Mubadalah.id – Masalah lingkungan hidup merupakan masalah global yang semakin disadari sebagai masalah yang kompleks dan serius yang dihadapi oleh umat manusia di dunia. Semakin padatnya jumlah penduduk dan terbatasnya sumber daya alam serta penggunaan teknologi modern untuk mengeksploitasi alam secara semena-mena dapat membawa kepada semakin menurunnya kualitas lingkungan hidup. Lantas bagaimana etika lingkungan dalam Al Qur’an?
Persoalan ekologi merupakan salah satu dari lima isu aktual dewasa selain globalisasi, demokrasi, HAM, dan gender. Bahkan isu ekologi akan menjadi tema yang selalu menarik dan aktual untuk dikaji, mengingat krisis lingkungan sudah menjadi persoalan serius global saat ini yang meresahkan masyarakat dunia. Sehingga hampir tidak ada satu negara pun yang luput dari dampak krisis ini.
Dalam al-Quran pada Qs. ar-Rum (30): 41, Allah dengan jelas memperingatkan umat manusia mengenai kerusakan yang terjadi di muka bumi ini sebagai hasil dari perilaku manusia itu sendiri.
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”
Peran yang selama ini sering terlupakan yaitu peran agama dan etika. Penyebabnya adalah keserakahan yang bersifat ekonomi, ketidaktahuan (kebodohan) bahwa lingkungan perlu untuk kehidupannya dan kehidupan orang lain serta keselarasan terhadap semua kehidupan dan materi yang ada di sekitarnya.
Menurut Sayyed Hossein Nasr (seorang intelektual Islam dan guru besar di berbagai Universitas di dunia barat), agama memiliki peran penting dalam membantu mengatasi masalah lingkungan yang krusial ini. Bagi Nasr, alam adalah simbol Tuhan. Pemahaman terhadap simbol ini akan mengantarkan pada eksistensi dan keramahan Tuhan. Merusak alam sama dengan “merusak” Tuhan.
Menurut Chapman sejatinya semua agama (Islam, Kristen, Yahudi, Hindu, Budha, Tionghoa dan lain-lainnya), telah menumbuhkan kesadaran akan kearifan terhadap lingkungan hidup. Perlu kita tanamkan kepada masyarakat bahwa pentingnya etika dalam melestarikan lingkungan.
Oleh karena itu, etika lingkungan sangat diperlukan agar setiap kegiatan masyarakat yang berkaitan dengan lingkungan dipertimbangkan secara cermat sehingga keseimbangan lingkungan tetap terjaga. Etika lingkungan tidak hanya berbicara mengenai perilaku manusia terhadap alam namun juga mengenai hubungan diantara alam dan manusia (hablum minannas).
Terdapat banyak permasalahan tentang etika lingkungan yang berkaitan dengan keprihatinan terhadap sikap manusia yang sewenang wenang terhadap alam. Etika lingkungan mencakup banyak prinsip etika lingkungan yang berfungsi sebagai pedoman bagi praktik moralitas manusia.
3 Etika Lingkungan dalam Al Qur’an
Dalam rangka memajukan kelestarian lingkungan, kita akan mulai dengan mengkaji makna dan nilai kehidupan yang terkandung dalam al-Qur’an. Konsep Al-Qur’an sebagai pedoman etika lingkungan dapat dilihat pada konsep Al Ishlah, Al Ihsan, dan At Ta’mir.
Pertama, konsep kata Al-Ishlah. Ishlah berasal dari akar kata yang terdiri shad lam dan ha yang berrati baik dan bagus, sebagai antonim dari rusak dan jelek, ishlah memiliki arti sesuatu yang telah rusak, mendamaikan dan menjadikan sesuatu yang berguna dan manfaat.
Ishlah juga digunakan sebagai ungkapan untuk memperbaiki semua bentuk kerusakan yang diakibatkan dari pelanggaran manusia terhadap ketentuan-ketentuan yang berlaku. Karena itu didalam al-Qur’an ishlah dikontraskan dengan fasad. Al – Isra:142, Yunus : 81, as-Syu’ara: 152, an-Naml: 48.
Kedua, konsep Kata Al-Ihsan. Komitmen Al-Qur`an terhadap keberlanjutan dapat dilihat dalam konsep al-ihsan al-Qur`an. Istilah ini memiliki nilai untuk menjaga dan memelihara dalam kondisi sempurna. Ayat yang mengandung arti berbuat ihsan termaktub dalam al-Aqur’an surah Al-Qashash (28):77.
Ketiga, konsep kata Ta’mir. Dalam Al-Qur’an, konsep perbuatan dalam hubungannya dengan lingkungan termasuk dalam konsep Ta’mir. Kata tersebut berasal dari kata amara, yang berarti kemakmuran. Salah satunya adalah memerintahkan manusia untuk mengelola lingkungannya sesuai dengan prinsip-prinsip keberlanjutan. Ayat yang menjelaskan tentang konsep Ta’mir termaktub dalam al-Aqur’an surah ar-Ruum (30):9.
Dalam Al-Qur’an ini sudah jelas bahwa Allah Swt melarang manusia untuk melakukan eksploitasi terhadap alam. Dalam ayat-ayat diatas telah diajarkan untuk mengelola sumber daya alam dengan bijak dan mengingatkan generasi yang akan datang. Generasi berikutnyalah yang akan merasakan akibat dari generasi sebelumnya. Kalau generasi sebelumnya bersedia untuk tidak egois, dapat dipastikan generasi baru, hingga anak cucunya masih dapat menikmati keindahan alam ini.
Etika lingkungan Qur’ani dapat diwujudkan oleh masyarakat dalam bentuk penolakan tambang dan relokasi irigasi, serta mengadakan reboisasi dan pengurangan pembuangan sampah yang secara liar. Dalam konsep etika lingkungan hidup manusia selalu diajarkan untuk selalu bersikap hormat alam, karena alam adalah bagian dalam hidup manusia.
Jika manusia tidak menjaga alam mereka sama saja seperti menghancurkan hidupnya sendiri. Manusia tidak hanya sekedar mengelolanya, tapi mereka mempunyai kewajiban untuk menjaga, merawat dan memakmurkannya. Cara memakmurkannya dapat dimulai dari lingkungan keluarga. []