Seorang teman bertanya kepada saya, ketika dia sedang dalam perjalanan pakaiannya terkena air kencing bayi keponakannya yang baru berusia satu tahun. Karena hendak melaksanakan salat, dia bingung apakah pakaian yang ia kenakan bisa ia pakai untuk salat? Lantas bagaimana cara mensucikannya?
Mubadalah.id – Pertama-tama, kita perlu mengingat kembali bahwa salah satu syarat sah salat adalah suci dari najis, baik pada badan, pakaian ataupun tempatnya. Maka, apabila badan atau pakaian kita mengandung najis atau terkena najis, kita wajib membersihkan terlebih dahulu. Kemudian, apabila yang terkena najis adalah pakaian atau tempat salat, maka kita juga harus membersihkannya terlebih dahulu.
Untuk menjawab pertanyaan di atas, kita juga perlu memperjelas air kencing yang mengenai pakaian tersebut berupa air kencing bayi laki-laki atau perempuan. Karena adanya perbedaan hormon air kencing bayi perempuan cenderung lebih pekat, lebih kental, dan lebih berbau. Meskipun asal hukum terkena air kencing bayi adalah najis. Akan tetapi air kencing bayi laki-laki yang berusia di bawah enam bulan, dan belum makan apapun kecuali air susu ibunya (ASI) memiliki pengecualian. Berikut penjelasannya.
Pembahasan tentang Najis
Di dalam fikih najis kita kategorikan menjadi 3, yakni najis mukhaffafah, najis mutawassithah, dan najis mughalladhah. Syekh Salim bin Sumair Al- Hadlrami dalam kitabnya Saafinatun Najaa mengatakan bahwa, “Najis ada tiga macam, mughalladhah, mukhaffafah, dan mutawasshitah. Najis mughalladhah adalah najisnya anjing dan babi beserta anak salah satu dari keduanya.
Di mana najis ini masuk kategori berat. Sedangkan najis mukhaffafah adalah najis air kencing bayi laki-laki yang belum makan selain air susu ibu, dan belum sampai usia dua tahun. Maka, najis ini masuk kategori ringan. Sementara itu, najis mutawassithah adalah najis-najis lainnya yang masuk dalam kategori sedang.”
Dalam kasus di atas katakanlah yang kita maksud air kencing bayi laki-laki yang belum genap berusia dua tahun, dengan catatan belum mengkonsumsi apapun selain ASI, tata cara penyuciannya, cukup dengan menghilangkan terlebih dahulu bentuk, bau dan rasa dari najisnya. Bisa dengan bagian pakaian yang terkena air kencing tersebut kita lap dengan kain.
Selanjutnya, percikan air ke bagian yang terkena najis hingga betul-betul merata kemudian tidak disyaratkan air yang kita pakai harus mengalir. Sebagaimana dalam hadist Nabi SAW,
“Dari Ummu Qais bin Mihshan, ia datang dengan anak laki-lakinya yang masih kecil dan anaknya belum mengonsumsi makanan. Ia membawa anaknya ke hadapan Nabi. Beliau mendudukkan anak tersebut di pangkuannya. Lalu Anak tersebut kencing di pakaian Nabi. Beliau lantas meminta diambilkan air dan memercikkan bekas kencing tersebut tanpa mencucinya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Lantas apakah setelah itu dapat dikatakan suci?
Perlu kita perhatikan, apabila bau dan bekas air kencing sudah hilang dari bagian pakaian yang tadi maka suci. Apabila tidak, maka bagian tadi belum suci, dan perlu dipercikkan air kembali seperti sebelumnya hingga bau dan bekasnya betul-betul hilang.
Berbeda lagi jika yang mengenai pakaian adalah air kencing bayi laki-laki yang sudah berumur dua tahun. Air kencingnya terhukumi najis mutawassithah (sedang). Cara mensucikannya juga berbeda.
Apabila yang mengenai pakaian tersebut adalah air kencing bayi perempuan atau air kencing bayi laki-laki yang sudah berusia dua tahun, cara pensuciannya sebagai berikut.
Air kencing bayi perempuan kita kategorikan sebagai najis mutawassithah. Cara mensucikan najis mutawassithah tidak cukup hanya dengan memercikan air tetapi kita perlu membasuhnya hingga bau dan bentuknya hilang.
Menyikapi Najis Mutawassithah
Ada dua kemungkinan saat menghadapi najis mutawassithah ini, pertama, apabila kita meyakini adanya najis akan tetapi bentuk, rasa maupun baunya sudah hilang. Seperti air kencing yang sudah mengering, sehingga sifat-sifatnya hilang. Maka cara mensucikannya cukup dengan mengalirkan air diatasnya.
Kedua, apabila salah satu antara bau, rasa atau bentuknya masih terlihat. Maka kita harus membasuhnya untuk menghilangkan najis tersebut. Jika sudah terbasuh, digosok maupun kita kerik tetap tidak hilang maka hukum najisnya dimaafkan.
Begitulah pengkategorian najis dari air kencing. Kedua jenis najis ini memiliki perbedaan hukum dan tata cara pensuciannya.
Dapat kita simpulkan jawaban dari pertanyaan teman saya adalah pakaian yang terkena air kencing bayi, boleh ia pakai untuk salat dengan syarat harus kita bersihkan dahulu. Yakni dengan ketentuan yang berlaku seperti di atas sesuai dengan jenis najisnya. []