• Login
  • Register
Jumat, 4 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Rancunya Marital Rape di Benak Masyarakat Kita

Napol Napol
15/10/2019
in Publik
0
marital, rape

Ilustrasi: arre[dot]co[dot]in

177
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

RUU KUHP yang dianggap bermasalah bagi sebagian masyarakat Indonesia salah satunya adalah pasal tentang perkosaan dalam perkawinan (marital rape). Menurut mereka yang menentang, pasal ini tidak seharusnya ada di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana. ‘Perkosaan’ dalam perkawinan bukanlah suatu tindak pidana, karena toh pasangan itu sudah sah sebagai suami-istri.

Seperti tertulis dalam poster para demonstran yang fotonya banyak tersebar di media sosial: ‘Lebih baik zina karena yang halal (dipenjara) 12 tahun, yang haram (dipenjara) 6 bulan’, ‘Memperkosa ISTRI adalah HAK dan kewajiban SUAMI’, ‘Saya rela diperkosa suami, jujur, enak, dapat pahala juga’, ‘Buat apa nikah mahal-mahal kalo ng***** dipenjara’, dan sebagainya.

Dari kalimat-kalimat di atas jelas mereka belum sepenuhnya memahami arti kata ‘perkosaan’. Bisa jadi sebagian pendemo itu bahkan belum pernah membaca bunyi pasal yang dimaksud, yakni pasal 480, yang berbunyi:

  1. Setiap Orang yang dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan memaksa seseorang bersetubuh dengannya dipidana karena melakukan perkosaan, dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.
  2. Termasuk Tindak pidana perkosaan dan dipidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perbuatan:
    – Persetubuhan dengan seseorang dengan persetujuannya, karena orang tersebut percaya bahwa    orang itu merupakan suami istrinya yang sah;
    – Persetubuhan dengan Anak; atau
    – Persetubuhan dengan seseorang, padahal diketahui bahwa orang lain tersebut dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya;

Atau, mereka tidak mengerti—sebagai akibat dari budaya patriarkal yang sudah sangat mengakar—bahwa persetubuhan konsensual adalah adab dasar yang seharusnya berlaku dalam hubungan yang sudah sah sekalipun. Seperti diceritakan dalam thread Twitter-nya @peachyslen tentang diskusi dia (perempuan) dengan temannya yang laki-laki saat membahas pasal-pasal kontroversial dalam RUU KUHP, termasuk pasal marital rape ini.

Kurang lebih begini respon temannya: “Lah, ya mana ada istri diperkosa suami, itu kan urusan rumah tangga, terserah mau ngapain”, “kan udah suami istri berarti udah sah, kan anggapannya istri ya melayani suami habis capek kerja,” “ya kalau gak mau ya tinggal cari di luar, atau kalau engga ya gak aku kasih uang bulanan. (sambil tertawa).”

Baca Juga:

Ketika Istilah Marital Rape Masih Dianggap Tabu

Marital Rape itu Haram, Kok Bisa?

Sexual Consent dan Nilai Spiritualitas Pasangan Suami Istri

Memahami Pentingnya Seksual Consent bagi Pasutri

Miris memang. Poster-poster pendemo itu, dari cerita dan komentar-komentar warganet yang bernada serupa, menjadi potret pemikiran masyarakat kita dalam skala yang lebih besar yang masih menggambarkan rancunya marital rape. Pemikiran bahwa pernikahan seolah melegitimasi tindakan perkosaan dan kekerasan fisik/mental antara suami dan istri.

Pemikiran bahwa orang luar yang tidak terlibat, tidak berhak ikut campur urusan rumah tetangganya sekalipun ada yang teraniaya. Sangat mungkin banyak laki-laki yang punya pemikiran seperti temannya @peachyslen, juga perempuan yang akhirnya mewajarkan tindakan suaminya yang sebenarnya menyakitkan, karena sudah kadung tenggelam dalam budaya toksik soal hubungan dalam rumah tangga.

Pemikiran yang kacau seperti ini menjadi bibit terbentuknya hubungan suami-istri yang tidak membahagiakan keduanya, yang kemudian menjadi kebiasaan dan sampai pada tindakan yang lebih ekstrim terhadap pasangan (kekerasan).

Pendidikan keluarga sakinah sebagai pondasi bagi calon pasangan suami-istri sungguh menjadi urgensi sekarang ini, dibarengi sosialisasi tentang arti perkosaan dan kekerasaan dalam rumahtangga sehingga masyarakat mulai tertanam pemahaman bahwa kekerasan dalam bentuk apapun dalam rumahtangga BUKAN suatu kewajaran dan siapapun korbannya wajib melapor dan mencari pertolongan.[]

Tags: Marital Rape
Napol

Napol

Terkait Posts

Rumah Tak

Rumah Tak Lagi Aman? Ini 3 Cara Orang Tua Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak

4 Juli 2025
Kritik Tambang

Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan

4 Juli 2025
Isu Iklim

Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim

3 Juli 2025
KB sebagai

Merencanakan Anak, Merawat Kemanusiaan: KB sebagai Tanggung Jawab Bersama

3 Juli 2025
Poligami atas

Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama

3 Juli 2025
Konten Kesedihan

Fokus Potensi, Difabel Bukan Objek Konten Kesedihan!

3 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Isu Iklim

    Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Islam Harus Membela Kaum Lemah?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Islam Melawan Oligarki: Pelajaran dari Dakwah Nabi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Pesan Pram Melalui Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer
  • Rumah Tak Lagi Aman? Ini 3 Cara Orang Tua Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak
  • Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI
  • Islam Melawan Oligarki: Pelajaran dari Dakwah Nabi
  • Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID