Jumat, 15 Agustus 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Musawah Art Collective

    Lawan Pernikahan Anak Lewat Seni: Musawah Art Collective Gelar Trip Exhibition “Breaking the Chain” di Tiga Kota

    Krisis Iklim

    Green Youth Quake: Pemuda NU dan Muhammadiyah Bergerak Lawan Krisis Iklim

    ‘Aisyiyah Bojongsari

    ‘Aisyiyah Bojongsari Rayakan HAN dan Milad ke-108 Lewat Lomba dan Diskusi

    KOPRI

    Buka Perspektif Geopolitik Kader Perempuan, KOPRI Bedah Buku 75 Tahun Indonesia Tiongkok

    Pengelolaan Sampah

    Ulama Perempuan Serukan Pelestarian Alam dan Pengelolaan Sampah Berkelanjutan

    PIT Internasional

    ISIF Buka Kolaborasi Akademik Global Lewat PIT Internasional

    PIT SUPI

    Mengglobal: SUPI ISIF Jalani PIT di Malaysia dan Singapura

    Ma'had Aly Kebon Jambu

    S.Fu: Gelar Baru, Tanggung Jawab Baru Bagi Lulusan Ma’had Aly Kebon Jambu

    Wisuda Ma'had Aly Kebon Jambu

    Mudir Ma’had Aly Kebon Jambu Soroti Fiqh al-Usrah dan SPS sebagai Distingsi Wisuda ke-5

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Kesadaran Gender

    Melampaui Biner: Mendidik Anak dengan Kesadaran Gender yang Adil

    Sejarah Ulama Perempuan

    Membongkar Sejarah Ulama Perempuan, Dekolonialisme, dan Ingatan yang Terpinggirkan

    Gerakan Ekofeminisme

    Gerakan Ekofeminisme dalam Bayang Politik di Indonesia

    Najwa Shihab

    Najwa Shihab, ‘Iddah, dan Suara Perempuan yang Menolak “Dirumahkan”

    Menanamkan Tauhid

    Begini Cara Menanamkan Tauhid pada Anak di Era Modern

    Kasus di Pati

    Belajar dari Kasus di Pati; Dear Para Pemimpin, Berhati Lemah Lembutlah

    Perjalanan Spiritual

    Membiasakan Berefleksi Sebagai Bagian dari Perjalanan Spiritual

    Perselingkuhan

    Memperbaiki Hubungan Usai Perselingkuhan

    Pernikahan Sah

    Tanpa Pernikahan Sah, Begini Cara Tanggung Jawab pada Anak

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Membina Keluarga Sakinah

    Membina Keluarga Sakinah: Dimulai dari Akhlak Suami Istri

    Pasangan Memiliki Akhlak

    Memilih Pasangan Hidup yang Memiliki Akhlak yang Baik

    Pasangan Hidup

    Memilih Pasangan Hidup yang Setara

    Kriteria Pasangan

    Kriteria Pasangan yang Dianjurkan oleh Islam

    Poligami

    Pernikahan Ideal: Monogami Bukan Poligami

    Pasangan

    Berjanji Setia dengan Satu Pasangan

    Anak Sekolah

    Cara Anak Memilih Teman di Sekolah

    Anak Teman

    Memahami Cara Anak Memilih Teman dari Kecil hingga Dewasa

    Kemerdekaan

    Islam dan Kemerdekaan

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Musawah Art Collective

    Lawan Pernikahan Anak Lewat Seni: Musawah Art Collective Gelar Trip Exhibition “Breaking the Chain” di Tiga Kota

    Krisis Iklim

    Green Youth Quake: Pemuda NU dan Muhammadiyah Bergerak Lawan Krisis Iklim

    ‘Aisyiyah Bojongsari

    ‘Aisyiyah Bojongsari Rayakan HAN dan Milad ke-108 Lewat Lomba dan Diskusi

    KOPRI

    Buka Perspektif Geopolitik Kader Perempuan, KOPRI Bedah Buku 75 Tahun Indonesia Tiongkok

    Pengelolaan Sampah

    Ulama Perempuan Serukan Pelestarian Alam dan Pengelolaan Sampah Berkelanjutan

    PIT Internasional

    ISIF Buka Kolaborasi Akademik Global Lewat PIT Internasional

    PIT SUPI

    Mengglobal: SUPI ISIF Jalani PIT di Malaysia dan Singapura

    Ma'had Aly Kebon Jambu

    S.Fu: Gelar Baru, Tanggung Jawab Baru Bagi Lulusan Ma’had Aly Kebon Jambu

    Wisuda Ma'had Aly Kebon Jambu

    Mudir Ma’had Aly Kebon Jambu Soroti Fiqh al-Usrah dan SPS sebagai Distingsi Wisuda ke-5

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Kesadaran Gender

    Melampaui Biner: Mendidik Anak dengan Kesadaran Gender yang Adil

    Sejarah Ulama Perempuan

    Membongkar Sejarah Ulama Perempuan, Dekolonialisme, dan Ingatan yang Terpinggirkan

    Gerakan Ekofeminisme

    Gerakan Ekofeminisme dalam Bayang Politik di Indonesia

    Najwa Shihab

    Najwa Shihab, ‘Iddah, dan Suara Perempuan yang Menolak “Dirumahkan”

    Menanamkan Tauhid

    Begini Cara Menanamkan Tauhid pada Anak di Era Modern

    Kasus di Pati

    Belajar dari Kasus di Pati; Dear Para Pemimpin, Berhati Lemah Lembutlah

    Perjalanan Spiritual

    Membiasakan Berefleksi Sebagai Bagian dari Perjalanan Spiritual

    Perselingkuhan

    Memperbaiki Hubungan Usai Perselingkuhan

    Pernikahan Sah

    Tanpa Pernikahan Sah, Begini Cara Tanggung Jawab pada Anak

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Membina Keluarga Sakinah

    Membina Keluarga Sakinah: Dimulai dari Akhlak Suami Istri

    Pasangan Memiliki Akhlak

    Memilih Pasangan Hidup yang Memiliki Akhlak yang Baik

    Pasangan Hidup

    Memilih Pasangan Hidup yang Setara

    Kriteria Pasangan

    Kriteria Pasangan yang Dianjurkan oleh Islam

    Poligami

    Pernikahan Ideal: Monogami Bukan Poligami

    Pasangan

    Berjanji Setia dengan Satu Pasangan

    Anak Sekolah

    Cara Anak Memilih Teman di Sekolah

    Anak Teman

    Memahami Cara Anak Memilih Teman dari Kecil hingga Dewasa

    Kemerdekaan

    Islam dan Kemerdekaan

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Sastra

Jangan Tanya Lagi, Kapan Aku Menikah?

Menjadi perempuan itu tidak mudah, ternyata. Menikah muda jadi gunjingan. Menikah lalu memilih berpisah jadi bahan pembicaraan.

Uus Hasanah Uus Hasanah
29 Juni 2025
in Sastra
0
Kapan Menikah

Kapan Menikah

917
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Ini adalah kali pertama aku keluar rumah semenjak mudik seminggu yang lalu.
Setelah berpuluh purnama berada di rantauan, ternyata pertanyaan utama yang mereka lontarkan masih tetap berkutat pada statusku.

“Kapan menikah?”

“Masih betah sendiri?”

“Si A sudah punya dua anak, lho…”

Sebetulnya aku mulai kebas dengan pertanyaan-pertanyaan semacam itu. Tinggal senyumin saja, lah. Tapi ya, bagaimana ya… mulut netizen kadang lebih tajam dibanding silet.

Ajang silaturrahmi Idulfitri di rumah saudara tertua ibuku kali ini begitu mengesankan. “Sangat mengesankan!”

“Yan, kapan menikah? Tidak ada riwayat perawan tua di keluarga kita,” cletuk Uwa, suami dari kakak tertua ibuku.

Aku yang sedang memangku cucunya langsung menuangkan teh hangat yang tersaji di meja.

“Kalau kamu belum punya pilihan, biar Uwa yang carikan!” pungkasnya mantap.
“Nanti kalau sudah ada yang sreg, pasti saya kenalkan, Wak,” selorohku setelah menyeruput teh hangat.

“Ah, Dian jawabnya selalu begitu…,” ungkap anaknya yang juga sepupuku.
“Dikenalin sama Danu yang ganteng dan kaya gak mau, sama ponakannya kaji Durokman gak cocok, cari yang gimana sih Yan? Yan, jangan palah pilih tebu![1]” lanjutnya sedikit meninggikan suara.

“Perempuan itu tidak baik lama-lama sendiri, bisa jadi fitnah!” tegas Uwa ku.
“Lagi pula kalau sudah menikah, enak. Kamu tidak perlu merantau lagi untuk kerja, kan sudah ada yang jamin hidupmu, Yan. Atau… jangan bilang kalau kamu masih mengharapkan Bana, Yan!”

Suara kakak ibuku dari balik hordeng datang sambil membawa beberapa toples kue. Seketika, teh hangat yang baru kuminum kembali menyembur karena tersedak.

***

Sejujurnya, aku malas kalau harus muter-muter ke rumah keluarga. Tapi ibu dan bapakku sama-sama anak bungsu, jadi mau tidak mau mereka harus berkeliling mendatangi para kakaknya untuk bersilaturrahmi.

Meskipun ingin menolak ajakan ibu, aku tak tega melihatnya. Terlebih sudah tiga tahun aku tidak mudik. Alhasil, ya begini ini.

Sepulang dari silaturahmi, ibuku jadi termenung sepanjang hari. Tampaknya pertanyaan-pertanyaan dari saudara-saudara yang kami temui tadi sangat mengusik pikirannya.

Aku, anak semata wayangnya, masih melajang.

Lalu, apa masalahnya? Mungkin niat dan maksud Uwa ku baik. Tapi melihat ibu aku jadi geram juga. apakah sebuah kesalahan kalau di usia yang menjelang 40 ini aku masih sendiri?

Toh, aku bisa hidup mandiri, tidak membebani mereka. Malah, sering kali mereka yang meneleponku untuk meminjam uang. Lagi pula, menikah itu bukan untuk menyerahkan hidup agar dijamin oleh suami.

Aku tidak menolak cinta, hanya saja aku menolak dipaksa untuk tunduk pada waktu dan standar orang lain. Hidupku bukan utang yang harus dibayar dengan menikah. Aku perempuan, bukan barang kadaluarsa.

Entahlah. Memang repot kalau mendengarkan perkataan orang lain atau sejujurnya lebih terasa “penghakiman”.

Menjadi perempuan itu tidak mudah, ternyata. Menikah muda jadi gunjingan. Menikah lalu memilih berpisah jadi bahan pembicaraan.

Lah, yang terjadi padaku ini, belum menikah, apalagi…!

****

“Bana.”

Mendengar nama itu, hatiku bergetar. Suara Uwak tadi seolah melesat jauh, menembus relung-relung terdalam hatiku. Dalam sepersekian detik, gelombang suara itu memanggilnya keluar dari tumpukan ingatan yang selama ini coba kutimbun dengan segala cara untuk dilupakan.

Seolah ingin mengusir kehadirannya dari pikiranku, aku buru-buru berpamitan pada ibu yang sedang nderes Al Qur`an. “Bu, Aku keluar dulu ya…” kataku pendek sambil melangkah cepat ke luar rumah.

Hatiku yang mulai sesak berharap bisa menemukan semilir angin ketenangan.

Skuterku melaju perlahan, menerobos jalanan ramai yang dipenuhi pengendara motor. Udara malam kuhirup dalam-dalam, mencoba meredam gejolak dalam dada. Jalanan Sumur Watu, Kecamatan Terisi, tampak begitu berbeda sekarang.

Waktu seakan berlari cepat. Dulu, saat aku masih remaja, jalan ini begitu sepi, apalagi ba’da Isya seperti ini. Saat itu, aku pasti sedang berada di langgar, melantunkan nadzom atau lalaran kitab-kitab klasik seperti Abda ‘Ubis, Alala, Tasrifan, Safinah, atau fathul qorib yang bahkan belum sempat aku khatamkan.

Sering kali aku merasa iri pada remaja-remaja lain yang bisa duduk santai di teras rumah menunggu kekasih datang apel, atau menonton sinetron sambil ngemil. Tapi untukku, mengaji adalah kewajiban. Orang tuaku sangat disiplin, dan sebagai anak satu-satunya, aku tidak punya banyak pilihan.

Batas Tegas Nyata dan Virtual

Aku berhenti sejenak di pom bensin Terisi. Tempat yang terang benderang ini dulunya hamparan sawah dengan parit curam dan langganan banjir. Kuperhatikan sekeliling, lalu kuputuskan menyeberang dan berhenti di bawah pohon baujan (Samanea saman) yang batangnya meneduhi area parkir sebuah kafe.

Hiasan lampu pijar melingkari batang pohon dan dinding kafe berornamen kayu, menciptakan suasana teduh dan bersahaja. di kafe ini. Suasananya begitu ramai; remaja, pasangan dewasa, bahkan keluarga muda dengan anak-anak mereka memenuhi setiap sudut.

Suasana malam Minggu ini sangat kontras dengan malam Mingguku di masa lalu. Paling banter, aku hanya izin tidak mengaji, lalu tiduran di kamar sambil mendengarkan radio di saluran JTA fm, kemudian Ara, penyiar legendaris di awal 2000-an membacakan atensi yang didalamnya terdapat pesan khusus yang katanya dari pengagum rahasiaku.

“…Dian Indah Sari, seperti biasa nih, ada bingkisan khusus untukmu. Persembahan lagu dari Padi, Menanti Sebuah Jawaban.”

“Aku tak bisa luluhkan hatimu

Dan aku tak bisa menyentuh cintamu

………….”

Musik pun mengalun, dan hatiku kala itu berdebar-debar.

Tapi malam ini, semuanya terasa berbeda.

Gaya nongkrong muda-mudi sekarang lebih modern, menyeruput kopi di kafe sambil memotret suasana untuk kemudian diunggah ke media sosial. Mereka tampil rapi, wangi, dengan outfit yang tampak terpilih dengan cermat, seolah setiap pertemuan adalah sesi pemotretan tak resmi.

Dunia mereka bergerak cepat, penuh koneksi, dan serba mudah. Tak ada lagi batas tegas antara yang nyata dan virtual, semuanya menyatu dalam layar-layar kecil di genggaman mereka.

****

Aku melangkah masuk ke dalam kafe. Bagian luar sudah penuh pengunjung. Beruntung, masih ada tempat kosong di pojok dekat area musala. Dua kursi dan satu meja kecil menantiku.

Tak lama, pramusaji datang mengantarkan pesananku: sepiring banana roll dan segelas lemon squash.

Aku bersandar, mencoba menikmati suasana dan perubahan yang kusaksikan di daerahku. Tapi kemudian seketika jantungku berdegup kencang.

Pandangan mataku terpaku pada sosok pria yang berjalan menuruni tangga bersama istri dan ketiga anaknya. Kami bertatapan. Seketika keringat dingin mengalir di keningku. Dadaku sesak. Aku nyaris tersedak dan hanya bisa mendehem pelan, mencoba menormalkan detak jantung yang porak-poranda.

Dia juga tampak terkejut. Sekilas, seolah hendak menyapa, tapi urung. Ia melangkah pergi, menoleh tiga kali, seperti memastikan, apakah benar perempuan yang ia lihat adalah aku.

“Allah… Allah…”

Lirihku dalam hati.

Kenangan yang kukira telah lenyap itu, datang lagi tanpa permisi.

Masih aku sebut, “Allah… Allah… Allah…”

Aku mencoba menenangkan diriku. Tanganku gemetar saat meletakkan potongan banana roll kembali ke piring. Segelas lemon squash yang kuminum terasa hambar.

Kuseka bulir air mata sebul benar-benar jatuh.

Perasaan sakit yang dulu pernah menenggelamkanku kini kembali menghampiri, begitu jelas, begitu dalam.

Dialah Bana

Santri tahap akhir dari sebuah pesantren di Jawa Timur. Ia dikenalkan oleh Habil, teman ngajiku dulu.

Dialah yang selama tiga tahun pernah empat kali datang ke rumah untuk menemuiku.

Yang di pertemuan terakhir berkata ia mencintaiku dan memintaku menunggunya sampai ia menyelesaikan masa pengabdiannya.

Yang meyakinkan hatiku dengan memberi cincin dan sebuah mukena berbahan sutra Jepang bermotif bordir bunga tabur berwarna merah muda. “Cincin dan mukena ini sebagai pertanda kemantapan hatiku padamu. Setelah aku boyong dari pesantren, berjanjilah engkau akan menerima pinanganku.”

Kini, ia di hadapanku. Bersama istri dan anak-anaknya.

Dan luka itu…

Luka itu kembali menganga.

Aku pun memilih pulang, sepanjang perjalanan, dengan tangan yang masih dingin dan bergetar ku coba terus menyeka air mata yang mengganggu pandangan. Dalam tangis, terngiang suara kiaiku ketika ngaji kitab Ayyuhal Walad karya ulama besar Imam Al Ghazali;

الْعُبُوْدِيَّةِ وَهِيَ ثَلَاثَةُ أَشْيَاءَ : أَحَدُهَا مُحَافَظَةُ أَمْرِ الشَّرْعِ وَثَانِيْهَا الرِّضَاءُ بِالْقَضَاءِ وَالْقَدَرِ وَقِسْمَةِ اللّٰهِ تَعَالٰى وَثَالِثُهَا تَرْكُ رِضَاءِ نَفْسِكَ  [] فِيْ طَلَبِ رِضَاءِ اللّٰهِ تَعَالٰى

 

 

 

[1] Palah-pilih tebu suatu ungkapan yang bermakna memilih-milih cari yang manis (terbaik) dapatnya yang busuk

Tags: cerita pendekKapan MenikahperempuanSastrastigma
Uus Hasanah

Uus Hasanah

Guru di MA GUPPI Terisi Indramayu

Terkait Posts

Kemerdekaan
Hikmah

Islam dan Kemerdekaan

13 Agustus 2025
Luka Lelaki
Rekomendasi

Luka Lelaki; Tek Tuku Talake, Saya Beli Talakmu!

10 Agustus 2025
Kemerdekaan Perempuan
Personal

Aku Tidak Terlambat: Merayakan Kemerdekaan Perempuan Menjelang Usia 30

9 Agustus 2025
Tidak Good Looking
Personal

Merana Tidak Diperlakukan Baik Karena Tidak Good Looking itu Pilihan, Tapi Menjadi Mandiri Itu Sebuah Keharusan

8 Agustus 2025
Tidak Menikah
Personal

Tidak Menikah Itu Tidak Apa-apa, Asal Hidupmu Tetap Bermakna

8 Agustus 2025
Cantik
Personal

“Cantik”, Tak Lebih Dari Sekadar Konstruksi Ontologis Sempit

7 Agustus 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Pasangan Memiliki Akhlak

    Memilih Pasangan Hidup yang Memiliki Akhlak yang Baik

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Membina Keluarga Sakinah: Dimulai dari Akhlak Suami Istri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Najwa Shihab, ‘Iddah, dan Suara Perempuan yang Menolak “Dirumahkan”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gerakan Ekofeminisme dalam Bayang Politik di Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kriteria Pasangan yang Dianjurkan oleh Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Membina Keluarga Sakinah: Dimulai dari Akhlak Suami Istri
  • Melampaui Biner: Mendidik Anak dengan Kesadaran Gender yang Adil
  • Memilih Pasangan Hidup yang Memiliki Akhlak yang Baik
  • Membongkar Sejarah Ulama Perempuan, Dekolonialisme, dan Ingatan yang Terpinggirkan
  • Memilih Pasangan Hidup yang Setara

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID