Mubadalah.id – Islam pertama-tama perlu dipahami dalam dua perspektif. Perspektif ideal dan perspektif sejarah. Islam ideal adalah Islam sebagai sebuah agama untuk manusia dan dalam kerangka kemanusiaan universal.
Islam seperti ini sering diungkapkan dengan istilah Islam Rahmatan lil Alamin. Menurut perspektif ini selalu mengidealkan terwujudnya lima prinsip perlindungan terhadap hak-hak dasar manusia yang meliputi: Keyakinan, Jiwa (life), Akal intelek, Kehormatan tubuh (dignity) dan Property.
Lima prinsip ini dewasa ini telah tertulis dalam deklarasi Kairo yang menyebutkan :
“…Semua orang adalah sama dipandang dari martabat dasar manusia dan kewajiban dasar mereka tanpa diskriminasi ras, warna kulit,bahasa, jenis kelamin, kepercayaan agama, ideologi politik, status sosial atau pertimbangan-pertimbangan lain.”
Sementara Islam sejarah adalah Islam yang bergulat, berdialog dan berproses dalam kebudayaan manusia dan dalam tradisi masyarakat. Atau dengan kata lain Islam yang manusia interpretasikan dan pahami sesuai dengan ruang dan waktunya.
Dalam konteks ini tak dapat kita hindari jika, kemudian, Islam dan budaya berkorelasi dalam pola simbiosis mutualistik (saling mempengaruhi). Islam sejarah dengan begitu adalah Islam yang kontekstual dan Islam yang tak pernah berhenti untuk diperjuangkan demi tercapainya Islam ideal tersebut di atas.
Seksualitas dalam Islam
Istilah seksualitas sering disederhanakan pengertiannya hanya untuk hal-hal yang mengacu pada aktivitas biologis yang berhubungan dengan organ kelamin baik laki-laki maupun perempuan.
Akan tetapi, lebih dari sekedar soal hasrat tubuh biologis, seksualitas sebenarnya mengandung makna lebih luas. Ia adalah sebuah eksistensi manusia yang mengandung di dalamnya aspek emosi, cinta, aktualisasi, ekspresi, perspektif dan orientasi atas tubuh yang lain.
Dalam konteks ini, seksualitas merupakan ruang kebudayaan manusia untuk mengekspresikan hidupnya terhadap yang lain dengan arti yang sangat kompleks.
Seksualitas adalah sesuatu yang instingtif, intrinsik dan fitrah bagi semua jenis kelamin, laki-laki dan perempuan. Seks sebagai bagian dari seksualitas adalah sentral dalam diri setiap manusia. Ialah yang mendefinisikan eksistensinya, menjadi laki-laki atau perempuan, sekaligus yang menciptakan kehidupan.
Dengan pengertian ini, seksualitas merupakan sesuatu dan aktifitas yang luhur dan suci. Seksualitas dengan begitu juga bukan sesuatu yang kotor dan tabu untuk ia bicarakan dan aktualisasikan.
Akan tetapi sepanjang sejarah peradaban manusia, seksualitas perempuan mereka anggap tidak sama dengan seksualitas Jaki-laki. Seksualitas perempuan hampir selalu mengalami reduksi secara besar-besaran.
Seksualitas perempuan ditempatkan dalam posisi yang direndahkan pada satu sisi, dan dieksploitasi untuk kesenangan laki-laki pada sisi yang lain. Ini adalah wajah nyata dari kebudayaan patriarkhi yang terus dipertahankan sampai hari ini dengan beragam cara oleh berbagai kepentingan. []