Rabu, 17 September 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Tempat Ibadah Ramah Disabilitas

    Rektor ISIF Dorong Gerakan Tempat Ibadah Ramah Disabilitas dalam MISI ke-10

    Amal Maulid KUPI

    Amal Maulid KUPI dan Majelis Taklim di Yogyakarta Gelar Santunan untuk 120 Perempuan

    Pengaburan Femisida

    Di Balik Topeng Penyesalan: Narasi Tunggal Pelaku dan Pengaburan Femisida

    Bincang Syariah Goes to Campus

    Kemenag Gelar Blissful Mawlid “Bincang Syariah Goes to Campus” Ajak Generasi Muda Rawat Bumi

    Ulama Perempuan KUPI

    Doa, Seruan Moral, dan Harapan Ulama Perempuan KUPI untuk Indonesia

    Ulama Perempuan KUPI yang

    Nyai Badriyah Fayumi: Maklumat Ulama Perempuan KUPI untuk Menyelamatkan Indonesia

    Ekoteologi

    Forum Rektor Bersama Gusdurian Dorong Ekoteologi Kampus

    Tuntutan 17+8

    Kamala Chandrakirana: Demokrasi Indonesia Hadapi “Krisis dalam Krisis”

    Keselamatan Bangsa

    Jaringan KUPI Akan Gelar Doa Bersama dan Maklumat Ulama Perempuan Indonesia

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Bahasa Isyarat

    Membuka Ruang Inklusi: Perlunya Kurikulum Bahasa Isyarat untuk Semua Siswa

    Kerudung Pink

    Kerudung Pink Bu Ana: Antara Simbol Perlawanan dan Standar Ganda terhadap Perempuan

    Seminari dan Pesantren

    Seminari dan Pesantren: Menilik Pendidikan Calon Tokoh Agama yang Berjiwa Kemanusiaan

    Genosida Palestina

    Genosida Palestina: Luka Perempuan di Balik Kekerasan Seksual

    Menteri Lingkungan Hidup

    Menteri Lingkungan Hidup Janji Bangun Sekolah Inklusif Ramah Lingkungan: Beneran?

    Lintas Iman

    Merawat Perdamaian Lewat Nada-nada Lintas Iman

    Nepal

    Ketika Gen Z Memilih Perdana Menteri Nepal Melalui Discord

    Pesantren Ekologi

    Pesantren Ekologi: Khidmat Merawat Lingkungan

    Menikah dan Hilangnya Separuh Hidup Perempuan

    Menikah dan Hilangnya Separuh Hidup Perempuan

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Ibn Arabi

    Ibn Arabi Mengaji Pada 3 Perempuan Ulama

    Imam Syafi'i

    Imam Syafi’i Mengaji Kepada Sayyidah Nafisah

    Ibn Hazm

    Ibn Hazm Mengaji Kepada Perempuan

    Pernikahan Anak

    Pemerintah Malaysia Harus Menghentikkan Praktik Pernikahan Anak

    Pinjol

    Ketika Game Online Menjerat Anak ke Dalam Jebakan Pinjol

    Adil Gender

    Membangun Masa Depan yang Setara dengan Parenting Adil Gender

    Kekerasan Terhadap Anak

    Rumah yang Tak Lagi Aman: Darurat Kekerasan terhadap Anak

    Malaysia

    SIS Forum Peringatkan: RUU Mufti 2024 Bisa Menyeret Malaysia ke Arah Otoritarianisme

    Pasca Perceraian

    SIS Forum Mari Perjuangkan Hak Finansial Perempuan Malaysia Pasca Perceraian  

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Tempat Ibadah Ramah Disabilitas

    Rektor ISIF Dorong Gerakan Tempat Ibadah Ramah Disabilitas dalam MISI ke-10

    Amal Maulid KUPI

    Amal Maulid KUPI dan Majelis Taklim di Yogyakarta Gelar Santunan untuk 120 Perempuan

    Pengaburan Femisida

    Di Balik Topeng Penyesalan: Narasi Tunggal Pelaku dan Pengaburan Femisida

    Bincang Syariah Goes to Campus

    Kemenag Gelar Blissful Mawlid “Bincang Syariah Goes to Campus” Ajak Generasi Muda Rawat Bumi

    Ulama Perempuan KUPI

    Doa, Seruan Moral, dan Harapan Ulama Perempuan KUPI untuk Indonesia

    Ulama Perempuan KUPI yang

    Nyai Badriyah Fayumi: Maklumat Ulama Perempuan KUPI untuk Menyelamatkan Indonesia

    Ekoteologi

    Forum Rektor Bersama Gusdurian Dorong Ekoteologi Kampus

    Tuntutan 17+8

    Kamala Chandrakirana: Demokrasi Indonesia Hadapi “Krisis dalam Krisis”

    Keselamatan Bangsa

    Jaringan KUPI Akan Gelar Doa Bersama dan Maklumat Ulama Perempuan Indonesia

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Bahasa Isyarat

    Membuka Ruang Inklusi: Perlunya Kurikulum Bahasa Isyarat untuk Semua Siswa

    Kerudung Pink

    Kerudung Pink Bu Ana: Antara Simbol Perlawanan dan Standar Ganda terhadap Perempuan

    Seminari dan Pesantren

    Seminari dan Pesantren: Menilik Pendidikan Calon Tokoh Agama yang Berjiwa Kemanusiaan

    Genosida Palestina

    Genosida Palestina: Luka Perempuan di Balik Kekerasan Seksual

    Menteri Lingkungan Hidup

    Menteri Lingkungan Hidup Janji Bangun Sekolah Inklusif Ramah Lingkungan: Beneran?

    Lintas Iman

    Merawat Perdamaian Lewat Nada-nada Lintas Iman

    Nepal

    Ketika Gen Z Memilih Perdana Menteri Nepal Melalui Discord

    Pesantren Ekologi

    Pesantren Ekologi: Khidmat Merawat Lingkungan

    Menikah dan Hilangnya Separuh Hidup Perempuan

    Menikah dan Hilangnya Separuh Hidup Perempuan

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Ibn Arabi

    Ibn Arabi Mengaji Pada 3 Perempuan Ulama

    Imam Syafi'i

    Imam Syafi’i Mengaji Kepada Sayyidah Nafisah

    Ibn Hazm

    Ibn Hazm Mengaji Kepada Perempuan

    Pernikahan Anak

    Pemerintah Malaysia Harus Menghentikkan Praktik Pernikahan Anak

    Pinjol

    Ketika Game Online Menjerat Anak ke Dalam Jebakan Pinjol

    Adil Gender

    Membangun Masa Depan yang Setara dengan Parenting Adil Gender

    Kekerasan Terhadap Anak

    Rumah yang Tak Lagi Aman: Darurat Kekerasan terhadap Anak

    Malaysia

    SIS Forum Peringatkan: RUU Mufti 2024 Bisa Menyeret Malaysia ke Arah Otoritarianisme

    Pasca Perceraian

    SIS Forum Mari Perjuangkan Hak Finansial Perempuan Malaysia Pasca Perceraian  

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Membumikan Diskursus Perubahan Iklim, dan Mengakui Pengalaman yang Terpinggirkan

Ukhuwwah makhluuqiyyah (persaudaraan sesama makhluk) adalah salah satu fatwa yang coba dikembangkan oleh KUPI untuk memperbaiki hubungan manusia dengan alam

Miftahul Huda Miftahul Huda
22 Desember 2022
in Publik, Rekomendasi
0
Etika Lingkungan dalam Al Qur'an

Etika Lingkungan dalam Al Qur'an

175
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Perihal perubahan iklim atau pun krisis iklim akhir-akhir ini semakin mencuat. Ruang obrolannya bervariasi, dari tongkrongan di kafe, diskusi akademis, hingga tingkat internasional seperti COP26 dan G20. Meski bervariasi, tapi unsur obrolannya selalu bermula dari Paris Agreement, menekan suhu bumi 1,5ºC, dan mencairnya gunung es di Antartika.

Persoalan perubahan iklim selalu diambil dari imajinasi Barat, dengan penggambaran bumi yang sekarat dan ancaman kepunahan manusia yang semakin dekat. Misalnya kampanye pelepasan emisi karbon ke atmosfer bumi yang menjadi kontributor perubahan iklim, sehingga perlu mengurangi atau menemukan alternatif untuk mengurangi aktivitas penyumbang emisi karbon.

Namun pada akhirnya, persoalan emisi karbon ini malah memunculkan carbon trading bagi industri-industri besar untuk “mengakali” emisi karbon yang dihasilkan. Indonesia, dengan luas hutannya, direncanakan bisa menghasilkan ekonomi dari bisnis perdagangan karbon. Jelas saja rencana itu tidak menaruh komitmen pada pengurangan emisi karbon, karena industri bisa membeli ambang batas emisi karbon.

Pembahasan terkait perubahan iklim akhirnya menjadi milik korporasi dan pengusaha demi kepentingan ekonomi. Imajinasi kehancuran bumi dan kepunahan manusia akhirnya mengerucut kepada kekhawatiran pengusaha atas mandeknya aktivitas ekonomi.

Bagaimana dengan komitmen kepedulian terhadap masyarakat lokal-terpinggirkan jika pembahasan perubahan iklim ditarik menjauh dari pengalamannya? Seberapa mungkin mereka bisa menjangkau diskusi terkait perubahan iklim?

Dekolonisasi Perubahan Iklim Melalui Jalan Agama

Pengetahuan terkait perubahan iklim saat ini masih hierarkis dan etnosentris, seolah-olah hanya Barat dan kalangan intelektual yang legitimate untuk membahasnya. Pandangan ini menciptakan jarak bagi masyarakat lokal untuk menjangkaunya, bahkan meminggirkannya dari aksi untuk iklim.

Melakukan dekolonisasi atau membumikan pembahasan terkait perubahan iklim sangatlah perlu. Dekolonisasi perubahan iklim adalah usaha untuk mendekatkan fenomena perubahan iklim dengan pengalaman keseharian masyarakat, baik budaya, sosial, atau pun spiritual. Hal ini diyakini lebih mampun menyentuh masyarakat untuk turut bergerak, karena pengalamannya terwakili.

Indonesia, negara dengan mayoritas komunitasnya yang beragama, khususnya Islam, telah memiliki cara tersendiri untuk menyadarkan masyarakat peduli terhadap iklim, yakni melalui nilai-nilai keagamaan. Salah satu yang melakukannya adalah Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) pada tahun 2017. Para ulama perempuan yang ada di dalamnya telah menelurkan fatwa-fatwa terkait perusakan alam (No. 03/MK-KUPI-1/IV/2017) dan bagaimana sikap yang harus diambil oleh masyarakat, pemangku kebijakan, serta pelaku perusakan alam.

Ukhuwwah makhluuqiyyah (persaudaraan sesama makhluk) adalah salah satu fatwa yang coba dikembangkan oleh KUPI untuk memperbaiki hubungan manusia dengan alam. Fatwa ini merupakan upaya merevisi perihal kehadiran manusia di bumi untuk menggunakan yang tersedia di alam demi keberlangsungan hidup manusia, yang terpeleset pada perilaku eksploitatif.

Dengan adanya fatwa itu, manusia dan alam adalah saudara. Dan diciptakannya manusia di bumi adalah untuk mengemban amanat Allah sebagai penjaga keberlangsungan alam semesta, bukan mengeksploitasinya. Oleh karena itu, hubungan antara manusia dan non-manusia di bumi pada dasarnya setara dan harus berinteraksi secara mutualistik. Dalam pelaksanaannya, KUPI menekankan, pemanfaatan dan pengelolaan alam tidak boleh melampaui kebutuhan dan kepentingan diri sendiri (masyarakat) dan tidak memberi dampak pada rusaknya alam.

KUPI juga menetapkan fatwa haram secara mutlak terhadap perusakan alam yang berakibat pada kemadlaratan dan ketimpangan sosial, termasuk perusakan alam atas nama pembangunan. Di sini agama harus berperan dalam melestarikan alam untuk mencegah semakin parahnya perubahan iklim. Dan, memberi dorongan melalui spirit keagamaan untuk menggerakkan manusia supaya menempatkan diri setara dengan alam serta menjaganya (hifdlul bii’ah).

Melirik Masyarakat Lokal untuk Mitigaasi Perubahan Iklim

Agar fatwa KUPI tersebut terimplementasi dengan baik dalam mitigasi perubahan iklim, teknisnya harus menyertakan pandangan masyarakat lokal. Hal ini dikarenakan masyarakat lokallah yang mengalami langsung bagaimana dampak perubahan iklim dan menemukan cara-cara kreatif untuk melakukan mitigasi.

Salah satu contohnya adalah cara adaptasi Orang Suku Laut dalam menghadapi krisis. Kerentanan yang dihadapi adalah penyakit, cuaca ekstrem, kelangkaan sumber air bersih, dan potensi kehilangan mata pencaharian. Dalam penelitian Wengky Ariando (2020) menyebutkan bahwa Orang Suku Laut memiliki tiga cara untuk bertahan di tengah krisis, yaitu praktek kebudayaan, kepercayaan adat, dan kemampuan adaptasi.

Meski cara-cara itu sudah dipraktekkan, tapi Orang Suku Laut masih harus menghadapi tantangan dari sistem yang belum mendukung langkah mereka, seperti arah kebijakan pemerintah yang belum memperhatikan kearifan ekologi lokal. Artinya, sistem masih belum melibatkan masyarakat lokal dalam membentuk kebijakan terkait perubahan iklim.

Samie Blasingame, peneliti dan organisator komunitas di bidang keadilan lingkungan dan sistem pangan global, dalam tulisannya Decolonizing the Climate Change Conversation, menyatakan bahwa saran yang wajib dipertimbangkan dalam membentuk kebijakan terkait iklim adalah masyarakat lokal.

Menurut Samie, masyarakat lokal telah mempraktekkan berbagai cara untuk keluar dari kerentanan dan sudah berpengalaman soal itu. Sebaliknya, saran dari pengusaha dan konglomerat mengandung perspektif yang bias, penuh dengan kepentingan ekonomi. Sehingga untuk mengatasi iklim harus dimulai dengan menengahkan (centered) pengetahuan lokal orang yang terpinggirkan (marginalized).

Imajinasi Kesetaraan Manusia dan Non-Manusia untuk Aksi Iklim

Perspektif antroposentris dalam mengelola sumber daya alam menempatkan manusia berada di puncak pemangsa. Perspektif ini juga menutup pintu dialog antara manusia dan non-manusia. Menganggap non-manusia sebagai objek yang disediakan untuk kepentingan hidup manusia.

Sebagaimana fatwa KUPI, manusia adalah salah satu organisme bagian dari alam. Dus, manusia masuk dalam rantai makanan. Ini adalah langkah untuk menghindari kepunahan, baik manusia atau selain-manusia. sebab, jika satu organisme menempatkan diri di puncak pemangsa, maka akan menimbulkan kepunahan, tak terkecuali predator puncak itu sendiri.

Untuk aksi iklim, Sophie Chao dan Dion Enari melalui penelitiannya: Decolonising Climate Change: A Call for Beyond-Human Imaginaries and Knowledge Generation (2021), menyarankan untuk menerapkan imajinasi “melampaui-manusia”. Adalah imajinasi yang tidak hanya berkutat untuk kepentingan manusia dan menganggap manusia sebagai satu-satunya bentuk “kehidupan”. Melainkan juga melibatkan, seperti, hewan, tanah, laut, pohon, dan gunung sebagai entitas yang turut membentuk dan memengaruhi kehidupan.

Persoalannya, bagaimana cara kita memahami selain-manusia (tumbuhan, hewan, hutan) yang tidak menghasilkan tulisan, bahasa yang dimengerti, dan aktif berkomunikasi?

Salah satu caranya adalah melalui imajinasi penceritaan masyarakat lokal sebagai medium memahami selain-manusia. Chao dan Enari mencontohkan kisah Burung Kasuari yang mereka dengar dari masyarakat adat Papua Barat: Kasuari menjadi sungai, lalu menjadi kanopi, lalu menjadi kanguru, lalu menjadi anak-anak, lalu menjadi pohon sagu, dan kemudian menjadi penutur cerita.

Dalam imajinasi penceritaan itu mengandung alam pikir manusia bahwa manusia terhubung dengan alam sekitarnya. Itulah kenapa masyarakat adat Papua tergerak melindungi pohon sagu dan hutan.

Kisah bukan sekadar fantasi dan pengantar tidur, ia memiliki makna kuat dan mampu mendorong aksi kolektif. Kisah telah turut membentuk pemahaman, perilaku, kepercayaan manusia, dan relasi satu sama lain beserta dunia sekitarnya. Masih dalam Choe dan Enari, ketika seorang pria dari Marind, Papua Nugini, ditanya bagaimana cara ia memahami hutan, pria itu menjawab: “[Melalui] mataku, telingaku, hidungku, mulutku, gigiku, kulitku, ayahku, tulangku.”

Ketika diskursus perubahan iklim digaungkan, sebenarnya masyarakat lokal sudah mengalami sendiri sebelum diskursus itu melambung. Mereka mengalaminya melampaui diskursus, sehingga tidak perlu menunggu mereka memahami istilah akademis perubahan iklim untuk terlibat dalam aksi iklim. Mereka sudah terlibat sejak mula, kesenjangan budaya-lah (etnosentrisme) yang membuat mereka seolah-olah tidak berkontribusi.

Tugas pemangku kebijakan dan para intelektual adalah lebih banyak mendengarkan kisah mereka dan mengakuinya sebagai subjek. Partisipasi masyarakat lokal sangat berpengaruh terhadap aksi iklim. Pengalaman mereka harus dilibatkan dalam menentukan kebijakan yang responsif terhadap perubahan iklim. []

Tags: Keadilan EkologisLingkunganPerubahan Iklim
Miftahul Huda

Miftahul Huda

Peneliti isu gender dan lingkungan.

Terkait Posts

Keadilan iklim
Publik

Suara Disabilitas Untuk Keadilan Iklim 

12 September 2025
Relasi Manusia
Publik

Relasi Manusia-Non Manusia: Kajian Politik dan Etika Lingkungan

11 September 2025
Child Abuse
Hikmah

Fenomena Child Abuse dalam Lingkungan Keluarga

9 Agustus 2025
Lingkungan Anak
Hikmah

Pentingnya Lingkungan Sosial yang Sehat bagi Anak

5 Agustus 2025
Lintas Iman
Publik

Ajaran tentang Cinta Lingkungan dalam Lintas Iman

30 Juli 2025
Mazmur
Publik

Mazmur dan Suara Alam: Ketika Bumi Menjadi Mitra dalam Memuji Tuhan

21 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Genosida Palestina

    Genosida Palestina: Luka Perempuan di Balik Kekerasan Seksual

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Membuka Ruang Inklusi: Perlunya Kurikulum Bahasa Isyarat untuk Semua Siswa

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kerudung Pink Bu Ana: Antara Simbol Perlawanan dan Standar Ganda terhadap Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ibn Arabi Mengaji Pada 3 Perempuan Ulama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tawaran Maqashid al-Usrah dalam Perkawinan Anak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Membuka Ruang Inklusi: Perlunya Kurikulum Bahasa Isyarat untuk Semua Siswa
  • Ibn Arabi Mengaji Pada 3 Perempuan Ulama
  • Kerudung Pink Bu Ana: Antara Simbol Perlawanan dan Standar Ganda terhadap Perempuan
  • Imam Syafi’i Mengaji Kepada Sayyidah Nafisah
  • Seminari dan Pesantren: Menilik Pendidikan Calon Tokoh Agama yang Berjiwa Kemanusiaan

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID