Mubadalah.id – Saat Islam hadir, kedudukan (tubuh) perempuan di tengah masyarakat Jahiliyah sangat mengenaskan. Mereka tidak hanya diperlakukan seperti hewan, bahkan bagaikan benda mati.
Misalnya, bayi perempuan biasa dikubur hidup-hidup (QS. an-Nahl (16): 58-59), dipaksa menikah lalu diceraikan sebelum mengalami menstruasi pertama (QS. ath-Thalaq (65): 4), dipoligami dengan jumlah istri tak terbatas dan tanpa syarat adil (QS. an-Nisa (4): 3 membatasi maksimal empat istri dengan syarat adil dan mendorong monogami).
Istri juga boleh dicerai lalu dirujuk berkali-kali tanpa batas (QS. al-Baqarah (2): 229 membatasi maksimal dua kali yang boleh dirujuk), diwariskan (QS. an-Nisa (4): 19 melarang keras), dinikahi oleh saudara sedarah (QS. an-Nisa (4): 23 melarang keras), dan masih banyak contoh lainnya.
Tradisi seperti ini sebetulnya tidak hanya kita temukan di masyarakat Jahiliyah, masa di mana Islam hadir, melainkan umum terjadi di mana-mana. Bahkan, sampai kini ada tradisi honor killing yang kebanyakan korbannya adalah perem, puan. Mereka dibunuh keluarganya sendiri karena dianggap mencemarkan nama baik keluarga.
Dalam situasi seperti di atas, siapakah pemilik tubuh perempuan? Betul, tubuh perempuan adalah milik mutlak laki-laki.
Tauhid dalam Islam mengubah secara revolusioner kedudukan laki-laki dan perempuan. Laki-laki tidak boleh menuntut perempuan untuk tunduk mutlak. Sebab sebagai sesama hamba Allah Swt., keduanya hanya boleh tunduk mutlak kepada Allah Swt.
Laki-laki juga tidak boleh menuntut perempuan untuk mengabdi pada kemaslahatan laki-laki saja. Sebab sebagai sesama khalifah fil ardh keduanya mengemban amanah Allah untuk bersama-sama mengabdikan diri demi kemaslahatan makhluk-Nya di muka bumi seluas-luasnya.
Prinsip Dasar Tauhid
Prinsip dasar tauhid ini juga berdampak pada jawaban tentang siapakah pemilik mutlak tubuh perempuan? Tubuh perempuan, sebagaimana tubuh laki-laki, adalah milik mutlak Allah Swt.
Laki-laki dan perempuan sama-sama hanya boleh menggunakan tubuhnya dan tubuh-tubuh orang lain secara bermartabat, yakni agama bolehkan (halal), baik (thayyib), dan pantas/layak (ma’ruf). Hanya dengan cara ini manusia bisa membuat tubuhnya maslahat pada diri sendiri dan pihak lain.
Jadi, tubuh laki-laki dan perempuan adalah milik Allah. Namun, keduanya bertanggung jawab atas penggunaannya secara bermartabat. Di Hari Perhitungan (Yaumul Hisab) kelak, tubuh manusia akan bersaksi langsung di hadapan Allah untuk apa ia gunakan selama di dunia.
“Pada hari ini Kami tutup mulut mereka, dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan” (QS. Yasin (36): 65).
Semoga kita mampu terus menggunakan tubuh kita dan memperlakukan tubuh orang lain secara bermartabat. Dan semoga juga kelak tubuh kita akan sibuk bersaksi tentang kebaikan-kebaikan yang kita lakukan selama di dunia. []