Mubadalah.id – Air menjadi salah satu sumber daya alam paling penting dalam kehidupan semua jenis makhluk, tak terkecuali manusia. Menurut Lembaga Survei Geologi Amerika Serikat, jumlah kandungan air di bumi mencapai 326 juta kubik mil. Di samping itu, sebanyak 72% permukaan bumi tertutup oleh air. Ini menunjukkan, bumi paling banyak diisi oleh air.
Meskipun bumi mayoritasnya terdiri atas air, utamanya air laut, di daerah-daerah daratan tertentu, keberadaan air termasuk dalam kondisi yang langka dan sulit untuk kita dapatkan. Di wilayah seperti gurun maupun tempat-tempat dengan curah hujan yang minim, sumber air tidak mudah ditemukan. Untuk itu, kita memerlukan pengelolaan air yang bajik dan bijak.
Pengelolaan air dalam Al-Quran
Al-Quran berbicara panjang mengenai cara pengelolaan air dalam beberapa ayat. Dalam surat Al-Mu’minun ayat 18, misalnya, dinyatakan bahwa Allah sudah menentukan kadar dan jumlah air hujan yang turun dari langit. Air hujan itu kemudian dijadikan menetap di bumi. Allah berfirman:
وَأَنْزَلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً بِقَدَرٍ فَأَسْكَنَّاهُ فِي الْأَرْضِ وَإِنَّا عَلَى ذَهَابٍ بِهِ لَقَادِرُونَ (18)
Dan Kami turunkan air dari langit menurut suatu ukuran/kadar, lalu Kami jadikan air itu menetap di bumi, dan sesungguhnya Kami benar-benar berkuasa menghilangkannya. [Surat Al-Mu’minun 18]
Dalam Tafsir Ibni Katsir, kata “biqadar” bermakna bahwa air yang diturunkan itu sesuai dengan kadar kebutuhan (bihasbi al-hajat). Tidak terlalu banyak atau berlebihan, sehingga menyebabkan kerusakan bumi dan bangunan (laa katsiron fayufsidu al-ardh wa al-‘umran). Tidak pula terlalu sedikit, yang berakibat pada tidak terpenuhinya kebutuhan untuk tumbuhnya tanaman dan buah-buahan (wa laa qaliilan falaa yakfiy az-zuru’ wa ats-tsimaar).
Tetapi, sesuai hajat makhluk hidup, baik untuk pengairan, minum, maupun pemanfaatan lainnya (bal biqadri al-haajat ilaihi min as-saqyi wa asy-syurbi wa al-intifa’i bihi).
Imam Fakhruddin Ar-Razi dalam kitab tafsirnya, Mafatih al-Ghayb, juga menulis hal yang senada. Makna dari “biqadar” adalah Allah telah menurunkan hujan menurut ukuran yang sekiranya dapat membuat manusia bisa selamat dari bahaya (madharat) dan mendapatkan manfaat dari tumbuhan, tanaman, dan juga untuk minum. Atau dengan ungkapan lain, Allah menurunkan air hujan sesuai kadar kebutuhan dan kemaslahatan makhluk.
Manfaat Air Hujan
Lafaz “fa askannaahu fi al-ardh”, menurut At-Tafsir Al-Wasith, bermakna air yang turun dari langit dengan kadar tertentu ini dijadikan menetap oleh Allah di bumi untuk kita gunakan dan kita ambil manfaatnya. Salah satu caranya ialah dengan mengeluarkan air tersebut dari sumur, mata air, dan sumber-sumber lainnya. Ini mengindikasikan bahwa air tanah yang berada di bawah permukaan bumi itu benar-benar ada, yang muasalnya dari air hujan.
Dari sini, dapat kita pahami bahwa kata “askana (menetap)” mempunyai beberapa kemungkinan makna. Pertama, air hujan meresap ke dalam tanah, lalu tertampung dalam lapisan bawah permukaan bumi. Dalam sudut pandang ilmu geologi, air dari permukaan masuk ke dalam tanah melalui mekanisme infiltrasi air.
Setelah berada di lapisan tanah, air kemudian mengalir melalui celah dan lubang di batuan dasar. Ketika air berkumpul di bawah permukaan, ia akan bergerak di dalam akuifer, lapisan yang terdapat di bawah tanah yang mengandung air dan dapat mengalirkan air.
Untuk membantu proses peresapan air hujan ke tanah, kita membutuhkan bantuan dari tanaman dan pepohonan. Pembuatan lubang-lubang dan sumur-sumur resapan di lahan-lahan kosong. Baik di halaman, pekarangan, kebun, maupun tempat umum juga menjadi salah satu ikhtiar untuk menyimpan air di dalam tanah. Dengan begitu, air bisa terserap ke dalam tanah dengan baik.
Kedua, “menetap” bisa berarti air hujan tersebut masuk dan mengalir ke tempat-tempat yang dapat menampung air, seperti danau, sungai, sumur, dan sebagainya. Oleh karena itu, pembuatan waduk dan bendungan menjadi salah satu cara untuk semakin memperbanyak cadangan penampungan air.
Apalagi penampungan air ke dalam danau, waduk, dan bendungan dapat kita gunakan pula untuk mengairi lahan pertanian. Tentu, ini memudahkan masyarakat dalam mengakses air dalam jumlah banyak. Di samping itu, air yang tersimpan di waduk dan bendungan bisa menjadi cadangan ketika musim kemarau tiba. []