Jumat, 26 September 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Makan Bergizi Gratis

    Ironi Makan Bergizi Gratis: Ketika Urusan Dapur Menjadi Kebijakan Publik

    Nyai Sinta Nuriyah

    Kunjungi Aktivis yang Ditahan, Nyai Sinta Nuriyah Tunjukkan Keteguhan Ulama Perempuan dalam Membela Rakyat

    Hari Tani

    Hari Tani Nasional 2025: Menghargai Petani dan Menjaga Pangan Negeri

    Jaringan WPS

    5 Tuntutan Jaringan WPS Indonesia atas Penangkapan Perempuan Pasca Demonstrasi

    Kampanye Inklusivitas

    Inklusivitas di Era Digital: Strategi Baru Kampanye di Media Sosial

    Tempat Ibadah Ramah Disabilitas

    Rektor ISIF Dorong Gerakan Tempat Ibadah Ramah Disabilitas dalam MISI ke-10

    Amal Maulid KUPI

    Amal Maulid KUPI dan Majelis Taklim di Yogyakarta Gelar Santunan untuk 120 Perempuan

    Pengaburan Femisida

    Di Balik Topeng Penyesalan: Narasi Tunggal Pelaku dan Pengaburan Femisida

    Bincang Syariah Goes to Campus

    Kemenag Gelar Blissful Mawlid “Bincang Syariah Goes to Campus” Ajak Generasi Muda Rawat Bumi

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    ODGJ

    ODGJ Bukan Gila, Mereka Hanya Hilang Kesadaran

    Beda agama yang

    Menghormati Ibu Meski Beda Agama adalah Akhlak Universal Islam

    Buku, Barang Bukti

    Ketika Buku dijadikan Barang Bukti: Negara Membunuh Literasi

    Penghormatan Kepada Ibu

    Pentingnya Penghormatan kepada Ibu, Meski Beda Agama

    Diplomasi Moral Indonesia

    Diplomasi Moral Indonesia: Prabowo dan Komitmen Terhadap Palestina di PBB

    Non Muslim yang

    Meneladani Sifat Kasih Sayang Nabi Muhammad kepada Non Muslim

    Rahmat

    Rahmat Nabi Muhammad Saw untuk Semua

    Mubadalah

    Etika Mubadalah sebagai Fondasi Hidup Damai

    Beragama

    Membangun Relasi Perdamaian Antarumat Beragama dengan Spirit Mubadalah

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Bulan Pernikahan

    Rahasia Bulan Pernikahan yang Disunnahkan: Menyatukan Budaya dan Syariat

    Pernikahan adalah Pilihan

    Pernikahan adalah Pilihan, Bukan Paksaan

    Penyusuan Anak

    Implikasi Hukum Penyusuan Anak

    Upah Menyusui

    Bolehkah Ibu Menuntut Upah atas Menyusui Anaknya Sendiri?

    Menyusui

    Menyusui dalam Fikih: Hak Anak atau Hak Ibu?

    Menyusui Anak

    Menyusui Anak: Tugas Ibu dan Tanggung Jawab Bapak

    Ibu Menyusui

    3 Kondisi yang Menjadikan Ibu Kandung Wajib Menyusui Anaknya

    Menyusui Anaknya

    Apakah Ibu Wajib Menyusui Anaknya?

    Saksi dalam Akad Pernikahan

    Bolehkah Perempuan Menjadi Saksi dalam Akad Pernikahan?

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Makan Bergizi Gratis

    Ironi Makan Bergizi Gratis: Ketika Urusan Dapur Menjadi Kebijakan Publik

    Nyai Sinta Nuriyah

    Kunjungi Aktivis yang Ditahan, Nyai Sinta Nuriyah Tunjukkan Keteguhan Ulama Perempuan dalam Membela Rakyat

    Hari Tani

    Hari Tani Nasional 2025: Menghargai Petani dan Menjaga Pangan Negeri

    Jaringan WPS

    5 Tuntutan Jaringan WPS Indonesia atas Penangkapan Perempuan Pasca Demonstrasi

    Kampanye Inklusivitas

    Inklusivitas di Era Digital: Strategi Baru Kampanye di Media Sosial

    Tempat Ibadah Ramah Disabilitas

    Rektor ISIF Dorong Gerakan Tempat Ibadah Ramah Disabilitas dalam MISI ke-10

    Amal Maulid KUPI

    Amal Maulid KUPI dan Majelis Taklim di Yogyakarta Gelar Santunan untuk 120 Perempuan

    Pengaburan Femisida

    Di Balik Topeng Penyesalan: Narasi Tunggal Pelaku dan Pengaburan Femisida

    Bincang Syariah Goes to Campus

    Kemenag Gelar Blissful Mawlid “Bincang Syariah Goes to Campus” Ajak Generasi Muda Rawat Bumi

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    ODGJ

    ODGJ Bukan Gila, Mereka Hanya Hilang Kesadaran

    Beda agama yang

    Menghormati Ibu Meski Beda Agama adalah Akhlak Universal Islam

    Buku, Barang Bukti

    Ketika Buku dijadikan Barang Bukti: Negara Membunuh Literasi

    Penghormatan Kepada Ibu

    Pentingnya Penghormatan kepada Ibu, Meski Beda Agama

    Diplomasi Moral Indonesia

    Diplomasi Moral Indonesia: Prabowo dan Komitmen Terhadap Palestina di PBB

    Non Muslim yang

    Meneladani Sifat Kasih Sayang Nabi Muhammad kepada Non Muslim

    Rahmat

    Rahmat Nabi Muhammad Saw untuk Semua

    Mubadalah

    Etika Mubadalah sebagai Fondasi Hidup Damai

    Beragama

    Membangun Relasi Perdamaian Antarumat Beragama dengan Spirit Mubadalah

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Bulan Pernikahan

    Rahasia Bulan Pernikahan yang Disunnahkan: Menyatukan Budaya dan Syariat

    Pernikahan adalah Pilihan

    Pernikahan adalah Pilihan, Bukan Paksaan

    Penyusuan Anak

    Implikasi Hukum Penyusuan Anak

    Upah Menyusui

    Bolehkah Ibu Menuntut Upah atas Menyusui Anaknya Sendiri?

    Menyusui

    Menyusui dalam Fikih: Hak Anak atau Hak Ibu?

    Menyusui Anak

    Menyusui Anak: Tugas Ibu dan Tanggung Jawab Bapak

    Ibu Menyusui

    3 Kondisi yang Menjadikan Ibu Kandung Wajib Menyusui Anaknya

    Menyusui Anaknya

    Apakah Ibu Wajib Menyusui Anaknya?

    Saksi dalam Akad Pernikahan

    Bolehkah Perempuan Menjadi Saksi dalam Akad Pernikahan?

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

ODGJ Bukan Gila, Mereka Hanya Hilang Kesadaran

Apalah artinya pendidikan tinggi jika di tengah masyarakat kita terasing? Apa gunanya jabatan jika pada akhirnya memberi jarak dengan masyarakat?

Woko U Woko U
26 September 2025
in Personal
0
ODGJ

ODGJ

281
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Perkembangan dunia psikologi makin hari lumayan meyakinkan. Walaupun salah satunya soal penggunaan bahasa. Yang jelas hal tersebut merupakan bentuk kemajuan. Seperti kita tahu penggunaan bahasa dalam diskursus ilmu mental dan jiwa terjadi penghalusan. Misalnya untuk menyebut cacat kini berganti menjadi disabilitas, kelainan menjadi kebutuhan, atau istimewa. Tak terkecuali istilah gila menjadi ODGJ.

Sebenarnya bentuk derivasi kata ODGJ beragam seperti stress, hilang akal, hilang kesadaran, halusinasi hingga gangguan jiwa dan mental. Akan tetapi fakta di lapangan sebelum ada kata ODGJ masyarakat sering memberi label pada mereka yaitu “orang gila” atau orang tidak waras. Tapi apakah realita ODGJ demikian atau hanya sangkaan masyarakat saja yang tidak tahu.

Menurut Undang-undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang kesehatan jiwa, istilah orang gila dihilangkan. Hal tersebut berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2023 tentang larangan penyebutan atau pelabelan negatif terhadap individu. Undang-undang tersebut hadir setidaknya untuk mengedukasi masyarakat bahwa orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) itu komplek. ODGJ tidak sesimpel yang masyarakat tahu seperti tertawa atau bicara sendiri.

Memahami ODGJ dari Akar Ilmu Bukan dari Mitos

Masyarakat perlu mengetahui apa latar penyebab mengapa ODGJ  hadir di tengah-tengah mereka. Yang terpenting dari sekadar tahu yaitu bagaimana cara kita memperlakukan ODGJ sebagai sesama manusia. Karena ODGJ bagaimana pun juga merupakan ujian bagi kita yang menganggap diri ini normal. Padahal bisa jadi secara hakikat yang menganggap normal justru abnormal.

Soal labelisasi tersebut tentu saya memiliki pengalaman yang tentu terjadi pada tetangga sendiri. Sebut saja Mang Anto. Dia menjadi ODGJ sekitar 25 tahun lalu. Awalnya karena sakit panas yang luar biasa sampai terjadi reaksi kejang. Tapi tetangga bilang ia depresi karena diputus oleh pacarnya. Ada yang bilang juga gangguan tersebut karena Mang Anto memiliki keturunan lewat jalur bapak. Dulu keluarga Mang Anto kaya karena sawah dan kerbaunya banyak. Tapi semua harta itu habis untuk membiayai Mang Anto berobat.

Singkat kisah kini Mang Anto hanya berjalan mondar-mandir dari satu gang ke gang lainnya. Dia duduk termangu kadang tertawa, diam hingga berjingkrak. Dulu saat awal-awal masih dalam ikhtiar berobat Mang Anto masih sering ke mushola. Walaupun kadang jadi objek candaan anak-anak akan tetapi ia masih bisa diajak komunikasi. Tapi kini cerita hanya tinggal cerita.

Mang Anto yang sejak kecil dirawat ibunya harus menerima kenyataan pahit. Ibunya wafat dan memang sejak kecil ia juga belum melihat bagaimana wajah bapaknya. Sosok ibu yang paling mengerti kebutuhan Mang Anto harus pergi meninggalkannya sendiri. Kini Mang Anto dirawat oleh kakak perempuannya yang juga baru kehilangan anak dan suami keduanya.

Melihat Realitas ODGJ Di Sekitar Kita

Rasanya miris, pilu dan saya sebagai tetangga merasa tidak bisa berbuat banyak buat keluarga Mang Anto. Sesekali keluarga kami memberikan sejumlah uang atau beras ketika panen tiba. Mang Anto juga mendapatkan beberapa uang dari kas mushala itupun teramat kecil. Ironisnya sebenarnya keluarga Mang Anto yaitu pakdenya merupakan pejabat di KUA. Tapi akhirnya pakdenya pun tidak lagi memperhatikanya.

Dalam kondisi itu kadang saya merenung seperti yang dijelaskan oleh Bu Nur Rofiah (KUPI) dan Bu Aci (Komisioner Disabilitas Indonesia) bahwa kegetiran hidup seperti disabilitas justru karena faktor ilmu dan ekonomi. Saya bertanya apakah benar nasib kaum papa selalu tidak beruntung seperti yang dialami Mang Anto.

Dalam lagu Pantura nampaknya opini saya tersebut seperti benar. Karena selama ini kaya miskin seolah hoki dan hanya menguntungkan sebelah pihak. Misalnya syair yang ditembangkan Mimi Hj Duniawati bunyinya begini :

Wong mlarat sinandingan bli gableg. Mulek bae penyakite. Parek bae blaine. Adoh bae rezekine. Klantung-klantung ana sing mentung. Klendang-klendang ana sing ngemplang. Lagi dodok ana sing nabok. Miyang meng kali ana sing biti. Dolan ning tangga ana ilang-ilangan. Balik meng umah ana mantri bank nagih utang. Bank dinaan, mingguan, wulanan lan taunan.

Nanging ari wong sugih sih sinandingan drajat kang mulya. Akeh bae rezekine. Adoh bae penyakite. Nantung-nantung ana kang ngupai kalung. Klendang-klendang ana sing ngupai gelang. Lagi dodok mama kuwu liwat kokon nyambut bengkok. Miyang ning kali nemu peti. Dolan ning tangga lagi slametan gadis papat ngenteni dikawin.

Coba bayangan dari syair itu kita bisa menganalisa. Rasanya tentu campur aduk. Ada rasa humor yang terselip. Tapi di sisi lain ada jiwa yang retak bahkan bolong menganga. Rasanya pilu sekali jika kita sandarkan pada keluarga Mang Anto. Keluarga terasa ammul huzni yang bertubi-tubi. Bahkan masih banyak keluarga serupa di luar sana yang tidak bernasib baik sudah melarat, salah satu anggota keluarga ODGJ pula.

Ironis Menyayat Batin, Tapi Fakta Hadir di Tengah Kita

Kadang saya juga berpikir sebenarnya siapa yang gila ketika ODGJ dianggap tidak waras oleh masyarakat. Bukankah kata gila bermakna ganda yaitu sebagai ungkapan wow atau menunjukan kondisi tertentu.

Misalnya kalimat, “Benar-benar gila lu, lagi-lagi bisa juara”. Tapi seringnya kata gila selalu menjadi objek atas kondisi mental seseorang. “Ituloh masnya ketawa-ketiwi sendiri, emang orang gila baru”. Coba perhatikan kata tersebut dan sangat tidak ramah, tidak manusiawi serta bernada negatif.

Mengapa orang sulit sekali berkata yang baik seperti, “Ia tengah mengalami ujian hidup berupa gangguan jiwa dll”. Kemudian saya menyadari bahwa kata demikian hanya dapat terlontar dari mereka yang mengetahui. Itu pun tentu sangat minoritas sekali bahkan kadang diskriminasi datang dari orang pintar. Hal ini terjadi karena masih ada kesenjangan antara intelektual dan fungsi praktis di masyarakat.

Jika perhatikan lebih jauh sebenarnya siapa yang gila. Ada orang waras justru menyalahgunakan jabatan untuk kekayaan. Ada orang yang tega membunuh orang tuanya bahkan kasus mutilasi masih sering terjadi. ODGJ justru terkadang memiliki perasaan ketika mereka dizalimi. ODGJ bahkan batinnya tidak mati dan masih merasakan kepedulian sekitar. Dari sanalah akhirnya kita menyimpulkan siapa sebenarnya yang gila.

Jangan Berhenti Peduli, Terus Nyalakan Harapan

Tentu kita tak kehilangan empati untuk terus membantu. Dalam arti tak boleh menutup mata. Bahwa hal demikian begitu dekat dengan kita. Tinggal sekarang bagaimana kita hadir buat mereka. Karena bagi orang miskin berobat itu mahal. Pendidikan itu seperti di atas bukit sulit diraih. Bagi mereka bisa makan saja sudah lebih baik. Tapi tentu kehidupan bukan soal makan melainkan memberi arti.

Apalah artinya pendidikan tinggi jika di tengah masyarakat kita terasing? Apa gunanya jabatan jika pada akhirnya memberi jarak dengan masyarakat? Sungguh kepedulian kepada sesama bukan soal mereka masuk kelompok rentan melainkan titah agama.

Sesungguhnya orang yang baik adalah dapat bermanfaat buat sesama. Salah satu kebaikan tersebut adalah dimulai dengan memilih bahasa. Seperti ODGJ tersebut bukan gila mereka hanya tidak sadar karena harapan telah pupus oleh kepahitan dunia. []

Tags: Disabilitas MentalDisabilitas PsikososialHak Penyandang DisabilitasIsu DisabilitasKesehatan MentalmanusiaODGJRelasi
Woko U

Woko U

Terkait Posts

Beragama
Publik

Membangun Relasi Perdamaian Antarumat Beragama dengan Spirit Mubadalah

25 September 2025
Keluarga Disabilitas
Personal

Bisakah Kesalingan Mulai dari Rumah? Belajar dari Keluarga Disabilitas

25 September 2025
Batasan Menjalin Relasi
Personal

Mengapa Penting bagi Perempuan Memiliki Batasan dalam Menjalin Relasi?

24 September 2025
Menikah
Personal

Alasan untuk Tak Lekas Menikah

23 September 2025
Kekerasan Pada Perempuan
Publik

Menilik Kasus Kekerasan pada Perempuan; Cinta Harusnya Merangkul Bukan Membunuh!

23 September 2025
Konten Crowdfunding
Publik

Konten Crowdfunding untuk Difabel: Batas Kabur Engagement dan Etika

23 September 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Makan Bergizi Gratis

    Ironi Makan Bergizi Gratis: Ketika Urusan Dapur Menjadi Kebijakan Publik

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Meneladani Sifat Kasih Sayang Nabi Muhammad kepada Non Muslim

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Diplomasi Moral Indonesia: Prabowo dan Komitmen Terhadap Palestina di PBB

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rahmat Nabi Muhammad Saw untuk Semua

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketika Buku dijadikan Barang Bukti: Negara Membunuh Literasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • ODGJ Bukan Gila, Mereka Hanya Hilang Kesadaran
  • Menghormati Ibu Meski Beda Agama adalah Akhlak Universal Islam
  • Ketika Buku dijadikan Barang Bukti: Negara Membunuh Literasi
  • Pentingnya Penghormatan kepada Ibu, Meski Beda Agama
  • Diplomasi Moral Indonesia: Prabowo dan Komitmen Terhadap Palestina di PBB

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID