Jumat, 3 Oktober 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Soka Gakkai

    Pimpinan Soka Gakkai Jepang: Dialog Antaragama Hilangkan Salah Paham tentang Islam

    Gus Dur dan Ikeda

    Masjid Istiqlal Jadi Ruang Perjumpaan Dialog Peradaban Gus Dur dan Daisaku Ikeda

    Fasilitas Ramah Disabilitas

    Teguhkan Komitmen Inklusif, Yayasan Fahmina Bangun Fasilitas Ramah Disabilitas

    UIN SSC Kampus Inklusif

    UIN SSC Menuju Kampus Inklusif: Dari Infrastruktur hingga Layanan Digital Ramah Disabilitas

    Makan Bergizi Gratis

    Ironi Makan Bergizi Gratis: Ketika Urusan Dapur Menjadi Kebijakan Publik

    Nyai Sinta Nuriyah

    Kunjungi Aktivis yang Ditahan, Nyai Sinta Nuriyah Tunjukkan Keteguhan Ulama Perempuan dalam Membela Rakyat

    Hari Tani

    Hari Tani Nasional 2025: Menghargai Petani dan Menjaga Pangan Negeri

    Jaringan WPS

    5 Tuntutan Jaringan WPS Indonesia atas Penangkapan Perempuan Pasca Demonstrasi

    Kampanye Inklusivitas

    Inklusivitas di Era Digital: Strategi Baru Kampanye di Media Sosial

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Praktik Nikah

    Praktik Nikah di Sekolah; Resepsi Yes, Realitas No!

    Keluarga

    Pesan Nabi: Mulailah Kebaikan dari Keluarga

    Makan Bergizi Gratis

    Program Makan Bergizi Gratis: Janji Mulia dan Realitas yang Meragukan

    kerja domestik

    Meneladani Nabi Muhammad dalam Kerja Domestik

    Fiqhul Bina'

    Belajar dari Musibah Ponpes Al Khoziny: Menghidupkan Fiqhul Bina’ di Dunia Pesantren

    Ekosistem mangrove

    Perempuan Pangkal Babu: Menjaga Ekosistem Mangrove Lewat Batik

    Pipiet Senja

    Mengenang Pipiet Senja; Terima Kasih telah Mewarnai Masa Remajaku

    Rumah Tinggal

    Mencari Rumah Tinggal bagi Keluarga Sakinah

    Kerja Domestik

    Kerja Domestik Laki-Laki dan Perempuan Sama-Sama Ibadah

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Keluarga Mubadalah

    Keluarga dalam Perspektif Mubadalah

    Syafaat Nabi

    Lima Syafaat Nabi di Tengah Lesunya Ekonomi

    Akhlak Nabi

    Dakwah Nabi di Makkah: Menang dengan Akhlak, Bukan Kekerasan

    Teladan Nabi dan Abu Bakar terhadap Umat Berbeda Agama

    Teladan Nabi dan Abu Bakar terhadap Umat Berbeda Agama

    Akhlak Nabi yang

    Akhlak Nabi Tak Pernah Berubah, Meski pada yang Berbeda Agama

    Nabi Muhammad Saw

    Kesaksian Khadijah Ra atas Kemuliaan Akhlak Nabi Muhammad Saw

    Berbeda Agama

    Membaca Kembali Relasi Nabi dengan Umat Berbeda Agama

    Akhlak Nabi dalam

    Meneladani Akhlak Nabi dalam Relasi Antarumat Beragama

    Akhlak Luhur Nabi

    Meneladani Akhlak Luhur Nabi Muhammad Saw

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Soka Gakkai

    Pimpinan Soka Gakkai Jepang: Dialog Antaragama Hilangkan Salah Paham tentang Islam

    Gus Dur dan Ikeda

    Masjid Istiqlal Jadi Ruang Perjumpaan Dialog Peradaban Gus Dur dan Daisaku Ikeda

    Fasilitas Ramah Disabilitas

    Teguhkan Komitmen Inklusif, Yayasan Fahmina Bangun Fasilitas Ramah Disabilitas

    UIN SSC Kampus Inklusif

    UIN SSC Menuju Kampus Inklusif: Dari Infrastruktur hingga Layanan Digital Ramah Disabilitas

    Makan Bergizi Gratis

    Ironi Makan Bergizi Gratis: Ketika Urusan Dapur Menjadi Kebijakan Publik

    Nyai Sinta Nuriyah

    Kunjungi Aktivis yang Ditahan, Nyai Sinta Nuriyah Tunjukkan Keteguhan Ulama Perempuan dalam Membela Rakyat

    Hari Tani

    Hari Tani Nasional 2025: Menghargai Petani dan Menjaga Pangan Negeri

    Jaringan WPS

    5 Tuntutan Jaringan WPS Indonesia atas Penangkapan Perempuan Pasca Demonstrasi

    Kampanye Inklusivitas

    Inklusivitas di Era Digital: Strategi Baru Kampanye di Media Sosial

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Praktik Nikah

    Praktik Nikah di Sekolah; Resepsi Yes, Realitas No!

    Keluarga

    Pesan Nabi: Mulailah Kebaikan dari Keluarga

    Makan Bergizi Gratis

    Program Makan Bergizi Gratis: Janji Mulia dan Realitas yang Meragukan

    kerja domestik

    Meneladani Nabi Muhammad dalam Kerja Domestik

    Fiqhul Bina'

    Belajar dari Musibah Ponpes Al Khoziny: Menghidupkan Fiqhul Bina’ di Dunia Pesantren

    Ekosistem mangrove

    Perempuan Pangkal Babu: Menjaga Ekosistem Mangrove Lewat Batik

    Pipiet Senja

    Mengenang Pipiet Senja; Terima Kasih telah Mewarnai Masa Remajaku

    Rumah Tinggal

    Mencari Rumah Tinggal bagi Keluarga Sakinah

    Kerja Domestik

    Kerja Domestik Laki-Laki dan Perempuan Sama-Sama Ibadah

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Keluarga Mubadalah

    Keluarga dalam Perspektif Mubadalah

    Syafaat Nabi

    Lima Syafaat Nabi di Tengah Lesunya Ekonomi

    Akhlak Nabi

    Dakwah Nabi di Makkah: Menang dengan Akhlak, Bukan Kekerasan

    Teladan Nabi dan Abu Bakar terhadap Umat Berbeda Agama

    Teladan Nabi dan Abu Bakar terhadap Umat Berbeda Agama

    Akhlak Nabi yang

    Akhlak Nabi Tak Pernah Berubah, Meski pada yang Berbeda Agama

    Nabi Muhammad Saw

    Kesaksian Khadijah Ra atas Kemuliaan Akhlak Nabi Muhammad Saw

    Berbeda Agama

    Membaca Kembali Relasi Nabi dengan Umat Berbeda Agama

    Akhlak Nabi dalam

    Meneladani Akhlak Nabi dalam Relasi Antarumat Beragama

    Akhlak Luhur Nabi

    Meneladani Akhlak Luhur Nabi Muhammad Saw

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Sastra

Jangan Tanya Lagi, Kapan Aku Menikah?

Menjadi perempuan itu tidak mudah, ternyata. Menikah muda jadi gunjingan. Menikah lalu memilih berpisah jadi bahan pembicaraan.

Uus Hasanah Uus Hasanah
29 Juni 2025
in Sastra
0
Kapan Menikah

Kapan Menikah

923
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Ini adalah kali pertama aku keluar rumah semenjak mudik seminggu yang lalu.
Setelah berpuluh purnama berada di rantauan, ternyata pertanyaan utama yang mereka lontarkan masih tetap berkutat pada statusku.

“Kapan menikah?”

“Masih betah sendiri?”

“Si A sudah punya dua anak, lho…”

Sebetulnya aku mulai kebas dengan pertanyaan-pertanyaan semacam itu. Tinggal senyumin saja, lah. Tapi ya, bagaimana ya… mulut netizen kadang lebih tajam dibanding silet.

Ajang silaturrahmi Idulfitri di rumah saudara tertua ibuku kali ini begitu mengesankan. “Sangat mengesankan!”

“Yan, kapan menikah? Tidak ada riwayat perawan tua di keluarga kita,” cletuk Uwa, suami dari kakak tertua ibuku.

Aku yang sedang memangku cucunya langsung menuangkan teh hangat yang tersaji di meja.

“Kalau kamu belum punya pilihan, biar Uwa yang carikan!” pungkasnya mantap.
“Nanti kalau sudah ada yang sreg, pasti saya kenalkan, Wak,” selorohku setelah menyeruput teh hangat.

“Ah, Dian jawabnya selalu begitu…,” ungkap anaknya yang juga sepupuku.
“Dikenalin sama Danu yang ganteng dan kaya gak mau, sama ponakannya kaji Durokman gak cocok, cari yang gimana sih Yan? Yan, jangan palah pilih tebu![1]” lanjutnya sedikit meninggikan suara.

“Perempuan itu tidak baik lama-lama sendiri, bisa jadi fitnah!” tegas Uwa ku.
“Lagi pula kalau sudah menikah, enak. Kamu tidak perlu merantau lagi untuk kerja, kan sudah ada yang jamin hidupmu, Yan. Atau… jangan bilang kalau kamu masih mengharapkan Bana, Yan!”

Suara kakak ibuku dari balik hordeng datang sambil membawa beberapa toples kue. Seketika, teh hangat yang baru kuminum kembali menyembur karena tersedak.

***

Sejujurnya, aku malas kalau harus muter-muter ke rumah keluarga. Tapi ibu dan bapakku sama-sama anak bungsu, jadi mau tidak mau mereka harus berkeliling mendatangi para kakaknya untuk bersilaturrahmi.

Meskipun ingin menolak ajakan ibu, aku tak tega melihatnya. Terlebih sudah tiga tahun aku tidak mudik. Alhasil, ya begini ini.

Sepulang dari silaturahmi, ibuku jadi termenung sepanjang hari. Tampaknya pertanyaan-pertanyaan dari saudara-saudara yang kami temui tadi sangat mengusik pikirannya.

Aku, anak semata wayangnya, masih melajang.

Lalu, apa masalahnya? Mungkin niat dan maksud Uwa ku baik. Tapi melihat ibu aku jadi geram juga. apakah sebuah kesalahan kalau di usia yang menjelang 40 ini aku masih sendiri?

Toh, aku bisa hidup mandiri, tidak membebani mereka. Malah, sering kali mereka yang meneleponku untuk meminjam uang. Lagi pula, menikah itu bukan untuk menyerahkan hidup agar dijamin oleh suami.

Aku tidak menolak cinta, hanya saja aku menolak dipaksa untuk tunduk pada waktu dan standar orang lain. Hidupku bukan utang yang harus dibayar dengan menikah. Aku perempuan, bukan barang kadaluarsa.

Entahlah. Memang repot kalau mendengarkan perkataan orang lain atau sejujurnya lebih terasa “penghakiman”.

Menjadi perempuan itu tidak mudah, ternyata. Menikah muda jadi gunjingan. Menikah lalu memilih berpisah jadi bahan pembicaraan.

Lah, yang terjadi padaku ini, belum menikah, apalagi…!

****

“Bana.”

Mendengar nama itu, hatiku bergetar. Suara Uwak tadi seolah melesat jauh, menembus relung-relung terdalam hatiku. Dalam sepersekian detik, gelombang suara itu memanggilnya keluar dari tumpukan ingatan yang selama ini coba kutimbun dengan segala cara untuk dilupakan.

Seolah ingin mengusir kehadirannya dari pikiranku, aku buru-buru berpamitan pada ibu yang sedang nderes Al Qur`an. “Bu, Aku keluar dulu ya…” kataku pendek sambil melangkah cepat ke luar rumah.

Hatiku yang mulai sesak berharap bisa menemukan semilir angin ketenangan.

Skuterku melaju perlahan, menerobos jalanan ramai yang dipenuhi pengendara motor. Udara malam kuhirup dalam-dalam, mencoba meredam gejolak dalam dada. Jalanan Sumur Watu, Kecamatan Terisi, tampak begitu berbeda sekarang.

Waktu seakan berlari cepat. Dulu, saat aku masih remaja, jalan ini begitu sepi, apalagi ba’da Isya seperti ini. Saat itu, aku pasti sedang berada di langgar, melantunkan nadzom atau lalaran kitab-kitab klasik seperti Abda ‘Ubis, Alala, Tasrifan, Safinah, atau fathul qorib yang bahkan belum sempat aku khatamkan.

Sering kali aku merasa iri pada remaja-remaja lain yang bisa duduk santai di teras rumah menunggu kekasih datang apel, atau menonton sinetron sambil ngemil. Tapi untukku, mengaji adalah kewajiban. Orang tuaku sangat disiplin, dan sebagai anak satu-satunya, aku tidak punya banyak pilihan.

Batas Tegas Nyata dan Virtual

Aku berhenti sejenak di pom bensin Terisi. Tempat yang terang benderang ini dulunya hamparan sawah dengan parit curam dan langganan banjir. Kuperhatikan sekeliling, lalu kuputuskan menyeberang dan berhenti di bawah pohon baujan (Samanea saman) yang batangnya meneduhi area parkir sebuah kafe.

Hiasan lampu pijar melingkari batang pohon dan dinding kafe berornamen kayu, menciptakan suasana teduh dan bersahaja. di kafe ini. Suasananya begitu ramai; remaja, pasangan dewasa, bahkan keluarga muda dengan anak-anak mereka memenuhi setiap sudut.

Suasana malam Minggu ini sangat kontras dengan malam Mingguku di masa lalu. Paling banter, aku hanya izin tidak mengaji, lalu tiduran di kamar sambil mendengarkan radio di saluran JTA fm, kemudian Ara, penyiar legendaris di awal 2000-an membacakan atensi yang didalamnya terdapat pesan khusus yang katanya dari pengagum rahasiaku.

“…Dian Indah Sari, seperti biasa nih, ada bingkisan khusus untukmu. Persembahan lagu dari Padi, Menanti Sebuah Jawaban.”

“Aku tak bisa luluhkan hatimu

Dan aku tak bisa menyentuh cintamu

………….”

Musik pun mengalun, dan hatiku kala itu berdebar-debar.

Tapi malam ini, semuanya terasa berbeda.

Gaya nongkrong muda-mudi sekarang lebih modern, menyeruput kopi di kafe sambil memotret suasana untuk kemudian diunggah ke media sosial. Mereka tampil rapi, wangi, dengan outfit yang tampak terpilih dengan cermat, seolah setiap pertemuan adalah sesi pemotretan tak resmi.

Dunia mereka bergerak cepat, penuh koneksi, dan serba mudah. Tak ada lagi batas tegas antara yang nyata dan virtual, semuanya menyatu dalam layar-layar kecil di genggaman mereka.

****

Aku melangkah masuk ke dalam kafe. Bagian luar sudah penuh pengunjung. Beruntung, masih ada tempat kosong di pojok dekat area musala. Dua kursi dan satu meja kecil menantiku.

Tak lama, pramusaji datang mengantarkan pesananku: sepiring banana roll dan segelas lemon squash.

Aku bersandar, mencoba menikmati suasana dan perubahan yang kusaksikan di daerahku. Tapi kemudian seketika jantungku berdegup kencang.

Pandangan mataku terpaku pada sosok pria yang berjalan menuruni tangga bersama istri dan ketiga anaknya. Kami bertatapan. Seketika keringat dingin mengalir di keningku. Dadaku sesak. Aku nyaris tersedak dan hanya bisa mendehem pelan, mencoba menormalkan detak jantung yang porak-poranda.

Dia juga tampak terkejut. Sekilas, seolah hendak menyapa, tapi urung. Ia melangkah pergi, menoleh tiga kali, seperti memastikan, apakah benar perempuan yang ia lihat adalah aku.

“Allah… Allah…”

Lirihku dalam hati.

Kenangan yang kukira telah lenyap itu, datang lagi tanpa permisi.

Masih aku sebut, “Allah… Allah… Allah…”

Aku mencoba menenangkan diriku. Tanganku gemetar saat meletakkan potongan banana roll kembali ke piring. Segelas lemon squash yang kuminum terasa hambar.

Kuseka bulir air mata sebul benar-benar jatuh.

Perasaan sakit yang dulu pernah menenggelamkanku kini kembali menghampiri, begitu jelas, begitu dalam.

Dialah Bana

Santri tahap akhir dari sebuah pesantren di Jawa Timur. Ia dikenalkan oleh Habil, teman ngajiku dulu.

Dialah yang selama tiga tahun pernah empat kali datang ke rumah untuk menemuiku.

Yang di pertemuan terakhir berkata ia mencintaiku dan memintaku menunggunya sampai ia menyelesaikan masa pengabdiannya.

Yang meyakinkan hatiku dengan memberi cincin dan sebuah mukena berbahan sutra Jepang bermotif bordir bunga tabur berwarna merah muda. “Cincin dan mukena ini sebagai pertanda kemantapan hatiku padamu. Setelah aku boyong dari pesantren, berjanjilah engkau akan menerima pinanganku.”

Kini, ia di hadapanku. Bersama istri dan anak-anaknya.

Dan luka itu…

Luka itu kembali menganga.

Aku pun memilih pulang, sepanjang perjalanan, dengan tangan yang masih dingin dan bergetar ku coba terus menyeka air mata yang mengganggu pandangan. Dalam tangis, terngiang suara kiaiku ketika ngaji kitab Ayyuhal Walad karya ulama besar Imam Al Ghazali;

الْعُبُوْدِيَّةِ وَهِيَ ثَلَاثَةُ أَشْيَاءَ : أَحَدُهَا مُحَافَظَةُ أَمْرِ الشَّرْعِ وَثَانِيْهَا الرِّضَاءُ بِالْقَضَاءِ وَالْقَدَرِ وَقِسْمَةِ اللّٰهِ تَعَالٰى وَثَالِثُهَا تَرْكُ رِضَاءِ نَفْسِكَ  [] فِيْ طَلَبِ رِضَاءِ اللّٰهِ تَعَالٰى

 

 

 

[1] Palah-pilih tebu suatu ungkapan yang bermakna memilih-milih cari yang manis (terbaik) dapatnya yang busuk

Tags: cerita pendekKapan MenikahperempuanSastrastigma
Uus Hasanah

Uus Hasanah

Guru di MA GUPPI Terisi Indramayu

Terkait Posts

Ekosistem mangrove
Publik

Perempuan Pangkal Babu: Menjaga Ekosistem Mangrove Lewat Batik

2 Oktober 2025
Kerja Domestik
Keluarga

Kerja Domestik Laki-Laki dan Perempuan Sama-Sama Ibadah

2 Oktober 2025
Perempuan Akar Rumput
Personal

Perempuan Akar Rumput sebagai Influencer Perdamaian

29 September 2025
Keluarga Disabilitas
Personal

Bisakah Kesalingan Mulai dari Rumah? Belajar dari Keluarga Disabilitas

25 September 2025
Batasan Menjalin Relasi
Personal

Mengapa Penting bagi Perempuan Memiliki Batasan dalam Menjalin Relasi?

24 September 2025
Menikah
Personal

Alasan untuk Tak Lekas Menikah

23 September 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Pipiet Senja

    Mengenang Pipiet Senja; Terima Kasih telah Mewarnai Masa Remajaku

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perempuan Pangkal Babu: Menjaga Ekosistem Mangrove Lewat Batik

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pimpinan Soka Gakkai Jepang: Dialog Antaragama Hilangkan Salah Paham tentang Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mencari Rumah Tinggal bagi Keluarga Sakinah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fikih Inklusif : Meneguhkan Hak Ekonomi Dan Sosial Difabel Grahita

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Praktik Nikah di Sekolah; Resepsi Yes, Realitas No!
  • Pesan Nabi: Mulailah Kebaikan dari Keluarga
  • Program Makan Bergizi Gratis: Janji Mulia dan Realitas yang Meragukan
  • Meneladani Nabi Muhammad dalam Kerja Domestik
  • Belajar dari Musibah Ponpes Al Khoziny: Menghidupkan Fiqhul Bina’ di Dunia Pesantren

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID