• Login
  • Register
Selasa, 1 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Figur

Menilik Sastrawan dari Pulai Tanete: Ratu Siti Aisyah We Tenri Olle

fatmi isrotun nafisah fatmi isrotun nafisah
13/08/2020
in Figur, Profil, Rekomendasi, Sastra
0
440
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Ratu Siti Aisyah We Tenri Olle, sastrawan perempuan kelahiran Tanete Sulawesi Selatan. Ayahnya bernama La Tunampareq alias To Apatorang dengan gelar Arung Ujung. Ibunya Colliq Poedji yang bergelar Arung Pancana. Ratu Aisyah adalah anak kedua dari tiga bersaudara, kakak laki-lakinya bernama La Makkawaru. Sedangkan adik bungsunya bernama I Gading. Ratu Siti Aisyah adalah Ratu di Kerajaan Tanete yang memimpin selama 55 tahun, menggantikan La Rumpang Megga Matinro Eri Moetiara yang sudah lanjut usia.

Ratu Aisyah menikah dengan Arung Bakka Soppeng, bernama La Sandji Unru, yang kemudian dikaruniai tiga putri yaitu We Pancaiktana Bunga Walie, I Pateka Tana, I Hawang, dan seorang putra, La Sangaji Unru, yang kelak meneruskan tahta ayahandanya sebagai Raja Bakka di Soppeng.

Sejak kecil, Ratu Aisyah yang cerdas senantiasa membantu ibunya yaitu Colliq Poedjie yang sering dimintai ayahnya untuk mengurusi dokumen-dokumen kerajaan. Ratu Aisyah mulai menyelami sastra bugis kuno salah satunya I La Galigo yang ditulis dengan huruf lontara oleh nenek moyang orang bugis. Ialah yang telah menyelamatkan I La Galigo dengan berinisiatif menulis ulang epos tersebut dalam bahasa bugis umum yang bisa dipahami oleh semua kalangan.

Epos I La Galigo merupakan epos terpanjang di dunia dan diakui sebagai salah satu sastra warisan dunia, yang ditulis sekitar abad 13-15. Epos merupakan cerita kepahlawanan, syair panjang yang menceritakan perjuangan seorang pahlawan, wiracarita. Sedangkan epos I La Galigo menceritakan kisah cinta Sawerigading sang tokoh utama dan adat istiadat masyarakat Bugis tempo dulu.

Dalam kepemimpinannya, Ratu Aisyah menerapkan konsep Pau-Pauna Sehek Maradang (lima tuntunan Hikayat Syekh Maradang). Hikayat tersebut memaparkan kewajiban apa saja bagi seorang pemimpin. Pertama, orang pintar adalah orang yang memikirkan bagaimana menciptakan kesejahteraan suatu negeri dan rakyatnya.

Baca Juga:

Gaji Pejabat vs Kesejahteraan Kaum Alit, Mana yang Lebih Penting?

Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

Meninjau Ulang Amar Ma’ruf, Nahi Munkar: Agar Tidak Jadi Alat Kekerasan

Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

Kedua, orang kaya adalah orang yang memiliki harta benda dan menggunakannya untuk membangun negerinya. Ketiga, orang yang pemberani adalah orang yang dapat melindungi rakyatnya. Keempat, wali adalah orang yang dimuliakan oleh Allah. Kelima, fakir adalah orang yang diterima doanya oleh Allah.

Dalam pemerintahannya Ratu Aisyah mengalami banyak sekali tantangan, bahkan dari ibunya sendiri yang pada waktu itu kurang setuju kepadanya untuk mengambil alih kepemimpinan. Sang ibu lebih menghendaki La Rumpang namun karena kesehariannya kurang baik dan tidak mencerminkan budi pekerti seorang bangsawan, maka sang kakek tidak menyetujui.

Ratu Aisyah We Tenri Olle mengajarkan kepada kita semua bahwa seorang perempuan bisa menjadi pemimpin karena pada hakikatnya, wanita memiliki peran yang multidimensi sekaligus melekat pada dirinya. Baik dalam aspek sosial, ekonomi, pendidikan, politik, kesehatan dan lain-lainnya. Wilayah peranannya inilah yang menjadikan perempuan harus memiliki kapasitas untuk melakukan perubahan sekaligus tindakan yang nyata dari perubahan tersebut.

Kecerdasan Ratu We Tenri Olle begitu piawai dalam melakukan reformasi pemerintahan. Ia juga berani berpikir ke depan, mampu menyejahterakan rakyat dan semangat bekerja dalam membangun negerinya. Selain itu kecintaan pada dunia intelektual, menjadikan Ratu Asiyah senang membaca, hal ini harus menjadi refleksi bagi kaum muda bahwa membaca akan menjadikan diri kita lebih berwawasan, lebih dipandang, lebih memiliki peran. Kondisi ini kemudian diwujudkan Ratu Aisyah dengan mendirikan sekolah untuk semua kalangan masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan. Sekolah ini menjadi sekolah rakyat pertama di daerah Sulawesi Selatan.

Perempuan adalah ibu kehidupan. Ratu Aisyah adalah perempuan agung yang tidak hanya memikirkan dirinya sendiri. Selalu giat belajar, bersikap teguh dalam memimpin kerajaan ditambah kecintaannnya dengan sastra Bugis sebagai warisan leluhurnya.

Kiprah Ratu Aisyah menjadi inspirasi bagi kita sebagai generasi muda, yang harus turut melestarikan warisan dan kekayaan bangsa tersebut. Banyak nilai teladan yang bisa kita jadikan refleksi untuk kehidupan. Perempuan pemimpin yang harus berani, berintelektual, dan selalu bersemangat menebar benih-benih kebaikan di manapun berada. []

fatmi isrotun nafisah

fatmi isrotun nafisah

Fatmi Isrotun Nafisah adalah perempuan kelahiran Purbalingga, dan baru saja lulus dari Universitas Sains Al-Qur’an (UNSIQ) Jawa Tengah di Wonosobo pada program studi Komunikasi dan Penyiaran Islam tahun 2022

Terkait Posts

Anak Difabel

Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

1 Juli 2025
Toxic Positivity

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

30 Juni 2025
Kapan Menikah

Jangan Tanya Lagi, Kapan Aku Menikah?

29 Juni 2025
Geng Motor

Begal dan Geng Motor yang Kian Meresahkan

29 Juni 2025
Fiqh Al-Usrah

Fiqh Al-Usrah Menjembatani Teks Keislaman Klasik dan Realitas Kehidupan

28 Juni 2025
Sejarah Indonesia

Dari Androsentris ke Bisentris Histori: Membicarakan Sejarah Perempuan dalam Penulisan Ulang Sejarah Indonesia

27 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Anak Difabel

    Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Meninjau Ulang Amar Ma’ruf, Nahi Munkar: Agar Tidak Jadi Alat Kekerasan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mewujudkan Fikih yang Memanusiakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Taman Eden yang Diciptakan Baik Adanya: Relasi Setara antara Manusia dan Alam dalam Kitab Kejadian

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Gaji Pejabat vs Kesejahteraan Kaum Alit, Mana yang Lebih Penting?
  • Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak
  • Meninjau Ulang Amar Ma’ruf, Nahi Munkar: Agar Tidak Jadi Alat Kekerasan
  • Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan
  • Mewujudkan Fikih yang Memanusiakan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID