• Login
  • Register
Sabtu, 21 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Buku

Fiqh Al Usrah: Menemukan Sepotong Puzzle yang Hilang dalam Kajian Fiqh Kontemporer

Keluarga yang berakhlak baik akan menjadi ruang pendidikan dan pengembangan bagi setiap individu yang ada di dalamnya.

Rezha Rizqy Novitasary Rezha Rizqy Novitasary
21/06/2025
in Buku, Rekomendasi
0
Fiqh Al Usrah

Fiqh Al Usrah

1.2k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Kini, telah lewat masanya membaca buku rujukan tentang fiqh yang menyudutkan, membebani, dan membatasi ruang gerak perempuan. Sebagai seorang perempuan, itulah kesan yang saya tangkap saat membaca buku Fiqh Al Usrah karya Kiai Faqih.

Dulu, saya membaca buku-buku fiqh kontemporer dengan hati yang dilema. Hukum halal-haram, baik-buruk, seolah jadi konsekuensi tunggal atas pilihan hidup perempuan. Sebagai seorang perempuan yang memilih kuliah dan berkarir, seringkali saya dihadapkan pada pernyataan bahwa diri saya tak bisa menjadi perempuan ‘baik’ menurut versi Islam.

Benarkah demikian? Benarkah Islam datang untuk membatasi ruang gerak perempuan? Fiqh Al Usrah hadir untuk menjawab sepotong puzzle yang hilang dari buku-buku yang pernah saya baca.

Seperti puzzle, buku ini tentu saja tidak menggantikan buku-buku Fiqh lain yang telah lama beredar. Tapi, ia melengkapi dan menggenapkan pemahaman atas tujuan Islam yang rahmatan lil ‘alamin. Ia memantik dimensi akhlak dalam pembahasan sebagian dari isu-isunya.

Islam mengajarkan bahwa ibadah tidak berputar dalam ritual spiritual semata. Tanpa akhlak sosial yang baik, tak ada gunanya ibadah spiritual yang kita lakukan. Bukankah kita ingat, bahwa ada seorang yang rugi di hari kiamat. Ia rugi bukan karena banyaknya utang. Tapi, sebab pahala puasa dan salatnya habis sebab mendzalimi tetangganya.

Baca Juga:

Relasi Hubungan Seksual yang Adil bagi Suami Istri

Pentingnya Relasi Timbal Balik dalam Hubungan Intim Suami Istri

Film Azzamine: Ketika Bentuk Proteksi Orang Tua Kepada Anak Perempuan Disalahartikan

Membangun Rumah Tangga yang Berdimensi Akhlak Mulia

Akhlak dalam Keluarga

Mengapa penting mengkaji akhlak dalam keluarga? Sebab, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat. Keluarga yang berakhlak baik akan menjadi ruang pendidikan dan pengembangan bagi setiap individu yang ada di dalamnya.

Keluarga terdiri atas individu-individu yang terikat dalam perkawinan. Kebaikan dalam kehidupan rumah tangga akan menjadi awal bagi kebaikan di ruang publik yang lebih luas.

Fiqh Al Usrah mengajak kita menggunakan nalar kritis ketika membaca teks rujukan, baik ayat Al Quran maupun hadist. Contohnya tentang relasi laki-laki dan perempuan. Beberapa orang memandang harus ada batasan ketat antara relasi laki-laki dan perempuan di luar hubungan pernikahan.

Pembatasan interaksi kedua jenis kelamin di luar hubungan pernikahan seringkali disandarkan pada kekhawatiran akan dosa ikhtilat dan khalwat. Jika merujuk pada hal tersebut, tentu kita akan merasa kerepotan sebab nyatanya ada banyak hal yang membutuhkan interaksi antara kedua jenis kelamin di berbagai ruang publik.

Padahal, sebagai manusia, baik laki-laki maupun perempuan sama-sama memiliki misi yang sama, yaitu menjadi khalifah di muka bumi. Harusnya kekhawatiran atas dosa ikhtilat dan khalwat tidak boleh menjadi penghalang bagi kita untuk menunaikan tugas dan tanggung jawab kita, terutama di ruang publik.

Pembatasan Ikhtilat

Berbagai sudut pandang baru saya temukan di buku ini. Misalnya tentang pembatasan ikhtilat yang konon katanya bisa memancing kehadiran setan. Keberadaan setan dalam interaksi laki-laki dan perempuan, harusnya dimaknai sebagai kewaspadaan, bukannya pengharaman total. Bukankah di pasar dan kamar mandi juga ada setan? Tapi tentu saja kita tidak dilarang melakukan aktivitas di kedua tempat tersebut, bukan?

Kita juga diajari untuk melihat suatu permasalahan dari perspektif mubadalah. Tiga hal dasar dalam relasi mubadalah, adalah bermartabat, adil, dan maslahat. Hal ini mengingatkan kita pada pernyataan Bu Nur Rofiah, bahwa setiap manusia adalah sama di mata Allah, sama-sama hamba, yang membedakan hanyalah kadar ketaqwaannya.

Salah satu contoh permasalahan yang dibahas adalah relasi suami-istri. Alih-alih melanggengkan budaya patriarki yang memandang laki-laki adalah sebagai pemilik dan penguasa istri, buku ini justru memaparkan bahwa laki-laki dan perempuan adalah partner yang setara dalam pernikahan.

Hal ini tentu amat sesuai dengan kata zawj yang berarti pasangan. Zawj digunakan oleh Al Quran untuk menggambarkan relasi antara laki-laki dan perempuan di dalam ikatan pernikahan.

Selalu menarik membaca lembar demi lembar pembahasan suatu topik dalam buku ini. Rasa penasaran dan nalar kritis saya terpuaskan setelah mendengar sudut pandang yang disajikan. Seringkali saya ingin memotret suatu halaman dan mengunggahnya di status sosial media.

Perempuan Subjek Penuh Kehidupan

Buku ini juga menegaskan bahwa mayoritas ulama menganggap mempelai perempuan adalah subjek penuh. Ia bukan objek yang bisa bebas dinikahkan walinya tanpa seizin darinya.

Kendati akad nikah terucapkan oleh pihak laki-laki sebagai wali perempuan dan mempelai laki-laki, mahar tetap menjadi hak milik mempelai perempuan. Ia pun berhak menggugat cerai kepada suaminya jika tak bisa memenuhi kewajiban.

Saat membaca topik Perkawinan Toksik bukan Alasan Hindari Zina, saya bertepuk tangan di dalam hati. Buru-buru menikah hanya demi alasan menghindari zina bukanlah kebaikan. Zina adalah suatu keharaman. Menghindari zina tidak boleh dengan keharaman yang lain yaitu menyakiti pasangannya sebab ia memiliki banyak sisi red flag.

Tentu saja hal ini tidak bermaksud untuk mengecilkan niat mulia dalam pernikahan. Namun, tujuannya adalah melindungi perempuan dan anak-anak dari kesewenang-wenangan laki-laki yang hanya bersandar pada hukum ‘sah’ secara agama. Ikhtiar untuk melindungi perempuan dan anak-anak dari kesewenang-wenangan pihak lain yang hanya mengatas namakan ‘sah’ menurut Islam adalah tanggung jawab kita semua.

Menikah bukan hanya untuk menghalalkan hubungan seks antara suami istri. Sebab, kehalalan dalam hubungan seks hanya semacam appetizer dalam sebuah hubungan. Makanan utamanya adalah cinta kasih dan kebahagiaan antara kedua mempelai. Karenanya, akhlak paling utama dari keduanya adalah tanggung jawab bersama dari kedua belah pihak.

Nasihat dan Hikmah

Selain mengulas topik terkait keluarga, saya juga menemukan banyak nasihat dan hikmah yang terselip di antara beberapa ulasannya. Contohnya saat secara tersirat kita diingatkan agar tidak mudah merasa lebih baik daripada orang lain.

Orang yang biasa memandang buruk orang lain, akan mudah melakukan keburukan kepada orang tersebut. Seringkali manusia yang benci kepada manusia lain tidak bisa bersikap adil kepada mereka. Padahal adil adalah yang lebih dekat pada ketaqwaan.

Perspektif keadilan juga tampak pada pembahasan keharaman hukum Nikah Tahlil. Nikah Tahlil artinya, pasangan suami istri yang sudah bercerai tiga kali, lalu suami meminta istri menikah lagi lalu bercerai dengan suami baru hanya untuk menghalalkan rujuk dengan suami pertama.

Hal ini menegaskan pentingnya akhlak tanggung jawab berumah tangga. Yaitu komitmen dan keseriusan masing-masing pihak dalam ikatan pernikahan untuk membangun keluarga. Keharaman nikah tahlil mengajak kedua pihak mempelai untuk tidak mempermainkan janji dalam pernikahan. Serta memikirkan betul-betul jika akan memutuskan untuk berpisah.

Masih banyak topik lain tentang persiapan dan pelaksanaan pernikahan serta akhlak dalam membangun rumah tangga yang tak kalah menarik untuk kita baca dalam buku ini. Sudut pandang baru yang melengkapi pembahasan hukum halal haram tersajikan dengan bahasa yang ringan, mengalir, dan mudah kita pahami. Kita bisa menjadikannya bahan renungan mandiri maupun diskusi bersama pasangan.

Membaca Fiqh Al Usrah mengetuk kesadaran terdalam saya sebagai seorang muslim. Bahwa mewujudkan kehidupan keluarga yang kokoh, terpelajar, dan membahagiakan adalah kewajiban kolektif umat Islam. Karena keluarga yang maslahat akan menjadi cikal bakal masyarakat yang maslahat pula. []

Tags: Dr. Faqihuddin Abdul KodirfiqhFiqh Al Usrahkeluargaperspektif mubadalahRelasiRelasi Pernikahan
Rezha Rizqy Novitasary

Rezha Rizqy Novitasary

Guru Biologi SMA, tertarik dengan isu perempuan dan kesetaraan gender. Rezha merupakan peserta Kepenulisan Puan Menulis Vol. 1.

Terkait Posts

Membangun Rumah Tangga

Membangun Rumah Tangga yang Berdimensi Akhlak Mulia

20 Juni 2025
Ekoteologi Kemenag

Menakar Ekoteologi Kemenag Sebagai Kritik Antroposentrisme

20 Juni 2025
Crime and Punishment

Ulasan Crime and Punishment: Kritik terhadap Keangkuhan Intelektual

19 Juni 2025
Revisi Sejarah

Ibnu Khaldun sebagai Kritik atas Revisi Sejarah dan Pengingkaran Perempuan

19 Juni 2025
Penulisan Ulang Sejarah Indonesia

Dari Indonesia-sentris, Tone Positif, hingga Bisentris Histori dalam Penulisan Ulang Sejarah Indonesia

18 Juni 2025
Istri Marah

Melihat Istri Marah, Benarkah Suami Cukup Berdiam dan Sabar agar Berpahala?

17 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Stereotipe Perempuan

    Stereotipe Perempuan sebagai Ibu Rumah Tangga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fiqh Al Usrah: Menemukan Sepotong Puzzle yang Hilang dalam Kajian Fiqh Kontemporer

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pentingnya Relasi Timbal Balik dalam Hubungan Intim Suami Istri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film Azzamine: Ketika Bentuk Proteksi Orang Tua Kepada Anak Perempuan Disalahartikan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Membangun Rumah Tangga yang Berdimensi Akhlak Mulia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Urgensi Ijtihad Fikih yang Berpihak Kepada Perempuan
  • Bukan Sekadar “Jangan Bermindset Korban Kalau Ingin Sukses”, Ini Realita Sulitnya Jadi Perempuan dengan Banyak Tuntutan
  • Relasi Hubungan Seksual yang Adil bagi Suami Istri
  • Mengapa Cinta Alam Harus Ditanamkan Kepada Anak Sejak Usia Dini?
  • Pentingnya Relasi Timbal Balik dalam Hubungan Intim Suami Istri

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID