Mubadalah.id- Industri kecantikan memiliki kemajuan yang sangat pesat. Tapi sayangnya, produk kosmetik masih melupakan satu hal. Bagaimana difabel dapat menggunakan produknya? Sedangkan aktivitas merawat diri bukan hanya non difabel yang melakukannya.
Produk kosmetik; baik skincare maupun make up saling berlomba menyajikan terobosan baru untuk menarik minat pembeli. Terobosan ini bisa berupa memperkaya kandungan, menyesuaikan warna kulit, dan menyesuaikan kebutuhan setiap jenis kulit.
Tetapi di balik gemerlap iklan kosmetik, ternyata kelompok penyandang disabilitas masih nyaris tak tersentuh di industri ini. Mereka yang memiliki keterbatasan fisik, gerak, atau penglihatan masih terabaikan. Mereka tidak terjangkau dalam desain, kemasan, hingga cara penggunaan produk kosmetik yang belum inklusif. Bahkan dalam kampanye produk kecantikan-pun difabel masih jarang terlibat, kan?
Industri Kecantikan Masih Terasa Eksklusif
Kita sering mendengar slogan “untuk semua jenis kulit” atau “banyak shade sesuai warna kulit” di berbagai merk produk kecantikan. Slogan itu sudah cukup baik dalam konteks memahami berbagai macam jenis dan kulit khas Indonesia dan lepas dari standar kecantikan yang harus putih. Tetapi, ternyata masih menyisakan ruang yang terasa eksklusif. Belum ada kosmetik ramah difabel.
Slogan tersebut masih melupakan Inklusivitas bagi penyandang disabilitas. Nyatanya, menurut data World Health Organization (WHO), sekitar 15-16% populasi dunia adalah penyandang disabilitas. Artinya ada lebih dari satu miliar manusia yang seharusnya potensial menjadi calon pengguna produk kecantikan, tapi terabaikan dari market. Realita ini mencerminkan bias yang masih kuat dalam industri kecantikan, bahwa pengguna kosmetik diasumsikan sempurna fisiknya, “bukan difabel”.
Tentunya, penyandang disabilitas ataupun bukan tetap bisa memilih produk-produk sesuai jenis atau warna kulit, dalam artian tidak perlu perbedaan signifikan dalam kandungan kosmetik. Tetapi hingga saat ini, kemasan produk kosmetik sering kali dibuat semata-mata untuk estetika dan kepraktisan pengguna umum, tidak memandang keberagaman kemampuan fisik.
Contohnya label kecil dan huruf samar membuat tuna netra tidak bisa membaca informasi penting seperti kandungan utama, tanggal kedaluwarsa atau petunjuk penggunaan. Tube yang terlalu kecil tentu sebuah tantangan bagi difabel tunadaksa untuk membuka kemasan, mengaplikasikan produk dengan presisi.
Begitulah, kosmetik ramah difabel dan aksesibilitas di dunia kecantikan masih menjadi masalah, terlebih karena masih minimnya pilihan brand yang merancang khusus untuk difabel. Bahkan mungkin juga belum merata pemahaman dan kesadaran brand kecantikan untuk menjangkau kebutuhan difabel.
Beberapa Produk Kosmetik Ramah Difabel Jadi Harapan Baru
Beberapa waktu di timeline sosmed saya muncul parfum dari brand Rare Beauty Milik Selena Gomez. Dia seorang Penyanyi dan selebriti papan atas yang berasal dari Amerika. Kampanye produk parfum makin terasa sesuai namanya; ‘Rare’, saat kemasan parfum dan cara penggunaannya ramah difabel. Tutup parfum tersebut berbentuk bulat datar dan lebar, tidak memerlukan jari untuk menyemprot dan membuka dan menutup produk.
Hal ini tentu memudahkan tuna daksa atau keterbatasan dalam kekuatan menggenggam untuk menyemprot parfum menggunakan dagu atau bagian tubuh lainnya. Penyemprot parfum juga mudah diputar sehingga bisa lebih memudahkan penggunanya untuk berpindah-pindah tempat pengaplikasian parfum.
Tak sampai di situ, brand awareness produk semakin ramai karena melibatkan banyak penyandang disabilitas tuna daksa yang mempraktikkan penggunaan produk parfum ini di media sosial.
Produk L’Oreal dari Paris juga memadukan industri kecantikan dengan teknologi, yaitu memproduksi aplikator make up elektronik yang sangat membantu penggunanya untuk mengaplikasikan lipstik dengan presisi. Inovasi ini sangat berarti sebenarnya, tapi perkembangannya masih tidak masif.
Brand-brand dari Korea Selatan dan Jepang juga sudah mulai bergerak menambahkan huruf atau tanda Braille untuk memudahkan tuna netra mengetahui jenis produk kosmetik secara mandiri.
Bagaimana Perkembangan Kosmetik Inklusif di Indonesia?
Sayangnya brand-brand di atas bukan produksi lokal. Pertanyaan pentingnya adalah, ‘Bagaimana perkembangan kosmetik inklusif di Indonesia?’
Ternyata inklusivitas kosmetik di Indonesia masih stagnan pada warna kulit, belum ada perkembangan signifikan lagi setelah itu. Beberapa brand; seperti Luxcrime telah melibatkan komunitas difabel dalam kampanyenya. Yaitu dengan memberikan diskon khusus bagi mereka dan menyadari bahwa kecantikan adalah milik semua kalangan; termasuk penyandang disabilitas.
Tetapi perkembangan produk yang ramah difabel belum terlihat secara pasti. Produk kecantikan kenamaan; Wardah juga menggandeng difabel pada kampanyenya. Menunjukkan pesan inklusi lewat kesempatan bagi penyandang disabilitas untuk melaksanakan beauty class dan mencoba pengalaman berjualan di toko.
Wardah menunjukkan komitmen untuk berkolaborasi dengan penyandang disabilitas; meskipun belum terlihat secara pasti juga gebrakan produk yang ramah difabel. Tapi tidak apa, meskipun hal-hal di atas belum spesifik dan masih berupa langkah kecil, inilah awal menuju kosmetik yang inklusif.
Brand kosmetik mulai menyadari bahwa ada satu kelompok yang perlu menjadi perhatian dalam industri kecantikan; yaitu penyandang disabilitas.
Pada akhirnya semoga suatu hari nanti kita tidak lagi muncul pertanyaan “apakah penyandang disabilitas tidak kesusahan menggunakan produk kosmetik?”. Tetapi menemukan berbagai produk berlomba mengampanyekan inklusivitas dalam produknya sehingga setiap produk kecantikan sudah siap digunakan siapa pun; tanpa terkecuali. []











































