Rabu, 10 Desember 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Bencana di Sumatera

    Bencana Alam di Aceh dan Sumatera Harus Ditetapkan sebagai Bencana Nasional

    Ayat Ekologi

    Dr. Faqih: Ayat Ekologi Menjadi Peringatan Tuhan atas Kerusakan Alam

    Bencana

    Agama Harus Jadi Rem: Pesan Dr. Faqih atas Terjadinya Bencana di Aceh dan Sumatera

    Bencana di Aceh dan

    Dr. Faqih Bongkar Gagalnya Kontrol Agama dan Negara atas Bencana di Aceh dan Sumatera

    Bencana Sumatera

    Ketika Rakyat Membayar Kerusakan, Korporasi Mengambil Untung: Kritik WALHI atas Bencana Berulang di Sumatera

    Bencana di Aceh

    WALHI Desak Evaluasi Total Izin Usaha di Aceh dan Sumatera untuk Hentikan Siklus Bencana

    Bencana di Aceh

    WALHI Tegaskan Banjir dan Longsor di Aceh dan Sumatera adalah Akumulasi Kebijakan Buruk

    Kerusakan Ekologi

    Ini Pola, Bukan Bencana: WALHI Ungkap Akar Kerusakan Ekologi Aceh dan Sumatera

    Energi Bersih

    Dakwah Energi Bersih Umi Hanisah: Perlawanan dari Dayah di Tengah Kerusakan Ekologis Aceh Barat

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Relasi Difabel

    Relasi Difabel dan Jurnalisme: Antara Representasi, Sensasi, dan Keadilan Narasi

    Skizofrenia

    Skizofrenia: Bukti Perjuangan Disabilitas Mental

    Kerusakan Ekologi

    Kerusakan Ekologi dan Tanggung Jawab Agama: Refleksi Tadarus Subuh ke-173

    Dunia Digital

    Menguatkan Kesehatan Mental dan Psikososial Anak di Dunia Digital Bersama Para Pakar

    Manusia dan Alam

    Alam Bukan Objek: Nyatanya Manusia dan Alam Saling Menghidupi

    HAKTP

    Praktik HAKTP dalam Jurnalisme Algoritmik

    Teodise

    Di Tengah Bencana, Di Mana Tuhan? Teodise dan Hikmah Kemanusiaan

    Ekoteologi Islam

    Ekoteologi Islam: Membangun Etika Lingkungan di Era Antroposen

    Suara Korban

    Ketika Suara Korban Terkubur oleh Kata ‘Asusila’

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Mimi Monalisa

    Aku, Mama, dan Mimi Monalisa

    Romantika Asmara

    Romantika Asmara dalam Al-Qur’an: Jalan Hidup dan Menjaga Fitrah

    Binatang

    Animal Stories From The Qur’an: Menyelami Bagaimana Al-Qur’an Merayakan Biodiversitas Binatang

    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Bencana di Sumatera

    Bencana Alam di Aceh dan Sumatera Harus Ditetapkan sebagai Bencana Nasional

    Ayat Ekologi

    Dr. Faqih: Ayat Ekologi Menjadi Peringatan Tuhan atas Kerusakan Alam

    Bencana

    Agama Harus Jadi Rem: Pesan Dr. Faqih atas Terjadinya Bencana di Aceh dan Sumatera

    Bencana di Aceh dan

    Dr. Faqih Bongkar Gagalnya Kontrol Agama dan Negara atas Bencana di Aceh dan Sumatera

    Bencana Sumatera

    Ketika Rakyat Membayar Kerusakan, Korporasi Mengambil Untung: Kritik WALHI atas Bencana Berulang di Sumatera

    Bencana di Aceh

    WALHI Desak Evaluasi Total Izin Usaha di Aceh dan Sumatera untuk Hentikan Siklus Bencana

    Bencana di Aceh

    WALHI Tegaskan Banjir dan Longsor di Aceh dan Sumatera adalah Akumulasi Kebijakan Buruk

    Kerusakan Ekologi

    Ini Pola, Bukan Bencana: WALHI Ungkap Akar Kerusakan Ekologi Aceh dan Sumatera

    Energi Bersih

    Dakwah Energi Bersih Umi Hanisah: Perlawanan dari Dayah di Tengah Kerusakan Ekologis Aceh Barat

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Relasi Difabel

    Relasi Difabel dan Jurnalisme: Antara Representasi, Sensasi, dan Keadilan Narasi

    Skizofrenia

    Skizofrenia: Bukti Perjuangan Disabilitas Mental

    Kerusakan Ekologi

    Kerusakan Ekologi dan Tanggung Jawab Agama: Refleksi Tadarus Subuh ke-173

    Dunia Digital

    Menguatkan Kesehatan Mental dan Psikososial Anak di Dunia Digital Bersama Para Pakar

    Manusia dan Alam

    Alam Bukan Objek: Nyatanya Manusia dan Alam Saling Menghidupi

    HAKTP

    Praktik HAKTP dalam Jurnalisme Algoritmik

    Teodise

    Di Tengah Bencana, Di Mana Tuhan? Teodise dan Hikmah Kemanusiaan

    Ekoteologi Islam

    Ekoteologi Islam: Membangun Etika Lingkungan di Era Antroposen

    Suara Korban

    Ketika Suara Korban Terkubur oleh Kata ‘Asusila’

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Mimi Monalisa

    Aku, Mama, dan Mimi Monalisa

    Romantika Asmara

    Romantika Asmara dalam Al-Qur’an: Jalan Hidup dan Menjaga Fitrah

    Binatang

    Animal Stories From The Qur’an: Menyelami Bagaimana Al-Qur’an Merayakan Biodiversitas Binatang

    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom

Gerakan Bersama Stop Perkawinan Anak

Zahra Amin Zahra Amin
20 Desember 2022
in Kolom
0
perkawinan anak

Ilustrasi: Pixabay

13
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Perkawinan anak merupakan bentuk kekerasan dan diskriminasi terhadap anak, serta pelanggaran terhadap hak anak, khususnya hak untuk menikmati kualitas hidup yang baik dan sehat, serta hak untuk tumbuh dan berkembang sesuai usianya. Perkawinan anak akan mencabut hak anak untuk menuntaskan pendidikan wajib belajar 12 tahun. Harus menanggung beban dan pengasuhan anaknya, beresiko tinggi dalam hal reproduksi, dan menyumbang angka kematian ibu serta bayi.

Kekerasan terhadap perempuan dan anak merupakan fenomena gunung es. Terlihat sedikit, namun banyak fakta yang terjadi dan tidak muncul di permukaan. Data dari berbagai lembaga perlindungan anak dan kepolisian belum mencerminkan kenyataaan sesungguhnya. Karena tidak semua korban dan pihak yang melihat adanya kekerasan melaporkan kepada kepolisian atau kepada lembaga perlindungan perempuan dan anak.

Rendahnya kesadaran korban dan masyarakat yang membenarkan bahwa tindak kekerasan merupakan bentuk pendidikan terhadap istri dan anak, serta adanya anggapan bahwa melaporkan tindak kekerasan adalah membuka aib keluarga menjadi penyebabnya. Selain itu, fakta menunjukkan bahwa sebagian besar korban, tidak ingin melaporkan tindak kekerasan yang dialaminya, karena adanya ketergantungan ekonomi terhadap pelaku kekerasan.

Baca juga: Menghentikan Petaka Pernikahan Anak

Hal yang demikian tentu menjadi masalah yang harus diselesaikan secara bersama agar tidak ada lagi perkawinan anak yang akan merugikan banyak pihak. Dalam peraturan perundangan terkait perkawinan di Indonesia masih mengacu pada UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, yang menyebutkan bahwa usia diperbolehkan menikah untuk perempuan 16 tahun dan laki-laki 19 tahun.

Padahal usia tersebut bertentangan dengan UU. No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang di dalamnya menyebutkan bahwa anak adalah mereka yang berusia di bawah 18 tahun. Hal ini memperlihatkan jika aturan mengenai perkawinan masih melegalkan perkawinan anak sedangkan fakta ini mengakibatkan persoalan baru lainnya.

Berangkat dari kondisi yang demikian, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Susana Yembesie meminta semua pemangku kebijakan termasuk kalangan tokoh adat, tokoh masyarakat, tokoh politik dan tokoh agama agar bersama-sama menghentikan perkawinan anak, karena perkawinan anak menghancurkan masa depan generasi penerus bangsa.  Peluncuran gerakan bersama ini dilaksanakan pada Jumat, 3 Nopember 2017 di Jakarta.

Baca juga: 26 Persen Perempuan Indonesia Menikah di Bawah Umur

Dari sisi agama, Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) yang diselenggarakan April 2017 silam, memutuskan bahwa mencegah perkawinan anak hukumnya wajib. Hal ini disandarkan pada dasar hukum antara lain: pertama, tujuan pernikahan adalah ketenangan jiwa (sakinah) atas dasar kasih sayang (mawaddah wa rahmah) (QS. Arrum, 30:21).  Kedua, perintah untuk tidak memiliki generasi yang lemah (QS. Annisa, 4:9).

Ketiga, perintah menjadi umat terbaik dengan berperan aktif dalam kerja-kerja sosial kemasyarakatan (QS. Ali Imran, 3: 110. Keempat, larangan menjerumuskan diri dalam kebinasaan (QS. Albaqarah, 2:195). Kelima, perintah agar menggunakan wewenang secara adil (QS. Annisa, 4:58). Keenam, perintah berlaku adil dan berbuat baik (QS. Annahl, 16:90). Ketujuh, anjuran untuk menuntut ilmu, karena mereka yang memiliki ilmu akan diangakat derajat mereka di sisi Allah SWT (QS. Almujaadilah, 58:11).

Selain itu, dalam forum KUPI dimasukkan pula materi perkawinan anak sebagai salah satu draft pembahasan, sehingga menghasilkan sikap dan pandangan keagamaan ulama perempuan terkait dengan perkawinan anak.

Sikap dan pandangan itu antara lain: pertama, hukum mencegah pernikahan anak dalam konteks perwujudan kemaslahatan keluarga sakinah, mawaddah, wa rahmah adalah wajib. Karena pernikahan anak lebih banyak menimbulkan madlarat/mafsadah daripada mendatangkan maslahat/manfaat.

Kedua, pihak-pihak yang paling bertanggungjawab untuk melakukan pencegahan pernikahan anak adalah orangtua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara. Ketiga, hal yang bisa dilakukan pada anak yang mengalami pernikahan sebagai bentuk perlindungan adalah memastikan hak-haknya sebagai anak tetap terpenuhi sebagaimana hak-hak anak lainnya, terutama hak pendidikan, kesehatan, pengasuhan dari orang tua dan perlindungan dari segala bentuk kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi.

Di samping itu, yang patut dicermati pada penghentian perkawinan anak bukan hanya tugas dan tanggung jawab perempuan semata, tetapi juga lelaki karena anak laki-laki yang menjadi korban perkawinan anak pun mengalami resiko yang sama, putus sekolah dan menerima beban memberi nafkah lahir batin sebagai kepala rumah tangga dalam usia dini dan mental yang masih labil. Hal ini akan mengakibatkan kekerasan dalam rumah tangga, dan meningkatkan angka perceraian karena pondasi ekonomi yang belum siap.

Kemudian melihat persoalan perkawinan anak dalam bingkai kebangsaan yang lebih luas, di mana jika perkawinan anak tidak dihentikan, maka 10 tahun ke depan, kualitas sumber daya manusia Indonesia, baik secara intelektual, emosional dan spiritual akan lemah. Karena ketidaksiapan sebagai orangtua hingga tak mampu memberikan pola pengasuhan dan pendidikan yang memadai bagi anak-anaknya.

Bahkan dalam konteks yang lain, penghentian perkawinan anak pun akan mampu mencegah radikalisme atas nama apapun, yang mengancam disintegrasi NKRI. Karena lemahnya sumber daya manusia dan ekonomi menjadikan korban perkawinan anak rentan dan mudah diperdaya untuk melawan dan membenci, orang-orang yang tidak sepaham dengannya. Sehingga nilai-nilai toleransi, demokrasi dan keberagaman akan terancam hilang di kemudian hari.

Dalam perspektif mubadalah, penghentian perkawinan anak jelas harus dilakukan karena bertentangan dengan prinsip kesalingan. Di mana tidak boleh ada paksaan dalam pernikahan oleh pihak manapun, karena ketika tujuan membangun rumah tangga yang menginginkan kebahagiaan bagi kedua belah pihak, lelaki dan perempuan, tidak tercapai maka hubungan timbal balik antar keduanya harus dipertanyakan.

Bila lebih banyak merugikan salah satu pihak, maka tak ada kesalingan di sana. Jadi harus ada upaya untuk menghentikan perkawinan anak, atau menunda pernikahan hingga saat yang tepat, reproduksi sehat dan kuat, usia yang matang serta ekonomi yang mapan agar siap membangun prinsip kesalingan dalam keluarga, dan kelak akan mampu menghasilkan generasi yang hebat.[]

Tags: agamaanakGenderperempuanperkawinanperkawinan anakpernikahan
Zahra Amin

Zahra Amin

Zahra Amin Perempuan penyuka senja, penikmat kopi, pembaca buku, dan menggemari sastra, isu perempuan serta keluarga. Kini, bekerja di Media Mubadalah dan tinggal di Indramayu.

Terkait Posts

Bencana
Aktual

Agama Harus Jadi Rem: Pesan Dr. Faqih atas Terjadinya Bencana di Aceh dan Sumatera

9 Desember 2025
Bencana di Aceh dan
Aktual

Dr. Faqih Bongkar Gagalnya Kontrol Agama dan Negara atas Bencana di Aceh dan Sumatera

8 Desember 2025
Hukum Perkawinan Beda Agama
Publik

Ketidakpastian Hukum Perkawinan Beda Agama di Indonesia

6 Desember 2025
Kekerasan Perempuan
Aktual

16 HAKTP di Majalengka: Membaca Ulang Akar Kekerasan terhadap Perempuan dari Ruang Domestik dan Publik

6 Desember 2025
16 HAKTP
Publik

16 HAKTP di Tengah Bencana: Perempuan dan Anak Jadi Korban Ganda Kerusakan Alam

5 Desember 2025
16 HAKTP di
Aktual

Fitri Nurajizah di 16 HAKTP: Kekerasan terhadap Perempuan adalah Pelanggaran Martabat Kemanusiaan

6 Desember 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Relasi Difabel

    Relasi Difabel dan Jurnalisme: Antara Representasi, Sensasi, dan Keadilan Narasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Skizofrenia: Bukti Perjuangan Disabilitas Mental

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dr. Faqih: Ayat Ekologi Menjadi Peringatan Tuhan atas Kerusakan Alam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bencana Alam di Aceh dan Sumatera Harus Ditetapkan sebagai Bencana Nasional

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menguatkan Kesehatan Mental dan Psikososial Anak di Dunia Digital Bersama Para Pakar

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Relasi Difabel dan Jurnalisme: Antara Representasi, Sensasi, dan Keadilan Narasi
  • Bencana Alam di Aceh dan Sumatera Harus Ditetapkan sebagai Bencana Nasional
  • Skizofrenia: Bukti Perjuangan Disabilitas Mental
  • Dr. Faqih: Ayat Ekologi Menjadi Peringatan Tuhan atas Kerusakan Alam
  • Kerusakan Ekologi dan Tanggung Jawab Agama: Refleksi Tadarus Subuh ke-173

Komentar Terbaru

  • Refleksi Hari Pahlawan: Tiga Rahim Penyangga Dunia pada Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto
  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID