Minggu, 23 November 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    P2GP

    P2GP Harus Diakhiri: KUPI Minta Negara Serius Libatkan Ulama Perempuan dalam Setiap Kebijakan

    P2GP

    Istiqamah di Tengah Penolakan: Perjuangan Panjang KUPI Menghentikan P2GP

    Sunat Perempuan

    Membumikan Ijtihad: Langkah KUPI Menghapus Sunat Perempuan dari Ruang Keluarga hingga Negara

    Sunat Perempuan

    Perjuangan KUPI Menghentikan Sunat Perempuan: Dari Musyawarah, Penolakan, hingga Penerimaan Publik

    P2GP

    Prof. Alim: sebagai Bentuk Penolakan terhadap P2GP, Pengalaman Perempuan Harus Ditulis

    Fatwa KUPI P2GP

    Fatwa KUPI Jadi Motor Advokasi: UNFPA Puji Tiga Tahun Kerja Ulama Perempuan Menghapus P2GP

    P2GP

    P2GP Harus Dihentikan Total: KemenPPPA Akui Fatwa KUPI sebagai Penentu Arah Kebijakan Nasional

    Buku Anak yang Dinanti Jangan Disakiti

    Luncurkan Buku Anak yang Dinanti, Jangan Disakiti, Alimat Tegaskan Hentikan Praktik P2GP

    Human Rights Tulip 2025

    KUPI Masuk 10 Deretan Pembela HAM Dunia dalam Human Rights Tulip 2025

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    An-Nisa ayat 34

    Meluruskan Pemahaman QS. An-Nisa Ayat 34: Kekerasan Tidak Pernah Diajarkan Islam

    Stigma bagi Penyandang Disabilitas

    Hak Bebas dari Stigma Bagi Penyandang Disabilitas: Refleksi Qs. ‘Abasa

    mau‘idhah dan pisah ranjang

    Mau‘idhah dan Pisah Ranjang: Strategi Al-Qur’an Menolak Kekerasan dalam Rumah Tangga

    KUHP

    Kohabitasi dalam KUHP Baru: Antara Privasi, Norma Sosial dan Etika Keagamaan

    Suami Memukul Istri yang

    Benarkah Al-Qur’an Membolehkan Suami Memukul Istri?

    Transisi Energi

    Ekofeminisme dan Tanggung Jawab Moral di Balik Transisi Energi Nasional

    Pemberdayaan disabilitas

    Revolusi Regulasi untuk Pemberdayaan Disabilitas

    Kekerasan Terhadap Perempuan yang

    Sampai Kapan Dalih Agama Dibiarkan Membenarkan Kekerasan terhadap Perempuan?

    Nikah Sirri

    Sudahi Nikah Sirri

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    P2GP

    P2GP Harus Diakhiri: KUPI Minta Negara Serius Libatkan Ulama Perempuan dalam Setiap Kebijakan

    P2GP

    Istiqamah di Tengah Penolakan: Perjuangan Panjang KUPI Menghentikan P2GP

    Sunat Perempuan

    Membumikan Ijtihad: Langkah KUPI Menghapus Sunat Perempuan dari Ruang Keluarga hingga Negara

    Sunat Perempuan

    Perjuangan KUPI Menghentikan Sunat Perempuan: Dari Musyawarah, Penolakan, hingga Penerimaan Publik

    P2GP

    Prof. Alim: sebagai Bentuk Penolakan terhadap P2GP, Pengalaman Perempuan Harus Ditulis

    Fatwa KUPI P2GP

    Fatwa KUPI Jadi Motor Advokasi: UNFPA Puji Tiga Tahun Kerja Ulama Perempuan Menghapus P2GP

    P2GP

    P2GP Harus Dihentikan Total: KemenPPPA Akui Fatwa KUPI sebagai Penentu Arah Kebijakan Nasional

    Buku Anak yang Dinanti Jangan Disakiti

    Luncurkan Buku Anak yang Dinanti, Jangan Disakiti, Alimat Tegaskan Hentikan Praktik P2GP

    Human Rights Tulip 2025

    KUPI Masuk 10 Deretan Pembela HAM Dunia dalam Human Rights Tulip 2025

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    An-Nisa ayat 34

    Meluruskan Pemahaman QS. An-Nisa Ayat 34: Kekerasan Tidak Pernah Diajarkan Islam

    Stigma bagi Penyandang Disabilitas

    Hak Bebas dari Stigma Bagi Penyandang Disabilitas: Refleksi Qs. ‘Abasa

    mau‘idhah dan pisah ranjang

    Mau‘idhah dan Pisah Ranjang: Strategi Al-Qur’an Menolak Kekerasan dalam Rumah Tangga

    KUHP

    Kohabitasi dalam KUHP Baru: Antara Privasi, Norma Sosial dan Etika Keagamaan

    Suami Memukul Istri yang

    Benarkah Al-Qur’an Membolehkan Suami Memukul Istri?

    Transisi Energi

    Ekofeminisme dan Tanggung Jawab Moral di Balik Transisi Energi Nasional

    Pemberdayaan disabilitas

    Revolusi Regulasi untuk Pemberdayaan Disabilitas

    Kekerasan Terhadap Perempuan yang

    Sampai Kapan Dalih Agama Dibiarkan Membenarkan Kekerasan terhadap Perempuan?

    Nikah Sirri

    Sudahi Nikah Sirri

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Sastra

Sepucuk Surat Cinta dari Ibu untuk Putrinya

Jika kata-kata dokter terbukti benar bahwa kelak kamu akan tumbuh tanpa aku di sisimu, ibu hanya ingin kau tahu: ibu sungguh sangat mencintaimu.

Fadlan Fadlan
7 Maret 2021
in Sastra
0
Surat

Surat

982
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Untuk putriku tersayang

**

Mubadalah.id – Delapan belas tahun lagi mungkin ayahmu akan memberikan surat ini padamu. Dan kemungkinan besar kau tidak akan mengenali siapa aku.

Ini ibu,

Mengapa ibu harus menuliskan surat ini untukmu? Mengapa ibu harus memberitahumu?

Jelas, itu karena ibu mencintaimu. Ibu menuliskan surat ini karena ibu ingin kau tahu bahwa ibu adalah seorang yang menyukai gerimis di pagi hari, secangkir teh hangat, dan waver coklat di dekatnya. Ibu menuliskan ini karena payung merah tua yang pernah ibu miliki sewaktu kecil dulu.

Di sisi lain ibu juga tidak ingin anakku tidak tahu apa-apa tentang siapa aku. Ibu tidak tahan jika ibu tidak menceritakan kisah payung merah tua itu padamu. Banyak yang harus ibu katakan padamu, sayang. Banyak! Ada begitu banyak hal-hal di dalam hidup ini yang harus aku sampaikan. Berbisik ke telinga mungilmu saat kau masih begitu polos. Olehnya ibu tidak bisa membiarkanmu menjalani hidup sendirian.

Ibu merasa bahwa hidupku mungkin sudah mencapai batasnya sekarang. Ibu berpikir bahwa mungkin suatu saat kau akan memikirkanku setiap hari. Namun ibu berharap kau tidak bersedih dan tidak gusar. Karena kenangan, sejarah, tawa, air mata, dan cinta ibu – semuanya hanyalah setitik debu di alam semesta ini, dan kau pun juga sudah memiliki semua itu di dalam dirimu

Ibuku atau nenekmu, bernama Erna. Dan ayah, atau kakekmu bernama Heri. Mereka bertemu ketika mereka masih sangat muda, sekitar umur 12 atau 13 tahun. Mereka lalu menikah delapan tahun kemudian. Ibumu ini adalah anak keenam dari sembilan bersaudara.

Mengapa ibu menceritakan ini padamu? Karena ibu ingin kau memiliki landasan kokoh, landasan yang sederhana dan penuh kasih agar kau bisa menjalani hidup dengan baik. Di dalam darahmu akan selalu mengalir kisah nenekmu, ibu, serta bibi buyutmu. Dan namamu akan selalu menjadi hal yang paling ibu cintai.

Sementara ayahmu – jangan biarkan aku mengatakannya. Dia yang aku cintai lebih dari aku mencintai laut. Aku mencintainya lebih dari sekadar permen taffy dan warna oranye yang disatukan.

Kisah kami sebenarnya tidak begitu menarik.

Aku dan ayahmu bertemu di sekolah. Saat itu kami masih duduk di bangku SMA, tepatnya di hari pertama kami mengenakan seragam SMA. Dia mengajakku berpacaran setelah kami lulus. Kami lalu menikah ketika aku baru saja menginjak usia 22 tahun, dan dia berusia 23 tahun.

Aku lalu mengandungmu tiga tahun kemudian.

Sekarang (ketika aku menulis surat ini) aku sudah berusia 25 tahun. Meskipun ada banyak hal yang harus aku katakan padamu, namun sayang, ruang dan waktu tidak memberikanku kesempatan. Jadi ibu mungkin hanya akan memberitahumu tentang hal-hal yang perlu kau ketahui saja.

Namun terus terang ibu juga bingung. Kira-kira apa yang harus ibu katakan kepada seorang anak yang bahkan belum pernah ibu lihat? Apakah ibu harus mengatakan padamu bahwa ibu sangat mencintaimu dan akan selalu mencintaimu? Apakah ibu harus memberitahukan kepadamu mengapa mungkin kau tidak akan pernah melihat wajah ibu, dan akan tumbuh besar hanya dengan sosok seorang ayah di sisimu? Apakah aku harus memberitahukan padamu apa buku favoritku? Musik favoritku? Bolehkah ibu mengatakan kepadamu bahwa cinta seorang ibu pada anaknya itu sangat kuat dan abadi?

Tidak, aku mungkin tidak bisa. Karena aku juga pernah merasakan hal ini. Sepertimu, aku juga tumbuh dewasa tanpa sosok seorang ibu. Selama ini, hanya kakekmu lah yang merawat dan membesarkanku. Aku tidak pernah mengenal sosok seorang ibu sama sekali, dan aku sungguh menyesal, nasib ini tampaknya terus menghantui kita, dan bahkan kini berimbas padamu juga.

Tapi aku yakin kamu akan baik-baik saja, sayang.

Oh, anak pertamaku, anak pertama dan satu-satunya yang paling aku cintai, ibu tahu benar betapa sulitnya untukmu – hidup dan berjalan sendirian di planet yang kejam ini tanpa sosok seorang ibu. Ibu sungguh minta maaf.

Ibu menulis surat ini karena banyak hal. Ibu sudah mengatakannya, bukan?

Dahulu, ketika ibu masih berumur lima tahun, di tengah derasnya hujan ibu pernah lari dari rumah. Karena ibu tidak terima dengan apa yang kakekmu katakan tentang mengapa ibu tidak memiliki seorang ibu di sampingku saat itu. Jadi aku meninggalkan rumah dengan payung merah di genggamanku, karena saat itu aku berpikir dengan begitu barangkali ibuku akan melihatku dari suatu tempat lalu datang menjemputku.

Hari itu aku berjalan kaki sendirian. Aku masih ingat dengan jelas bagaimana kaki dan perutku saat itu tiba-tiba saja sakit, seperti ada beban berat yang terikat di punggung dan kakiku. Satu-satunya yang aku miliki hanyalah foto ibuku yang diberikan kakek, dan payung merah tua itu. Aku berjalan ke sebuah toko buku kecil – di mana trotoarnya lebih lebar daripada tinggi badanku saat itu.

Aku lalu duduk meringkuk di depan toko buku itu sembari membuka foto ibuku dengan mata yang sudah berkaca-kaca. Tak sadar, mungkin karena kelelahan, aku pun terlelap di sana.

Ketika aku bangun, aku sudah berada di pelukan kakek. Ternyata dia mencariku sepanjang hari, mengkhawatirkanku yang hanya berbekal selembar foto tua dan payung merah kecilku. Saat itu kakek menangis lega melihatku baik-baik saja. Aku bisa melihat rasa sayang dan kehangatan tergambar jelas di matanya.

Sejak saat itu kakek menjadi sosok ayah sekaligus ibu baru untukku.

Sampai saat ini pun ibu masih menyimpan payung merah itu. Meskipun warnanya kini telah memudar, akan tetapi kenangannya akan terus ada. Jadi ibu berharap dan berdoa, semoga kamu kelak tidak akan melakukan hal bodoh seperti yang ibu lakukan dahulu. Ibu berharap kamu tidak membuat ayahmu, dan tentu saja ibu khawatir. Karena ibu akan selalu mengawasimu.

Dan meskipun ibu nanti tidak ada di sisimu, ibu sungguh mencintaimu lebih daripada apa yang bisa dikatakan lidah. Ibu tidak bisa mengatakan lebih daripada itu. Jika kata-kata dokter terbukti benar bahwa kelak kamu akan tumbuh tanpa aku di sisimu, ibu hanya ingin kau tahu: ibu sungguh sangat mencintaimu. Meskipun ibu kelak tidak ada di sampingmu, cinta ibu akan selalu menyertaimu dan akan selalu merangkul hangat tubuh mungilmu.

Ibu percaya padamu.

Terakhir, untuk berjaga-jaga, ibu juga telah meminta ayahmu bahwa jika ibu meninggal, ayahmu akan memberikan padamu surat ini pada hari ketika kamu nanti sudah berusia delapan belas tahun. Karena ibu percaya bahwa pada usia itu kamu sudah dapat berpikir matang dan akan lebih mengerti.

Oh ya, ibu sudah merasakan awal persalinan sekarang. Tenang saja, ibu akan melakukan yang terbaik. Mungkin hanya itu yang bisa ibu janjikan saat ini.

Penuh cinta,

Ibumu.

**

Tulisan ini pernah diterbitkan oleh Konde.co dengan judul “Surat untuk Anak Perempuanku yang 18 tahun”.

Via: https://www.konde.co/2021/02/surat-untuk-anak-perempuanku-yang-18-tahun.html/
Tags: anakAnak PerempuancerpenIbukeluargaSastraSurat
Fadlan

Fadlan

Penulis lepas dan tutor Bahasa Inggris-Bahasa Spanyol

Terkait Posts

Sunat Perempuan
Aktual

Membumikan Ijtihad: Langkah KUPI Menghapus Sunat Perempuan dari Ruang Keluarga hingga Negara

20 November 2025
Al-Ummu Madrasatul Ula
Keluarga

Menafsir Al-Ummu Madrasatul Ula: Keluarga Sebagai Sekolah Pertama

17 November 2025
Ujung Sajadah
Rekomendasi

Tangis di Ujung Sajadah

16 November 2025
10 Ribu Di Tangan Istri yang Tepat
Keluarga

Degradasi Nilai Perempuan dalam Tren “10 Ribu Di Tangan Istri yang Tepat”

16 November 2025
Film Pangku
Film

Film Pangku: Kasih Ibu yang Tak Pernah Sirna

14 November 2025
Merayakan Hari Ayah
Keluarga

Selayaknya Ibu, Merayakan Hari Ayah Pun Layak Kita Lakukan

13 November 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • KUHP

    Kohabitasi dalam KUHP Baru: Antara Privasi, Norma Sosial dan Etika Keagamaan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mau‘idhah dan Pisah Ranjang: Strategi Al-Qur’an Menolak Kekerasan dalam Rumah Tangga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hak Bebas dari Stigma Bagi Penyandang Disabilitas: Refleksi Qs. ‘Abasa

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ekofeminisme dan Tanggung Jawab Moral di Balik Transisi Energi Nasional

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Revolusi Regulasi untuk Pemberdayaan Disabilitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Meluruskan Pemahaman QS. An-Nisa Ayat 34: Kekerasan Tidak Pernah Diajarkan Islam
  • Hak Bebas dari Stigma Bagi Penyandang Disabilitas: Refleksi Qs. ‘Abasa
  • Mau‘idhah dan Pisah Ranjang: Strategi Al-Qur’an Menolak Kekerasan dalam Rumah Tangga
  • Kohabitasi dalam KUHP Baru: Antara Privasi, Norma Sosial dan Etika Keagamaan
  • Benarkah Al-Qur’an Membolehkan Suami Memukul Istri?

Komentar Terbaru

  • Refleksi Hari Pahlawan: Tiga Rahim Penyangga Dunia pada Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto
  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID