Mubadalah.id – Lagi dan lagi, kita menghadapi ketidakmanfaatan dari kinerja pemerintah yang tidak pernah mengutamakan kepentingan rakyat. Beberapa hari yang lalu, DPR telah mengetok palu, mengesahkan Revisi Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP). Yang mana pengesahan KUHAP ini ialah sebuah kontroversi.
Rakyat Tidak Lagi Memiliki Kebebasan
Bagaimana tidak, pengesahan KUHAP ini tentunya membuat rakyat tidak lagi memiliki kebebasan. Segala gerak-gerik masyarakat akan terkontrol oleh pemerintah dan aparat penegak hukum. Mulai dari mana saja?
Pada Pasal 1 ayat 34 dan Pasal 124, Polisi memiliki izin langsung untuk diam-diam menyadap, merekam, dan mengutak-atik komunikasi digitalmu, tanpa ada batasan tertentu soal penyadapan.
Bahkan Polisi berwenang untuk mengambil HP, laptop, serta data elektronikmu dan bisa disimpan dalam kurun waktu yang tidak diketahui, bahkan jika kamu bukan tersangka pun kamu juga bisa kena. (Pasal 112A).
Melalui Pasal 105, 112A,132A, Polisi bisa menggeledah siapa saja dan menyita barang, serta menyadap komunikasi semaunya tanpa menunggu surat penggeledahan dan izin dari hakim.
Bahkan, siapa saja dapat ditahan sewenang-wenangnya tanpa ada izin terlebih dahulu dari hakim (Pasal 90, 93). Polisi menjadi lembaga yang memiliki power tanpa batasan karena semua penyidik khusus nantinya akan berada di bawah koordinasi Polri, ini tercantum pada Pasal 7, 8.
Diskriminasi Negara pada Penyandang Disabilitas
Tidak berhenti sampai di sana ketidakadilan berlaku, pengesahan KUHAP terbaru ini pun akan berdampak pada penyandang disabilitas. Pada Pasal 99, 137A tertera bahwa tidak diwajibkannya penyediaan akomodasi layak untuk orang dengan disabilitas yang berhadapan dengan hukum. Sehingga proses hukum berpotensi tidak setara dan diskriminatif.
Tentunya hal ini adalah kemunduran negara Indonesia. Di mana negara-negara yang lain sedang memperbaiki dan menyiapkan kesetaraan untuk orang dengan disabilitas.
Di Indonesia, malah mempersulit ruang gerak penyandang disabilitas. Padahal, mereka seharusnya mendapatkan kesetaraan sebagaimana masyarakat pada umumnya. Namun, negara malah tidak berpihak pada mereka. Benar, hukum di negara ini semakin hari berubah menjadi pelindung kekuasaan, bukan rakyat.
Penyandang Disabilitas Rentan Menjadi Korban Kejahatan
Bukannya memperbanyak dan memberikan hak-hak disabilitas, negara malah merenggut kebebasan yang telah mereka miliki. Kini, tidak ada lagi perlindungan khusus bagi penyandang disabilitas, padahal mereka lah yang lebih rentan menjadi korban kejahatan.
KUHAP tidak menjamin aksesibilitas bagi penyandang disabilitas dalam proses hukum adalah bentuk diskriminatif secara terang-terangan. Bagaimana pemerintah tidak pro rakyat bahkan memberikan stigma buruk pada penyandang disabilitas.
Negara terbukti mengabaikan hak bagi penyandang disabilitas dengan tidak mengatur sanksi bagi pelaku diskriminasi terhadap penyandang disabilitas. Mengutip dari PSHK, Pasal 146 menunjukkan bahwa ruh KUHAP masih memandang disabilitas mental dan intelektual sebagai objek penghukuman. Bukan subjek hukum dengan kapasitas setara yang harus diberikan dukungan bukan digantikan melalui pemosisian otomatis dalam skema rehabilitasi yang mengabaikan hambatan serta kebutuhan akan akomodasi yang layak di semua tahapan proses peradilan.
Koalisi Nasional Organisasi Penyandang Disabilitas juga telah mengutarakan keberatan atas pengesahan KUHAP Ini karena terlalu diskriminatif dan memberikan stigma terhadap orang dengan disabilitas.
Padahal, pada bulan September lalu, Koalisi Nasional Organisasi Penyandang Disabilitas telah megadakan Rapat Dengar Pendapat Umum yang menghasilkan bahasan argumentasi dan usulan pada perubahan KUHAP. Namun, tampaknya suara mereka tidak didengar oleh DPR.
Suara rakyat lagi-lagi tidak pernah pemerintah dengarkan. Padahal, keputusan-keputusan yang mereka buat adalah memuat aturan yang mempengaruhi kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Namun, bukannya fokus pada permasalahan dan konflik yang tampak di depan mata. Pemerintah malah sewenang-wenang atas keberpihakan kepentingan kekuasaan dan melupakan kesejahteraan rakyat. []









































