Mubadalah.id – Salah satu Ketua Majelis Musyawarah Kongres Ulama Perempuan Indonesia (MM KUPI), Nyai Hj. Badriyah Fayumi, Lc. MA menjelaskan bahwa evolusi jilbab sebagai kerudung yang menutup kepala, rambut, leher dan dada di Indonesia baru mulai populer di tahun 1980-an.
Mulai saat itu, Nyai Badriyah menyebutkan, jilbab mengalami proses evolusi yang relatif cepat dan signifikan, di mana situasi politik ikut mempengaruhi evolusi tersebut.
Terlebih saat awal era 1980-an, jilbab belum banyak dikenakan muslimah. Jilbab identik dengan kalangan santri, kelompok usroh dan tarbiyah.
Meski sama-sama berjilbab, perbedaan jilbab kalangan pesantren tradisional dan kelompok usroh / tarbiyah bisa dengan mudah mengenalinya.
Pada era itu, Nyai Badriyah menceritakan, penggunaan jilbab di sekolah negeri memerlukan perjuangan dan pengorbanan.
Siswi SMP dan SMA negeri yang berjilbab masuk dalam melanggar aturan berseragam, karena secara nasional pakaian sekolah adalah rok pendek dan kemeja lengan pendek.
Banyak perempuan dari kalangan santri terpaksa tidak bisa melanjutkan ke sekolah umum negeri karena aturan tersebut.
Lebih lanjut, Nyai Badriyah mengungkapkan, PNS perempuan yang menggunakan jilbab sering mendapat perlakuan tidak menyenangkan, termasuk tidak mendapat promosi jabatan.
Jilbab saat itu, kata Nyai Badriyah, tak sekedar simbol ketaatan beragama. Ia juga simbol keberanian dan bahkan perlawanan.
Meskipun banyak orang takut mengenakannya, karena pandangan umum yang merupakan cerminan dari cara pandang pemerintah, mencurigai jilbab sebagai perlawanan terhadap pemerintah dan Islam garis keras. []