Mubadalah.id – Ada rindu yang hanya bisa disembuhkan dengan bergerak bersama. Rindu pada ruang aman, rindu pada kebersamaan, dan rindu pada tubuh yang diakui sepenuhnya sebagai milik perempuan. Rindu itulah yang kembali dikayuh oleh perempuan-perempuan Cirebon melalui Cewek Bike-bike (CBB) Vol. 2, tepat menjelang peringatan Hari Ibu.
Pada pagi 21 Desember 2025 lalu, di Bundaran Kebumen, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon, perempuan dari berbagai usia berkumpul, mengayuh sepeda, saling menyapa, dan tertawa. Di sana, tubuh perempuan hadir untuk dirayakan.
Acara ini dibuka oleh Wakil Wali Kota Cirebon, Siti Farida Rosmawati. Dalam sambutannya, ia menyampaikan harapan agar kegiatan gowes santai ini menjadikan perempuan Cirebon semakin kuat. Kekuatan itu juga lahir dari keberanian menyediakan ruang bagi diri sendiri untuk bergerak, beristirahat, sehat, dan bahagia.
Dalam masyarakat yang sering menuntut perempuan untuk selalu “siap melayani”. Maka dengan bersepeda bersama semakin menegaskan bahwa perempuan berhak atas waktu, tubuh, dan kesehatannya sendiri.
Seperti salah satu inisiator Azizah sampaikan bahwa CBB, Vol. 2 lahir dari kerinduan peserta untuk kembali berkumpul. Tema Hari Ibu, ia pilih karena ingin merayakan semua perempuan, bukan hanya ibu dalam pengertian biologis, tetapi perempuan dalam seluruh fase hidupnya.
Tema CBB Vol. 2
Jika di Vol. 1 yang dirayakan adalah “tubuh yang berani”, maka di Vol. 2 yang dirayakan adalah “tubuh yang dicintai”.
Pergeseran ini menjadi penting sebab perempuan terutama ibu, sibuk merayakan orang lain seperti anak, pasangan, keluarga hingga lupa bahwa hidupnya sendiri layak ia rayakan.
Dalam setiap kayuhan sepeda, bagi saya ada pesan bahwa mencintai diri bukanlah bentuk egoisme, melainkan fondasi utama bagi kesehatan fisik dan mental perempuan.
Di titik inilah makna “perempuan kuat” sangat saya rasakan. Sebab kekuatan tidak semata kita ukur dari keberanian turun ke jalan, tetapi juga dari pengetahuan dan kedaulatan atas tubuh sendiri. Merayakan tubuh berarti mengenalnya, merawatnya, dan melindunginya secara sadar.
Selain itu, dalam acara tersebut para panitia membagikan mawar kepada peserta. Bagi saya mawar itu adalah pengakuan bahwa setiap perempuan baik ibu, mbak-mbak Gen Z, dan mereka yang kelak akan menjadi ibu layak kita berikan apresiasi. Layak mendapatkan ruang aman, solidaritas, dan perhatian yang tulus.
Oleh karena itu, CBB berhasil membuktikan bahwa jalanan kota bisa mereka ubah menjadi ruang untuk saling menjaga. Tidak ada yang kita kejar, dan tidak ada yang merasa kalah. Yang ada adalah kayuhan pelan, tawa dan candaan.
Bahkan ini adalah gerakan tentang relasi yang setara dan saling menguatkan. Tentang perempuan yang berani hadir di ruang publik sekaligus berani mencintai tubuhnya sendiri.
Seperti tujuan yang disampaikan para inisiatornya, CBB ingin memastikan satu hal bahwa semua perempuan layak dirayakan. Dan perayaan itu kami wujudkan melalui pedal yang terus dikayuh sebagai pilihan untuk hidup sehat, berdaya, dan hadir sepenuhnya sebagai diri sendiri. []




















































