Mubadalah.id – Hukum Islam memiliki konsepsi tentang anak yang cukup komprehensif dan kompleks, tetapi secara umum bisa dibagi dalam dua kategori.
Pertama tentang fase perkembangan seseorang sebagai individu, sejak janin dalam kandungan, sampai lahir dan memiliki hak dan tanggungjawab atas segala perbuatannya. (Baca juga: Pernak-pernik Perayaan Maulid Nabi Muhammad dan Pelibatan Perempuan di dalamnya)
Kedua tentang posisi relasi seseorang dengan salah satu atau kedua orang tuanya, yang memunculkan hak dan tanggungjawab atas mereka.
Konsepsi anak dalam kategori pertama ini, menurut Dr. Faqihuddin Abdul Kodir dalam Fikih Hak Anak, terkonsentrasi pada pembahasan hukum Islam tentang isu kapasitas seseorang (al-ahliyyah).
Sementara kategori kedua tentang isu pernasaban keluarga (al-nasab). (Baca juga: Rentannya Reproduksi Anak Perempuan)
Dua kategori ini, kata Kang Faqih, memiliki pengaruh signifikan dalam pembahasan hak-hak anak dalam hukum Islam. (Baca juga: Anak Kerap Jadi Korban Kekerasan di Ruang Virtual)
Sekalipun dalam kategori pertama, seorang anak dianggap tidak memiliki kapasitas pertanggungjawaban hukum (ahliyyah al-adi).
Tetapi seringkali segera terposisikan untuk bertanggung-jawab sebagai dampak dari kategori anak dalam pernasaban keluarga sebagaimana terkait dengan kategori kedua. (Baca juga: Makna Mubadalah, Membangun Relasi Ideal dalam Islam)
Jika tidak cermat, dua kategori ini bisa mengaburkan perspektif perlindungan dan pemenuhan hak anak. Padahal sesungguhnya itu merupakan sentral dalam substansi hukum Islam. (Rul)