Sabtu, 22 November 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    P2GP

    P2GP Harus Diakhiri: KUPI Minta Negara Serius Libatkan Ulama Perempuan dalam Setiap Kebijakan

    P2GP

    Istiqamah di Tengah Penolakan: Perjuangan Panjang KUPI Menghentikan P2GP

    Sunat Perempuan

    Membumikan Ijtihad: Langkah KUPI Menghapus Sunat Perempuan dari Ruang Keluarga hingga Negara

    Sunat Perempuan

    Perjuangan KUPI Menghentikan Sunat Perempuan: Dari Musyawarah, Penolakan, hingga Penerimaan Publik

    P2GP

    Prof. Alim: sebagai Bentuk Penolakan terhadap P2GP, Pengalaman Perempuan Harus Ditulis

    Fatwa KUPI P2GP

    Fatwa KUPI Jadi Motor Advokasi: UNFPA Puji Tiga Tahun Kerja Ulama Perempuan Menghapus P2GP

    P2GP

    P2GP Harus Dihentikan Total: KemenPPPA Akui Fatwa KUPI sebagai Penentu Arah Kebijakan Nasional

    Buku Anak yang Dinanti Jangan Disakiti

    Luncurkan Buku Anak yang Dinanti, Jangan Disakiti, Alimat Tegaskan Hentikan Praktik P2GP

    Human Rights Tulip 2025

    KUPI Masuk 10 Deretan Pembela HAM Dunia dalam Human Rights Tulip 2025

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    An-Nisa ayat 34

    Meluruskan Pemahaman QS. An-Nisa Ayat 34: Kekerasan Tidak Pernah Diajarkan Islam

    Stigma bagi Penyandang Disabilitas

    Hak Bebas dari Stigma Bagi Penyandang Disabilitas: Refleksi Qs. ‘Abasa

    mau‘idhah dan pisah ranjang

    Mau‘idhah dan Pisah Ranjang: Strategi Al-Qur’an Menolak Kekerasan dalam Rumah Tangga

    KUHP

    Kohabitasi dalam KUHP Baru: Antara Privasi, Norma Sosial dan Etika Keagamaan

    Suami Memukul Istri yang

    Benarkah Al-Qur’an Membolehkan Suami Memukul Istri?

    Transisi Energi

    Ekofeminisme dan Tanggung Jawab Moral di Balik Transisi Energi Nasional

    Pemberdayaan disabilitas

    Revolusi Regulasi untuk Pemberdayaan Disabilitas

    Kekerasan Terhadap Perempuan yang

    Sampai Kapan Dalih Agama Dibiarkan Membenarkan Kekerasan terhadap Perempuan?

    Nikah Sirri

    Sudahi Nikah Sirri

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    P2GP

    P2GP Harus Diakhiri: KUPI Minta Negara Serius Libatkan Ulama Perempuan dalam Setiap Kebijakan

    P2GP

    Istiqamah di Tengah Penolakan: Perjuangan Panjang KUPI Menghentikan P2GP

    Sunat Perempuan

    Membumikan Ijtihad: Langkah KUPI Menghapus Sunat Perempuan dari Ruang Keluarga hingga Negara

    Sunat Perempuan

    Perjuangan KUPI Menghentikan Sunat Perempuan: Dari Musyawarah, Penolakan, hingga Penerimaan Publik

    P2GP

    Prof. Alim: sebagai Bentuk Penolakan terhadap P2GP, Pengalaman Perempuan Harus Ditulis

    Fatwa KUPI P2GP

    Fatwa KUPI Jadi Motor Advokasi: UNFPA Puji Tiga Tahun Kerja Ulama Perempuan Menghapus P2GP

    P2GP

    P2GP Harus Dihentikan Total: KemenPPPA Akui Fatwa KUPI sebagai Penentu Arah Kebijakan Nasional

    Buku Anak yang Dinanti Jangan Disakiti

    Luncurkan Buku Anak yang Dinanti, Jangan Disakiti, Alimat Tegaskan Hentikan Praktik P2GP

    Human Rights Tulip 2025

    KUPI Masuk 10 Deretan Pembela HAM Dunia dalam Human Rights Tulip 2025

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    An-Nisa ayat 34

    Meluruskan Pemahaman QS. An-Nisa Ayat 34: Kekerasan Tidak Pernah Diajarkan Islam

    Stigma bagi Penyandang Disabilitas

    Hak Bebas dari Stigma Bagi Penyandang Disabilitas: Refleksi Qs. ‘Abasa

    mau‘idhah dan pisah ranjang

    Mau‘idhah dan Pisah Ranjang: Strategi Al-Qur’an Menolak Kekerasan dalam Rumah Tangga

    KUHP

    Kohabitasi dalam KUHP Baru: Antara Privasi, Norma Sosial dan Etika Keagamaan

    Suami Memukul Istri yang

    Benarkah Al-Qur’an Membolehkan Suami Memukul Istri?

    Transisi Energi

    Ekofeminisme dan Tanggung Jawab Moral di Balik Transisi Energi Nasional

    Pemberdayaan disabilitas

    Revolusi Regulasi untuk Pemberdayaan Disabilitas

    Kekerasan Terhadap Perempuan yang

    Sampai Kapan Dalih Agama Dibiarkan Membenarkan Kekerasan terhadap Perempuan?

    Nikah Sirri

    Sudahi Nikah Sirri

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Merebut Tafsir: De-syariatisasi Jilbab?

Tatkala diberlakukan desyariatisasi jilbab, maka jilbab tak lagi menjadi urusan agama melainkan sebagai urusan seragam sekolah. Namun sebaliknya jika jilbab dianggap sebagai keyakinan yang berangkat dari pilihan individu, maka jilbab tak seharusnya menjadi aturan yang dipaksakan.

Lies Marcoes Natsir Lies Marcoes Natsir
3 Februari 2021
in Personal, Rekomendasi
0
Jilbab

Jilbab

463
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Jilbab dalam konteks Islam di Indonesia merupakan fenomena sosial dan keagamaan baru. Mulai berkembang sebagai identitas politik di masa revolusi Iran di paruh tahun 70-an, jilbab kemudian mendapatkan pengentalan teologisnya bersama munculnya teks-teks keagamaan yang melegitimasi keharusan berjilbab. Belakangan bersama munculnya politik identitas Islam, jilbab dengan penanda-penanda sejenis diatur sebagai ketentuan syariat.

Ratusan tahun dalam berkembang Islam di Indonesia, penutup kepala yang dikenakan kaum perempuan, atau disebut kerudung, atau kudung (Jawa) atau tiung (Sunda) atau tengkuluk (Minang)  dianggap sebagai identitas Nusantara. Ibu Negara Fatmawati mengenakannya sebagai identitas kebangsaan Indonesia yang baru merdeka.

Kerudung dikenakan Ibu Fat bersama kebaya dan kain batik dalam upacara atau acara resmi kenegaraan. Di era Orde Baru (paruh pertama), ketika Negara melakukan penjarakan terhadap Islam politik, kebaya dikenakan tanpa kerudung ala Ibu Fat. Bahkan kebaya menjadi citra kaum perempuan dalam politik identitas Orde Baru dengan makna sebagai istri pendamping suami.

Selama bertahun-tahun, identitas perempuan Indonesia mengacu kepada dominasi budaya priyayi Jawa yang menggunakan kebaya tanpa kerudung kecuali pada keluarga santri. Bahkan ketika itu, perempuan muda dengan latar belakang NU dan Muhammadiyah tak selalu menggunakan kerudung kecuali bagi yang beranjak sepuh.

Lambat laun bentuk kerudung berubah menjadi jilbab yang lebih tertutup. Pengaruh revolusi Iran sangat tegas membekas di sana. Di Barat, jilbab tak hanya dimaknai sebagai identitas baru warga muslim minoritas tetapi juga simbol ketaatan kepada Islam. Dalam perkembangannya jilbab menjadi fenomena dunia sebagai identitas kultural sekaligus teologis. Bersama munculnya kajian-kajian baru tentang jilbab muncul pula pengentalan teologis yang menganggap jilbab sebagai hal yang diwajibkan mengikuti ketentuan syariat.

Di Indonesia, terinspirasi oleh revolusi Iran, gerakan Salafisme di Timur Tengah, serta gairah keagamaan di Barat plus bisnis garmen dan fashion, jilbab mewujud menjadi fenomena yang rumit: tidak hitam putih, tidak tunggal dan tidak bebas nilai. Namun muncul juga kecenderungan kearah ortodoksi yang ditekankan sebagai aturan keagamaan yang mengikat. Bersama munculnya otonomi daerah, jilbab di beberapa daerah diatur sebagai regulasi daripada sebagai identitas kultural atau pilihan keyakinan.

Hal ini menjadi semakin jelas ketika Aceh menerapkan syariat Islam. Jilbab kemudian menjadi salah satu ketentuan yang menjadi regulasi. Namun sebetulnya begitu menjadi regulasi atau qanun, maka jilbab telah melepaskan “keswadayaan iman” nya menjadi aturan yang memaksa. Dari sisi tata aturan hukum, maka saat itu pula jilbab tunduk pada aturan yang bersifat duniawi sebagaimana layaknya aturan Undang-Undang.

Ketika saya mengikuti kegiatan penguatan perempuan calon anggota parlemen tingkat daerah, saya tak heran bertemu perempuan non-Muslim dari wilayah perbatasan Aceh Singkil yang dengan sengaja menggunakan jilbab. Mereka mengaku merasa nyaman karena dengan memakai jilbab tak merasa dianggap sebagai orang lain dalam pertemuan-pertemuan yang berlangsung di wilayah Aceh.

Itu pula agaknya yang terjadi pada siswi non-muslim di wilayah lain yang menggunakan jilbab sebagai seragam sekolahnya. “Syariatisasi” jilbab secara otomatis gugur ketika jilbab ditetapkan sebagai aturan yang mengikat dalam bentuk regulasi. Hal ini pula yang berlaku pada siswi SMK Negeri 2 Padang sebagaimana pengakuan mereka yang mengenakan jilbab di sekolah. Mereka mengenakannya karena merasa menjadi bagian dari aturan, serta tak nyaman menjadi warga belajar yang berbeda. Siapapun tahu, menjadi berbeda itu tidak nyaman manakala perbedaan itu bukan hal yang dianggap anugerah melainkan rasa gerah.

Perkara jilbab dalam hubungannya dengan ruang publik seperti di lembaga pendidikan sudah berlangsung sejak era Ode Baru. Di bawah politik penyeragaman, sejumlah siswi SMA yang memilih memakai jilbab dipersoalkan secara serius di awal tahun 80-an. Semula – berbeda dengan stuasi sekarang, para siswi berjilbab itu didiskriminasi. Mereka didesak mencopot jilbabnya atau mundur dan pindah sekolah.

Menyadari hak-hak mereka telah dilanggar sejumlah pegiat HAM membelanya dengan argumen kebebasan berkeyakinan sebagai hal yang prinsip dalam hak asasi manusia. Belakangan suasananya berbalik, siswi yang tak berjilbab, meskipun Muslim, telah dikondisikan – untuk tidak dikatakan diintimidasi, untuk memakai jilbab, tak terkecuali siswi non-Muslim.

Sebetulnya tata aturan pemakaian jilbab ini tak selalu jelas regulasinya. Bahkan terkadang sama sekali tidak ada aturan resmi. Paling jauh, ada aturan berupa SK dari Pimpinan Daerah setingkat Bupati atau Walikota. SK itu biasanya meminta siswi menggunakan jilbab sebagai bagian dari disiplin, meskipun pendisiplinan itu tak (selalu) berlaku untuk siswi non-muslim.

Namun seperti telah dikemukakan, tanpa SK sekalipun, penggunaan jilbab niscaya akan dipilih oleh seorang siswi non- muslim jika jilbab digunakan sebagai penanda perbedaan atau bahkan dianggap bentuk pembangkangan bagi siswi yang kebetulan beragama Islam. Padahal, menjadi beda dalam situasi yang gampang membeda-bedakan itu sungguh tak nyaman. Karenanya sama sekali tak heran jika sejumlah siswi di sekolah negeri, seperti di SMK Negeri 2 Padang itu, bahkan yang muslim sekalipun mengaku dengan “sukarela” memakai jilbab.

Lalu bagaimana sebaiknya menyikapi hal ini? Di sini sebetulnya ada pilihan. Bila jilbab dianggap sebagai pilihan keimanan, maka jilbab tak seharusnya menjadi hal yang diwajibkan melainkan sebagai kesadaran pribadi. Namun sebaliknya jika kehendak mewajibkan jilbab diatur sebagai keputusan suatu lembaga seperti sekolah, maka status jilbab tak akan beda dengan seragam. Jilbab dengan sendirinya tak dikaitkan dengan aturan agama melainkan sebagai aturan tata tertib sekolah. Ini tak  ubahnya dengan siswa perawat yang pakai topi perawat, atau siswa perhotelan jurusan tata boga yang memakai topi pramusaji.

Dengan kata lain, jika jilbab ditetapkan sebagai kewajiban di sekolah maka pakaian penutup kepala itu harus mengalami desyariatisasi. Dengan demikian jilbab bukan lagi dianggap sebagai kewajiban agama (syar’i) melainkan kewajiban yang berlaku umum bagi semua siswi terlepas dari suku, ras, agama dan keyakinannya. Bahwa bagi siswi Muslim sendiri menganggap jilbab sebagai ketentuan agama, itu menjadi urusan personalnya. Kewajiban sekolah adalah mengatur seragam.

Dan tatkala jilbab menjadi bagian dari seragam maka jilbab harus dijadikan aturan yang mengikat dan secara postitif atau memaksa. Ini sama halnya dengan para pejabat negara yang wajib memakai peci hitam di saat pelantikan atau upacara. Bahwa bagi pejabat yang muslim peci dianggap pakaian keagamaannya, nggih monggo, silahkan saja.

Sekolah, terutama sekolah umum seharusnya hanya memberlakukan aturan yang berlaku sama bagi semua siswa; memakai seragam upacara di hari upacara/ hari Senin, pakai baju olah raga di jadwal olah raga, pakai seragam Pramuka di hari wajib memakai baju Pramuka dan seterusnya.

Tatkala diberlakukan desyariatisasi jilbab, maka jilbab tak lagi menjadi urusan agama melainkan sebagai urusan seragam sekolah. Namun sebaliknya jika jilbab dianggap sebagai keyakinan yang berangkat dari pilihan individu, maka jilbab tak seharusnya menjadi aturan yang dipaksakan. Nah, mau pilih yang mana? []

 

Source: https://rumahkitab.com/merebut-tafsir-de-syariatisasi-jilbab/?fbclid=IwAR3l7DYJSlr7Rstb9EcCtMfnzYWSqTl4t6z53QOLAamjQeptrtIhB1LpFCo
Via: https://rumahkitab.com/merebut-tafsir-de-syariatisasi-jilbab/?fbclid=IwAR3l7DYJSlr7Rstb9EcCtMfnzYWSqTl4t6z53QOLAamjQeptrtIhB1LpFCo
Tags: HijabHijrahJilbabperempuanSyariat Islam
Lies Marcoes Natsir

Lies Marcoes Natsir

Peneliti senior pada Kreasi Prasasti Perdamaian. Bisa dihubungi melalui Liesmarcoes17@gmail.com

Terkait Posts

Kekerasan Terhadap Perempuan yang
Keluarga

Sampai Kapan Dalih Agama Dibiarkan Membenarkan Kekerasan terhadap Perempuan?

21 November 2025
Industri ekstraktif
Publik

Perjuangan Perempuan Adat Melawan Industri Ekstraktif

21 November 2025
P2GP
Aktual

Prof. Alim: sebagai Bentuk Penolakan terhadap P2GP, Pengalaman Perempuan Harus Ditulis

20 November 2025
Al-Ummu Madrasatul Ula
Keluarga

Menafsir Al-Ummu Madrasatul Ula: Keluarga Sebagai Sekolah Pertama

17 November 2025
Pendidikan Perempuan Rahmah el-Yunusiyah
Publik

Strategi Rahmah El-Yunusiyah Memajukan Pendidikan Perempuan

15 November 2025
Rahmah el-Yunusiyah sudah
Publik

Jika Rahmah el-Yunusiyah Sudah Memulai Sejak 1900, Mengapa Kita Masih Berdebat Soal Pendidikan Perempuan?

15 November 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Nikah Sirri

    Sudahi Nikah Sirri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sampai Kapan Dalih Agama Dibiarkan Membenarkan Kekerasan terhadap Perempuan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Revolusi Regulasi untuk Pemberdayaan Disabilitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ekofeminisme dan Tanggung Jawab Moral di Balik Transisi Energi Nasional

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Teladan Nabi dalam Membangun Relasi Suami Istri yang Adil dan Penuh Kasih

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Meluruskan Pemahaman QS. An-Nisa Ayat 34: Kekerasan Tidak Pernah Diajarkan Islam
  • Hak Bebas dari Stigma Bagi Penyandang Disabilitas: Refleksi Qs. ‘Abasa
  • Mau‘idhah dan Pisah Ranjang: Strategi Al-Qur’an Menolak Kekerasan dalam Rumah Tangga
  • Kohabitasi dalam KUHP Baru: Antara Privasi, Norma Sosial dan Etika Keagamaan
  • Benarkah Al-Qur’an Membolehkan Suami Memukul Istri?

Komentar Terbaru

  • Refleksi Hari Pahlawan: Tiga Rahim Penyangga Dunia pada Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto
  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID