• Login
  • Register
Selasa, 1 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Menyoal Perempuan Dalam Dunia Periklanan

Ainul Luthfia Al Firda Ainul Luthfia Al Firda
18/05/2020
in Personal
0
(foto koleksi penulis)

(foto koleksi penulis)

183
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Di dalam teori budaya feminis hubungan perempuan dengan konstruksi dan budaya konsumen merupakan persoalan sentral. Perempuan sering diidentifikasi dengan konsumsi massa, oleh sebab itu perempuan jarang diposisikan sebagai objek yang bernilai positif. Irigaray berargumen bahwasannya untuk memahami perempuan  dalam hubungan konsumen dengan merubah status perempuan sebagai komoditas yang berhubungan dengan tatanan kapitalis/patriarki. (Thornham, 2013 )

Berbicara tentang perempuan akan membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan konstruksi sosial. Entah itu urusan publik atau urusan domestik.  Perempuan yang dapat berkarya di ranah publik tidak semuanya dapat merasakan keadilan yang sama dengan laki-laki.

Patriarki merupakan budaya yang mengkonstruksi dan menyusun upaya untuk mengeksploitasi tubuh, fikiran, peran, laki-laki dan perempuan. Adapun di dalam tulisan ini akan membahas bagaiamana representasi perempuan dalam dunia periklanan yang terkesan sangat patriarki.

Pertama, mengutip tulisan Dewi Candraningrum yang berjudul “ Amanat Al Insan dalam Krisis Lingkungan: Kajian Ekofeminisme Islam”. Dia menjelaskan bahwasannya dalam konsep patriarki perempuan sering dicap dengan hal-hal yang dianggap liar dan buas.

Sehingga perlu adanya upaya untuk menundukkan, mengatur dan mengeksploitasi supaya sesuai dengan kebutuhan. Hal ini sangat tidak adil sebab perempuan dianalogikan sebagai hewan (liar dan buas). Padahal perempuan adalah bagian dari manusia yang kedudukannya sangatlah berbeda dengan hewan.

Baca Juga:

Menjaga Pluralisme Indonesia dari Paham Wahabi

Taman Eden yang Diciptakan Baik Adanya: Relasi Setara antara Manusia dan Alam dalam Kitab Kejadian

Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

Kedua, konsep patriarki yang menjadikan perempuan sebagai barang yang mudah untuk dieksploitasi. Di sini tubuh perempuan bukan lagi dianggap sebagai makluk hidup melainkan sebagai barang yang dapat dijadikan uang. Ini merupakan upaya kapitalisasi tubuh perempuan dengan mengeskploitasi tubuhnya agar dapat diuangkan.

Ketiga, di dalam dunia periklanan tentu ada konstruksi sosial yang di dalamnya melahirkan subordinasi dan dominasi. Kemudian muncul kelompok yang superior dan inferior. Di sini perempuan lebih sering menjadi objek yang subordinat oleh ketentuan dalam periklanan dan harus patuh terhadap peraturan tersebut.

Sebab uanglah yang menjadikan manusia tidak seperti manusia. Oleh karena itu manusia sering diartikan bukan sebagai makhluk hidup yang dapat menikmati kehidupannya secara layak. Melainkan manusia adalah robot pencetak uang.

Ketidakadilan terhadap perempuan terutama dalam wajah periklanan berangkat dari pemikiran yang patriarkis dan sangat tidak logis. Dengan melanggengkan relasi kuasa yang dapat melahirkan kelompok dominan dan subordinasi. Di sini perempuan menjadi salah satu objek yang sering tersubordinasi. Misalnya, wajah periklanan di negara kita.

Mulai dari banyaknya layanan iklan yang dibintangi oleh sebagian besar perempuan dengan kategori cantik yang menurut saya itu sangat konstruk (putih, tinggi, hidung mancung, kulit mulus) menjadikan modal awal yang mudah untuk menarik minat konsumen. Hal ini tentu mempermudah masyarakat untuk mengkategorikan fisik yang cantik itu sesuai dengan model iklan.

Selain itu, menurut saya dominasi model iklan yang diduduki oleh perempuan merupakan salah satu taktik untuk melanggengkan atau menggambarkan perempuan adalah budak konsumerisme. Saussure menjelaskan dalam setiap gerak-gerik menunjukkan adanya tanda yang dapat ditarik sebagai makna dan alasan. Salah satu diantaranya ialah media iklan.

Sebut saja salah satu layanan iklan e-commerce yang banyak diminati oleh masyarakat Indonesia saat ini. Selain dengan iming-iming diskon yang melimpah dan harga yang relative murah. Ternyata ada satu hal yang membuat saya berfikir, layanan iklan tersebut didominasi oleh perempuan. Mungkin ini dapat dikatan bahwa adanya ruang bagi perempuan untuk menduduki  ruang publik, namun ada hal lain yang membuatnya ganjil.

Iklan tersebut menawarkan beberapa kebutuhan perempuan, baik itu kebutuhan primer, sekunder bahkan kebutuhan tersier. Hal ini seakan memberikan tanda bahwa perempuan gemar dengan budaya berbelanja atau konsumerisme. Cara dan penyampaian iklannya pun terlihat sangat jelas bahwa ada tanda-tanda yang menunjukkan perempuan memang gemar dengan budaya belanja dan berlomba-lomba dalam mencukupi kebutuhan fashion.

Selain iklan layanan e-commerce, saya juga melihat adanya eksploitasi tubuh perempuan melalui media periklanan. Kesan pertama yang saya lihat ialah adanya imaji-imaji yang bernuansa sensual dan seksual. Misalnya iklan  parfum atau sabun merupakan salah satu iklan yang menurut saya banyak mengandung imaji yang bernuansa sensual dan seksual. Dengan memposisikan perempuan sebagai tokoh utama dalam iklan tersebut.

Dalam dunia media banyak melahirkan pandangan yang pro dan kontra. Kesalahpahaman penonton dalam menyerap maksud dan tujuan penanyangan berita atau iklan seringkali terjadi. Ada yang dapat menangkap makna dengan mudah, dan ada juga yang sulit menangkap maknanya. Bahkan sesekali ada yang mengkritisi maksud dan tujuan penayangannya. Ini bukan lagi persoalan biasa. (Storey, 2006)

Dari tulisan di atas dapat disimpulkan bahwa representasi perempuan dalam dunia periklanan merupakan hasil dari konsep patriarki yang terstruktur. Melalui cap liar terhadap perempuan, anggapan bahwa perempuan merupakan sesuatu yang mudah dieksploitasi dan dianggap sebagai mesin uang, serta perempuan adalah objek inti dari budaya konsumerisme. Sekali lagi perempuan tetaplah manusia bukan wujud barang yang mudah ditundukkan dan dieksploitasi oleh apapun dan siapapun. []

Ainul Luthfia Al Firda

Ainul Luthfia Al Firda

Ainul Luthfia Al Firda Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Focus pada kajian-kajian agama dan sosial

Terkait Posts

Toxic Positivity

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

30 Juni 2025
Second Choice

Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

30 Juni 2025
Tradisi Ngamplop

Tradisi Ngamplop dalam Pernikahan: Jangan Sampai Menjadi Beban Sosial

29 Juni 2025
Humor Seksis

Tawa yang Menyakiti; Diskriminasi Gender Di Balik Humor Seksis

26 Juni 2025
Kekerasan Seksual

Kekerasan Seksual Bisa Dicegah Kalau Islam dan Freud Ngobrol Bareng

26 Juni 2025
Menemani Laki-laki dari Nol

Bagaimana Mubadalah Memandang Fenomena Perempuan yang Menemani Laki-laki dari Nol?

25 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Toxic Positivity

    Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Taman Eden yang Diciptakan Baik Adanya: Relasi Setara antara Manusia dan Alam dalam Kitab Kejadian

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ikhtiar Menyuarakan Kesetaraan Disabilitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menjaga Pluralisme Indonesia dari Paham Wahabi
  • Taman Eden yang Diciptakan Baik Adanya: Relasi Setara antara Manusia dan Alam dalam Kitab Kejadian
  • Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!
  • Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman
  • Bukan Lagi Pinggir Kota yang Sejuk: Pisangan Ciputat dalam Krisis Lingkungan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID