitas juga diajari beragam keterampilan seperti seni membatik, hingga mengikuti perlombaan di tingkat nasional.
Kendati seorang disabilitas, namun siswa didikan Nur pernah menempati podium ke-5 dalam lomba kreativitas siswa nasional (LKSN) dalam kategori lomba membatik.
Hal ini adalah bukti dari ketulusan hati seorang guru seperti Nur dalam memberikan akses pendidikan yang luas terutama bagi anak-anak disabilitas.
Anak-anak disabilitas berhak mendapatkan pendidikan yang layak dan inklusif. Selain itu, kesempatan bagi mereka untuk mengakses berbagai pengetahuan serta keterampilan juga patut menjadi perhatian.
Pada hakikatnya anak-anak disabilitas butuh akses yang dapat menunjang aktivitas serta ruang untuk berekspresi sebagaimana anak-anak non disabilitas.
Menjadi Pribadi yang bersyukur
Bagi Nur Rohmajanti, menjadi guru bagi anak-anak istimewa memberikan banyak membuatnya menjadi pribadi yang banyak bersyukur atas apa yang ia miliki.
Rasa syukur tersebut terpancar ketika melihat anak didiknya tumbuh dan berkembang. “Ketika melihat perkembangan murid-murid saya, yang awal masuk tidak bisa apa-apa, kemudian hingga berprestasi. itu kebahagiaan yang tidak bisa dibeli “, ujar Nur ketika diwawancarai oleh JawaPos.com.
Kebahagiaan yang ia peroleh tentu tidak instan. Membutuhkan kesabaran serta keikhlasan hati dalam menjalani kehidupan sebagai guru bagi anak-anak disabilitas. Karena menjadi guru bagi anak-anak disabilitas memliki tantangan tersendiri.
Tantangan yang paling sering ia hadapi adalah tentang bagaimana mengajari anak-anak tuna rungu agar dapat berbicara serta mengeluarkan suara yang lantang. Berbeda dengan anak-anak di sekolah non disabilitas yang notabene sudah fasih dalam berbicara.
Tantangan yang Nur hadapi tentu sangatlah berat serta membutuhkan kesabaran ekstra. Pendidikan bagi anak-anak disabilitas merupakan hak yang semestinya mereka dapatkan. Mereka juga berhak meraih masa depan yang cerah.
Dalam rangka memberikan pendidikan inklusi seperti Nur tentu saja membutuhkan empati serta kesabaran yang tinggi. Membuka akses pendidikan yang luas bagi anak-anak disabilitas dapat meretas stigma negatif yang berkembang di masyarakat.
Kisah inspiratif Nur Rohmajanti, perlu mendapat perhatian bagi kita semua bahwa pendidikan bagi anak-anak disabilitas sangatlah penting. Mereka butuh akses serta akomodasi yang mendukung, bukan belas kasihan dari orang lain. []










































