Mubadalah.id – Tren tentang berani terbuka di media sosial atau di ranah publik, adalah bentuk bahwa sesuatu yang terpendam perlu untuk kita keluarkan. Hal ini mendorong individu untuk berani bercerita curhat di media sosial. Mengeluarkan apa yang tersembunyi dalam diri. Entah pengalaman konyol, pengalaman buruk, bahkan suatu yang membuat orang bisa sampai tahap depresi dan trauma.
Kita sebagai manusia, yaitu makhluk sosial, memiliki kebutuhan dalam bersosialisasi. Nah bersosialisasi ini berisikan interaksi pada sesama manusia. Pada teman, pada keluarga, pada pasangan. Kebutuhan dalam berinteraksi ini berisikan obrolan kadang penting kadang juga tidak penting.
Manusia membutuhkan interaksi sosial karena manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri. Interaksi sosial perlu untuk memenuhi kebutuhan hidup dan tujuan bersama Manfaat interaksi sosial adalah untuk membangun hubungan dengan sesama manusia, saling membantu saat kesulitan, saling membangun kepercayaan, menumbuhkan rasa kepedulian, menyatukan perbedaan interaksi sosial.
Interaksi sosial juga dapat membantu manusia untuk menangani stres dan kecemasan. Kontak tatap muka dengan orang lain dapat memicu bagian dari sistem saraf kita yang melepaskan “Cocktail of Neurotransmitters” yang bertugas untuk mengatur respons kita terhadap stres dan kecemasan.
Bentuk Interaksi Sosial
Interaksi sosial berasal dari kata interaksi artinya tindakan yang terjadi secara dua orang atau lebih yang bereaksi akan timbal balik melalui kontak langsung maupun tidak langsung. Sosial yang berarti mencakup saling berkesinambungan atau bekerja sama seperti halnya manusia sebagai makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri dan akan membutuhkan orang lain.
Hubungan timbal balik antara individu maupun kelompok untuk menjalin hubungan pertemanan, diskusi, kerja sama yang diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat. Hubungan ini tercipta karena pada dasarnya manusia tidak bisa hidup tanpa orang lain.
Interaksi sosial individu merupakan pertemuan antara seseorang dengan individu lain yang bertujuan untuk memberikan aksi atau respons untuk menjadi teman dan mengarah ke arah bekerja sama jika reaksinya positif, namun jika reaksinya negatif kemungkinan akan muncul konflik atau pertentangan.
Interaksi Sosial terbagi menjadi dua yaitu asosiatif dan disasosiatif. Bentuk interaksi sosial asosiatif adalah interaksi sosial yang positif, untuk mengarah kebaikan akan kerja sama dan menciptakan sesuatu antara seseorang dengan yang lain untuk mencapai tujuan yang positif. Namun, interaksi sosial asosiatif ini terbagi lagi menjadi empat, yaitu:
Kontravensi, Mengungkap Aib Teman di Belakangnya
Kontravensi adalah upaya seseorang untuk membuka aib atau kekurangan teman yang sebelumnya mencurahkan hati padanya. Suatu waktu terjalin pertemanan yang akrab, sehingga menjadi ruang aman satu sama lain. Menjadi teman bercerita, menjadi orang kepercayaan yang kita mintai pertimbangan dalam menghadapi problematik hidup. Karena awalnya saling percaya, maka saru sama lain berani mengungkapkan hal-hal yang bersifat pribadi.
Menyebarkan aib teman alias bocor halus, adalah bentuk menentang suatu perkara secara tersembunyi supaya tidak terjadi perselisihan secara terbuka. Adapun biasanya seseorang akan bersikap ragu, tidak pasti, penyangkalan bahkan penolakan dengan tidak mengungkap secara terbuka. Ini disebabkan karena beralihnya pendirian, dengan membocorkan rahasia teman pada orang lain.
Perbuatan dalam bentuk kontravensi taktis, contohnya: membuat tuduhan tanpa alasan, menipu seseorang dengan berbagai alasan, membuka aib teman di khalayak umum, seseorang membocorkan rahasia pribadi temannya sendiri, karyawan mengkhianati perusahaan dengan membocorkan rahasia dagang, provokasi yang dilakukan sekelompok orang, mahasiswa tidak setuju dengan kebijakan pemerintah dan berdemo, dan lain sebagainya.
Konflik adalah sebuah pertentangan atau bisa menjadi tahap lanjutan dari kontravensi yang sifatnya terbuka yang biasanya akan menyebabkan pertikaian.
Penyebabnya adanya perbedaan argumentasi yang membuat rasa marah hingga benci dan dapat menimbulkan untuk saling menyerang bahkan melukai seseorang bahkan kelompok. Nah kontravensi ini, adalah membuat konflik secara diam-diam, yaitu membangun narasi negatif pada lawan di belakangnya, tidak secara terbuka.
Jangan Curhat Pada Orang yang Bermental Kepiting
Mental kepiting atau crab mentality adalah istilah yang menggambarkan perilaku seseorang yang iri dan egois terhadap kesuksesan orang lain. Istilah ini kita analogikan dengan perilaku kepiting yang mencapit dan menarik kepiting lain agar tidak keluar dari ember untuk bebas dan bahagia.
Tidak menyukai kerja sama, persatuan, dan kerja tim. Pemilik mental kepiting, biasanya memperlakukan semua orang sebagai kompetitor, tidak merayakan kesuksesan orang lain, karena menganggap sebagai saingan, hanya dirinyalah yang berhak untuk maju dan berprestasi.
Dampak mental kepiting bagi diri sendiri dan orang lain, antara lain: tidak bisa berkembang dan selalu terjebak di permasalahan yang sama, selalu dipenuhi perasaan negatif, hubungan yang dijalani bisa berdampak buruk, hati dan fisik tidak tenang terus-menerus.
Untuk mengatasi mental kepiting dalam diri sendiri, yaitu dengan memperdalam kesadaran diri sendiri, tetap gigih dan berjuang, mengembangkan nilai diri sendiri, menyadari bahwa tidak harus menjadi yang nomor satu, berdamailah jika diri menjadi nomor sekian, sehingga tidak kelelahan dalam mengatasi ego dalam diri sendiri, menghindari untuk menjadi perfeksionis dan haus validasi dan haus pujian.
Menjadi Ruang Aman, Sebagai Basic Manner dalam Interaksi Sosial
Firman Allah ada dalam surat AlHujarat ayat 12, di mana Allah mewajibkan manusia untuk merahasiakan aib temannya, tidak menggunjing satu sama lain.
اَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِّنَ الظَّنِّۖ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَّلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًاۗ اَيُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَّأْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَۗ اِنَّ اللّٰهَ تَوَّابٌ رَّحِيْمٌ ١
“Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak prasangka! Sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa. Janganlah mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Bertakwalah kepada Allah! Sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang.”
Manusia memang menyukai aktivitas bercerita curhat di media sosial. Aktivitas ini terkadang memunculkan hal-hal yang harusnya kita rahasiakan, namun butuh untuk didengarkan karena dianggap sangat membebani pikirannya. Sayangnya, kesadaran untuk menjadi ruang aman bagi orang lain ini tidak dimiliki oleh semua orang.
Saat menjadi teman curhat, seolah menjadi manusia yang dapat kita percaya. Namun selang beberapa waktu, apa yang kita minta untuk menjadi rahasia, malah tersebarkan pada orang lain dengan dalih sebagai cerita. Padahal bisa jadi hal itu memang suatu hal yang sangat ingin kita sembunyikan.
We Listen, We don’t Judge, Menjaga Rahasia sebagai Makhluk Sosial yang Beradab
Kembali pada kalimat yang sedang viral, bahwa sebagai manusia menyadari akan kebutuhan berinteraksi sosial. Menyadari bahwa manusia tidak akan luput dari kesalahan dan dosa. Menyadari bahwa manusia membutuhkan untuk saling tolong-menolong.
Maka saat mengetahui aib atau kekurangan orang lain memang sebaiknya tidak membeberkannya. Menjadi ruang aman terhadap sesama, siap menjadi tempat sandaran bagi teman yang membutuhkan tanpa membocorkannya.
Manusia boleh menyampaikan pendapat, tanpa menempatkan bahwa perempuan sebagai orang yang harus submissive. Justru perempuan harus bisa nge-state kebutuhan, maka perempuan tersebut jangan kita labeli sebagai perempuan yang keras kepala, juga bukan perempuan agresif. Perempuan harus terbiasa untuk mendeskripsikan, menyampaikan apa yang dia inginkan, dan dia butuhkan secara asertif.
Apabila teman curhat sampai membocorkan kekurangan temannya, maka berpikirlah berulang untuk bertindak pada tahap harus kita tegur. Maka menegur dengan cara yang baik, mengobrol secara langsung tidak di depan umum, menegur secara privat tanpa memberikan judgement. Tidak menjadikan aib teman sebagai senjata untuk menjatuhkan orang tersebut di lain waktu.
Menjadi dewasa secara mental dengan menyelesaikan konflik secara dewasa bahwa pertemanan tetap terjalin meski berkurang interaksi. Tetap menjaga silaturahmi, karena suatu waktu pasti akan datang masa saling membutuhkan. Jangan sampai merasa senang akan penderitaan orang lain, dan sedih atas kebahagiaan orang lain, atau yang kita sebut crab mentality. Susah melihat orang senang, dan senang melihat orang susah. []