Mubadalah.id – Dalam relasi hubungan suami dan istri al-Qur’an menegaskan agar keduanya benar-benar memperlakukan pasangannya dengan baik (mu’asyarah bi al-ma’ruf), penuh cinta kasih, mengupayakan kerelaan (taradlin), dan mengembangkan tradisi dialog atau musyawarah dalam mengelola dan menyelesaikan segala masalah dalam rumah tangga.
Relasi suami dan istri yang demikian itu digambarkan oleh Allah Swt melalui ayat-ayat berikut ini:
اُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ اِلٰى نِسَاۤىِٕكُمْ ۗ هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَاَنْتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّ ۗ
Artinya: Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan istrimu. Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka. (QS. al-Baqarah ayat 187)
وَكَيْفَ تَأْخُذُوْنَهٗ وَقَدْ اَفْضٰى بَعْضُكُمْ اِلٰى بَعْضٍ وَّاَخَذْنَ مِنْكُمْ مِّيْثَاقًا غَلِيْظًا
Dan bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal kamu telah bergaul satu sama lain (sebagai suami-istri). Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil perjanjian yang kuat (ikatan pernikahan) dari kamu. (QS. an-Nisa ayat 21)
وَاِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاۤءَ فَبَلَغْنَ اَجَلَهُنَّ فَلَا تَعْضُلُوْهُنَّ اَنْ يَّنْكِحْنَ اَزْوَاجَهُنَّ اِذَا تَرَاضَوْا بَيْنَهُمْ بِالْمَعْرُوْفِ ۗ ذٰلِكَ يُوْعَظُ بِهٖ مَنْ كَانَ مِنْكُمْ يُؤْمِنُ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ ۗ ذٰلِكُمْ اَزْكٰى لَكُمْ وَاَطْهَرُ ۗ وَاللّٰهُ يَعْلَمُ وَاَنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ
Artinya: Dan apabila kamu menceraikan istri-istri (kamu), lalu sampai idahnya, maka jangan kamu halangi mereka menikah (lagi) dengan calon suaminya, apabila telah terjalin kecocokan di antara mereka dengan cara yang baik. Itulah yang dinasihatkan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman kepada Allah dan hari akhir. Itu lebih suci bagimu dan lebih bersih. Dan Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui. (QS. al-Baqarah ayat 232)
Perkawinan yang Kokoh
Ayat-ayat ini sesungguhnya menegaskan bahwa perkawinan yang dikehendaki al-Qur’an adalah perkawinan yang kokoh, yang memenuhi kebutuhan pasangan masing-masing. Yaitu keduanya harus saling melengkapi, saling berbagi, dan saling memperlakukan dengan baik, demi terciptanya kasih sayang, ketenteraman, dan kebahagiaan, baik antara suami dan istri. Juga termasuk antara suami-istri dengan anak-anak dan anggota keluarga yang lain.
Jika relasi yang adil ini terbangun dalam kehidupan rumah tangga, maka kekerasan dalam rumah tangga akan dapat mereka hindari. Karena kekerasan, baik dalam bentuk fisik, psikis, seksual, maupun ekonomi pada dasarnya adalah cermin ketidakrukunan keluarga akibat relasi yang timpang, relasi yang tidak adil, di antara mereka. []
Sumber: Buku Pertautan Teks dan Konteks dalam Muamalah karya Dr. Faqihuddin Abdul Kodir.