Mubadalah.id – Umar bin Khathab Ra, salah satu tokoh Arab Quraisy paling cerdas, memberi kesaksian atas gagasan kemanusiaan perempuan ini. la mengatakan:
“Kami, pada zaman pra-Islam (Jahiliah), tidak menganggap perempuan sebagai entitas yang berharga. Namun, ketika Islam datang dan Tuhan menyebutkannya, kami baru mengerti bahwa mereka (perempuan) memiliki hak-hak otonom yang tidak bisa kami intervensi.”
Perhatian Islam terhadap kemanusiaan perempuan tidak berhenti sampai di sini. Menjelang wafatnya, ketika napas hendak berpisah dari raganya, nabi dengan suara lirih dan pelan bersabda: “Perhatikan perempuan, perhatikan perempuan dan para hamba sahaya.”
Secara lebih khusus, nabi menekankan perhatian yang sungguh-sungguh terhadap perempuan sebagai ibu. Beberapa kali Allah Swt. memerintahkan manusia untuk berbuat baik kepada mereka.
Hal ini, misalnya, terungkap dalam QS. an-Nisaa’ (4): 36, QS. al-An’aam (6): 151. Lalu QS. al-Israa’ (17): 23, dan QS. al-Ahqaaf (461: 15.
Di dalam ayat-ayat ini, kalimat yang digunakan oleh Tuhan sangat mendasar dan mendalam: “Wa qadhaa Rabbuka (Tuhan memutuskan)” dan “Wa wasshainaal insan (Kami berwasiat kepada manusia)”.
Dalam pandangan Islam, ibu adalah sumber dan poros kehidupan. Kebahagiaan dan masa depan umat manusia ada di genggaman tangannya. “Al-jannatu tahta aqdamul ummahat (Surga ada di telapak kaki ibu),” sabda nabi.
Syaikh Muhammad al-Ghazali menyampaikan kata-kata yang indah:
“Seorang ibu adalah semilir angin sejuk yang mengembuskan napas kedamaian dan kasih sayang ke seluruh ruang kehidupan. Ia sangat berpengaruh dalam pembentukan manusia yang baik. Ibu juga adalah sosok manusia yang memperoleh penghargaan utama dibandingkan ayah.”
Kemudian, suatu kali, nabi ditanya oleh seorang sahabat:
“Siapakah orang yang paling utama mendapat perlakuan yang baik? Nabi menjawab, Ibumu. “Sesudah itu? Nabi mengatakan, Ibumu. “Lalu, setelah itu ? Nabi sekali lagi menegaskan, “Ibumu. “Kemudian? Nabi mengatakan, Ayahmu.” (HR. Bukhari dan Muslim). []