Rabu, 20 Agustus 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Konferensi Pemikiran Gus Dur

    Merawat Warisan Gus Dur: Konferensi Pemikiran Pertama Digelar Bersama TUNAS GUSDURian

    Kenaikan Pajak

    Demokrasi di Titik Nadir: GUSDURian Ingatkan Pemerintah Soal Kenaikan Pajak dan Kebijakan Serampangan

    Musawah Art Collective

    Lawan Pernikahan Anak Lewat Seni: Musawah Art Collective Gelar Trip Exhibition “Breaking the Chain” di Tiga Kota

    Krisis Iklim

    Green Youth Quake: Pemuda NU dan Muhammadiyah Bergerak Lawan Krisis Iklim

    ‘Aisyiyah Bojongsari

    ‘Aisyiyah Bojongsari Rayakan HAN dan Milad ke-108 Lewat Lomba dan Diskusi

    KOPRI

    Buka Perspektif Geopolitik Kader Perempuan, KOPRI Bedah Buku 75 Tahun Indonesia Tiongkok

    Pengelolaan Sampah

    Ulama Perempuan Serukan Pelestarian Alam dan Pengelolaan Sampah Berkelanjutan

    PIT Internasional

    ISIF Buka Kolaborasi Akademik Global Lewat PIT Internasional

    PIT SUPI

    Mengglobal: SUPI ISIF Jalani PIT di Malaysia dan Singapura

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Hari Kemerdekaan

    Hari Kemerdekaan dan Problem Beragama Kita Hari Ini

    Soimah

    Dear Bude Soimah, Tolong Perlakukan Pasangan Anak Laki-lakimu Sebagaimana Manusia Seutuhnya

    Inklusi Sosial

    Inklusi Sosial Penyandang Disabilitas

    Arti Kemerdekaan

    Arti Kemerdekaan bagi Perempuan

    Dhawuh

    Di Bawah Bayang-bayang Dhawuh Kiai: Bagian Dua

    Di Mana Ruang Aman Perempuan

    Refleksi 80 Tahun Kemerdekaan: Di Mana Ruang Aman Perempuan dan Anak?

    Upacara Bendera

    Kesalingan dalam Perayaan; Membaca Upacara Bendera dan Pesta Rakyat di Istana

    Arti Kemerdekaan

    Memugar Kembali Arti Kemerdekaan

    Janji Kemerdekaan

    Dari Pati untuk Indonesia: Mengingatkan Kembali Janji Kemerdekaan

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Anak Kritis

    Membiasakan Anak Kritis dan Menghargai Perbedaan Sejak Dini

    Tidak Membedakan Anak

    Orangtua Bijak, Tidak Membedakan Anak karena Jenis Kelaminnya

    Kesetaraan Gender

    Pola Pendidikan Anak Berbasis Kesetaraan Gender

    Peran Orangtua Mendidik Anak

    Peran Orangtua dalam Mendidik Anak menurut Pandangan Islam

    Orangtua Mendidik Anak

    Peran Orangtua dalam Mendidik Anak untuk Generasi Berkualitas

    Hakikat Merdeka

    Kemuliaan Manusia dan Hakikat Merdeka dalam Surah Al-Isra Ayat 70

    Pendidikan Anak

    Hak Anak atas Pendidikan

    Reproduksi

    Pentingnya Edukasi Kesehatan Reproduksi bagi Remaja Laki-Laki dan Perempuan

    Perubahan

    Mengenal Perubahan Emosi dan Seksualitas pada Remaja

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Konferensi Pemikiran Gus Dur

    Merawat Warisan Gus Dur: Konferensi Pemikiran Pertama Digelar Bersama TUNAS GUSDURian

    Kenaikan Pajak

    Demokrasi di Titik Nadir: GUSDURian Ingatkan Pemerintah Soal Kenaikan Pajak dan Kebijakan Serampangan

    Musawah Art Collective

    Lawan Pernikahan Anak Lewat Seni: Musawah Art Collective Gelar Trip Exhibition “Breaking the Chain” di Tiga Kota

    Krisis Iklim

    Green Youth Quake: Pemuda NU dan Muhammadiyah Bergerak Lawan Krisis Iklim

    ‘Aisyiyah Bojongsari

    ‘Aisyiyah Bojongsari Rayakan HAN dan Milad ke-108 Lewat Lomba dan Diskusi

    KOPRI

    Buka Perspektif Geopolitik Kader Perempuan, KOPRI Bedah Buku 75 Tahun Indonesia Tiongkok

    Pengelolaan Sampah

    Ulama Perempuan Serukan Pelestarian Alam dan Pengelolaan Sampah Berkelanjutan

    PIT Internasional

    ISIF Buka Kolaborasi Akademik Global Lewat PIT Internasional

    PIT SUPI

    Mengglobal: SUPI ISIF Jalani PIT di Malaysia dan Singapura

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Hari Kemerdekaan

    Hari Kemerdekaan dan Problem Beragama Kita Hari Ini

    Soimah

    Dear Bude Soimah, Tolong Perlakukan Pasangan Anak Laki-lakimu Sebagaimana Manusia Seutuhnya

    Inklusi Sosial

    Inklusi Sosial Penyandang Disabilitas

    Arti Kemerdekaan

    Arti Kemerdekaan bagi Perempuan

    Dhawuh

    Di Bawah Bayang-bayang Dhawuh Kiai: Bagian Dua

    Di Mana Ruang Aman Perempuan

    Refleksi 80 Tahun Kemerdekaan: Di Mana Ruang Aman Perempuan dan Anak?

    Upacara Bendera

    Kesalingan dalam Perayaan; Membaca Upacara Bendera dan Pesta Rakyat di Istana

    Arti Kemerdekaan

    Memugar Kembali Arti Kemerdekaan

    Janji Kemerdekaan

    Dari Pati untuk Indonesia: Mengingatkan Kembali Janji Kemerdekaan

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Anak Kritis

    Membiasakan Anak Kritis dan Menghargai Perbedaan Sejak Dini

    Tidak Membedakan Anak

    Orangtua Bijak, Tidak Membedakan Anak karena Jenis Kelaminnya

    Kesetaraan Gender

    Pola Pendidikan Anak Berbasis Kesetaraan Gender

    Peran Orangtua Mendidik Anak

    Peran Orangtua dalam Mendidik Anak menurut Pandangan Islam

    Orangtua Mendidik Anak

    Peran Orangtua dalam Mendidik Anak untuk Generasi Berkualitas

    Hakikat Merdeka

    Kemuliaan Manusia dan Hakikat Merdeka dalam Surah Al-Isra Ayat 70

    Pendidikan Anak

    Hak Anak atas Pendidikan

    Reproduksi

    Pentingnya Edukasi Kesehatan Reproduksi bagi Remaja Laki-Laki dan Perempuan

    Perubahan

    Mengenal Perubahan Emosi dan Seksualitas pada Remaja

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Sastra

Perempuan yang Menggugat Bidadari Surga (Bagian Pertama)

Hingga saat ini, aku masih berdiri seorang diri. Mengembara. Mencari. Menunggu jawaban. Menanti kekasih yang sanggup membuatku merasa penuh dan utuh. Mungkinkah ada? Atau aku akan jadi pengembara seorang diri selamanya?

Nikmara Nikmara
25 Januari 2023
in Sastra
0
Bidadari Surga

Bidadari Surga

1.8k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Saat usiaku 17, sebuah ide tercetus di kepalaku setelah berpikir mengenai masa depan relasi romantis antara aku dan kekasihku di surga. Aku seorang pencemburu akut, aku tidak rela jika kekasihku di dunia ini akan hidup dan bermesraan dengan orang lain, para bidadari itu, yang jumlahnya puluhan. Aku tidak bisa membayangkan, kekasihku memeluk wanita lain selain diriku, aku tidak bisa membayangkan ia mencium dan menggandeng tangan wanita lain selain diriku.

Ratu Bidadari dan Laku Pelayanan Abadi

Aku yang melahirkan anak, aku yang menanggung segala kebobrokan suamiku, aku yang berjuang bertahun-tahun selama hidup mendukung dan merawat laki-laki itu, lantas kenapa keberadaanku harus terkalahkan oleh bidadari asing yang tak punya andil sama sekali dalam kehidupan kami? Bahkan tubuh perempuanku yang terbuat dari “tanah” ini disebut akan kalah saing dengan tubuh sosok lain yang tercipta dari bahan yang lebih tinggi maqomnya.

Mendengar kisah indah tentang bidadari surga, setiap laki-laki tentu berimajinasi. Dan sudah pasti suamiku itu santai dan senang-senang saja karena ia adalah pihak yang diuntungkan. Dia malah membayangkan betapa menyenangkan suasana itu, bukankah begitu isi kepala kebanyakan laki-laki? Di kelilingi banyak wanita cantik dan bersenang-senang.

Sementara perempuan bumi dijanjikan menjadi komandan para bidadari surga itu, ingat: hanya komandan, yang dibalut dengan kata “ratu”. Yang pada akhirnya juga berakhir melayani laki-laki. Kapan laku pelayanan ini berakhir? Dunia sudah cukup membuat sebagian besar dari kami kehilangan masa muda, cita-cita, dan kedirian, hanya demi melayani laki-laki. Di surga-pun sama?

Sang Pemberontak

Aku bukan wanita yang gila jabatan dan ketenaran sehingga ingin menjadi ratu di antara puluhan bidadari. Kenapa harus ada sebuah kisah yang menggembirakan satu pihak dan mengancam pihak yang lain? Begitulah pikirku saat usiaku 17.

Saat mengutarakannya, beberapat teman perempuanku memarahiku, sebab menurut mereka, perempuan yang mempertanyakan otoritas laki-laki membuatnya menjadi perempuan buruk yang kurang adab. Mereka menganggapku perempuan mbalelo, sang pemberontak, tak tahu diuntung.

Kendati diserang sana-sini, aku terus bertanya. Dan sampai saat ini, belum ada satu jawaban yang mampu membuat hatiku tenteram. Sudah kujajaki isi hati semua laki-laki yang mendekatiku. Aku benar-benar menginginkan jawaban yang pasti.

Cemburu Pada “Wanita Cahaya”

“Katakan padaku, Lintang. Kau cemburu, kan?” Ucap Natagama, pacar pertamaku di SMA. Dia bilang aku cemburu. Meski cemburu bukan alasan utamaku, tapi ada benarnya. Siapa yang tak cemburu melihat kekasihnya bersama dengan wanita lain yang jauh lebih cantik, lebih bersinar, lebih muda, dan memiliki segala kualitas keindahan yang tak tertandingi? Jika pertanyaan dibalik, bukankah laki-laki juga cemburu melihat wanita kecintaannya bersama dengan pria lain yang lebih ganteng, kaya, dan saleh darinya? Hanya saja laki-laki tidak akan menderita di surga sebab segala dalil berpihak pada mereka.

“Pola pikirmu di surga sudah berubah, Lintang. Di surga semua orang saling mencintai, kebencian telah terhapuskan, jadi perasaan cemburu di surga sudah tak ada lagi.” Begitu kata Hadiwijaya. Cowok kedua yang menyatakan cinta padaku.

Begitu pula kata laki-laki ketiga, keempat, dan kesekian yang datang padaku dan mengaku cinta.

Mereka semua menyuguhkan argumen yang lumayan sulit aku bantah, tapi itu tidak menghapuskan fakta bahwa perempuan tetap di tempatkan menjadi dayang-dayang bagi laki-laki. Dan pertanyaanku semakin menjadi, aku semakin kesal. Begitukah kodrat dan fitrah perempuan yang ingin Tuhan terapkan di muka bumi ini? Inikah tempat perempuan yang sejati?

Di Surga Kau Ingin Hidup dengan Siapa?

Entah berapa banyak laki-laki yang mendekatiku, menjadi pacarku, dan tak ada satupun yang berhasil menjawab pertanyaanku. Akhirnya, selama sepuluh tahun, aku menjalani masa sekolah dan kuliahku dengan satu pertanyaan mengambang yang belum ada jawabannya. Pertanyaan yang menjadi senjata mutlakku saat ada seorang laki-laki yang ingin serius denganku. Saat ia mengaku cinta, aku balas dengan pertanyaan: di surga kau ingin hidup dengan siapa?

Ada satu laki-laki yang berkata sangat manis bahwa katanya, setelah masuk surga ia hanya ingin hidup denganku sebagaimana di bumi ini. Namun ia berkata bahwa dia punya mantan kekasih, kekasihnya mati muda dan ingin agar aku mau menerimanya menjadi maduku, hidup bertiga di surga. Seketika aku langsung bangkit dari duduk dan meninggalkannya.

Lalu datang lagi laki-laki lain yang kurasa dia memiliki jawaban yang berbeda dan bisa menentramkan hatiku. Katanya, dalam menjalin relasi, yang penting di dunia ini dia bersetia dan tidak menggoda gadis-gadis lain. Namun di surga itu urusan beda. Aku masih tidak setuju, karena bunyi teks bidadari surga susah dinalar dengan logika perempuan—lebih tepatnya logikaku. Meski surga adalah alam lain, namun itu merupakan bukti bahwa di dua alam, dunia dan surga, perempuan tetap menjadi pelengkap, bukan manusia seutuhnya.

Pada akhirnya aku seolah menggeneralisir, bahwa semua laki-laki sama. Mereka pemuja kenikmatan. Meski kenikmatan itu masih bersifat fatamorgana. Para laki-laki, di mataku, mereka sangat egois. Dari sisi lain mereka ingin agar kekasihnya yang berasal dari bumi tetap bersama mereka di surga, dan di sisi lain mereka dengan sumringah—untuk tidak mengatakan kegirangan—juga menerima puluhan bidadari surga. Bahkan membayangkannya saja sudah membuat mereka cengar-cengir senang. Egois, bukan?

Histeria

Mereka sering mengatakan “itu hal yang terjadi entah kapan, alam akhirat masih jauh, tak perlu khawatir!”, kata-kata tersebut terucap hanya untuk menenangkan hati tapi tidak memberi solusi mutlak. Dan tak ada laki-laki yang serius menolak dalil tersebut. Sebab bagi pihak yang menang dan diuntungkan, nyata tidak nyata dalil tersebut, mereka tidak akan rugi, malah mendapat histeria. Setidaknya mereka punya lamunan indah yang ‘berdasar’.

Punya pikiran seperti ini membuatku merasa kuat, namun kadang juga membuatku ragu. Aku makin malas menikah. Makin malas dekat dengan laki-laki. Tak perduli orang sekitar mengataiku perawan tua, aneh, banyak maunya, ketinggian selera, pilih-pilih. Hm… Untuk apa aku menikah jika tak punya keyakinan?

Menjadi single bukan aib. Justru jika aku menikah hanya karena takut mendapat kecaman dari orang lain, itu artinya aku lemah dan tidak punya prioritas. Menikah itu untuk mendapatkan ketentraman batin, bukan untuk membungkam omongan orang. Karena omongan orang itu tidak akan ada habisnya. Mereka yang sudah menikah dan punya banyak anak juga masih terus dikejar pertanyaan. Bahkan pertanyaan yang lebih menyakitkan.

Protes Seorang Perempuan

Aku tetap percaya diri bertanya, meski sesekali aku juga sangsi karena aku merasa telah menjadi hamba kurang ajar yang terus mempertanyakan hukum yang sudah ditentukan itu. Masuk surga saja belum pasti, lantas kenapa aku sibuk mengurusi dengan siapa aku akan menjalani hidup di sana?

Protes seorang perempuan sepertiku memang disebabkan karena kami merasa bahwa kesusah-payahan kami bersetia pada suami tak ada harganya. Lelah dan sakit di bumi hanya untuk satu tujuan besar di surga, tujuan itu bernama menjadi komandan bidadari. Bukan menjadi manusia yang satu, utuh, dan tak tergantikan.

Suami yang tidak semuanya baik itu diiming-imingi bidadari. Baiklah, jika melihat sejarah, alasan logisnya mungkin karena masyarakat Arab waktu itu terbiasa memiliki istri banyak sehingga penggambaran surga menyesuaikan dengan adat, kebiasaan, watak dan alam pikir mereka supaya mereka giat beribadah.

Namun, masa kita beribadah hanya demi bidadari? Suhrawardi al-Maqtul pasti tersinggung mendengarnya, ibadah adalah aktivitas sakral. Ibadah artinya pengabdian, persembahan, memberi. Memberi kepada kekasih itu tanpa pamrih dan tanpa mengharap imbalan. Kekasih macam apa yang ketika ingin mempersembahkan salat dan puasa, karena ingin having fun dengan bidadari?

Derajat Cinta

Bukankah derajat cintaku dipersoalkan kemudian? Satu-satunya kebahagiaan para kekasih adalah perjumpaan dengan kekasih sejatinya, kenapa yang kubayangkan adalah hidup megah leyeh-leyeh bersama yang bukan kekasih sejatiku? Bukankah perjumpaan sejati adalah dengan kekasih sejati? Munafik sekali mengatakan Tuhan adalah kekasih sejatiku, jika gambaran bidadari surga menjadikanku mabuk kepayang.

Dalam kekalutan perjalanan cintaku, kadang aku merasa lelah dan putus asa. Mungkin memang benar begitulah kehendak Tuhan untuk kami makhluk bernama perempuan, menjadi manusia kelas dua. Yang keberadaannya di dunia dan di surga tak ada bedanya, menjadi pelengkap. Hingga saat ini, aku masih berdiri seorang diri. Mengembara. Mencari. Menunggu jawaban. Menanti kekasih yang sanggup membuatku merasa penuh dan utuh. Mungkinkah ada? Atau aku akan jadi pengembara seorang diri selamanya? []

Tags: bidadaricerpenCintaperempuansurga
Nikmara

Nikmara

Terkait Posts

Arti Kemerdekaan
Personal

Arti Kemerdekaan bagi Perempuan

20 Agustus 2025
Reproduksi
Hikmah

Pentingnya Edukasi Kesehatan Reproduksi bagi Remaja Laki-Laki dan Perempuan

18 Agustus 2025
Kemerdekaan
Hikmah

Islam dan Kemerdekaan

13 Agustus 2025
Tidak Good Looking
Personal

Merana Tidak Diperlakukan Baik Karena Tidak Good Looking itu Pilihan, Tapi Menjadi Mandiri Itu Sebuah Keharusan

8 Agustus 2025
Tidak Menikah
Personal

Tidak Menikah Itu Tidak Apa-apa, Asal Hidupmu Tetap Bermakna

8 Agustus 2025
Cantik
Personal

“Cantik”, Tak Lebih Dari Sekadar Konstruksi Ontologis Sempit

7 Agustus 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Di Mana Ruang Aman Perempuan

    Refleksi 80 Tahun Kemerdekaan: Di Mana Ruang Aman Perempuan dan Anak?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Di Bawah Bayang-bayang Dhawuh Kiai: Bagian Dua

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pola Pendidikan Anak Berbasis Kesetaraan Gender

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Peran Orangtua dalam Mendidik Anak menurut Pandangan Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Inklusi Sosial Penyandang Disabilitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Hari Kemerdekaan dan Problem Beragama Kita Hari Ini
  • Merawat Warisan Gus Dur: Konferensi Pemikiran Pertama Digelar Bersama TUNAS GUSDURian
  • Dear Bude Soimah, Tolong Perlakukan Pasangan Anak Laki-lakimu Sebagaimana Manusia Seutuhnya
  • Membiasakan Anak Kritis dan Menghargai Perbedaan Sejak Dini
  • Inklusi Sosial Penyandang Disabilitas

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID