Mubadalah.id – Fatimatuzzahroh atau kerap dipanggil dengan Zahra Amin lahir pada 27 Oktober 1984 di Indramayu. Beliau merupakan putri kelima dari tujuh bersaudara, dari pasangan H. Amin Mubarak dan Hj. Mahmudah Anas.
Saat ini, ulama perempuan muda ini, bekerja menjadi Pemred Mubadalah.id dan Direktur Media Mubadalah. Belum lama ini, pada bulan Oktober 2023, Zahra Amin mengikuti program Euro Trip and Travel Writing ke 6 negara di Eropa.
Pendidikan
Zahra kecil memulai pendidikan dasarnya dengan belajar di SDN 1 Kertasmaya, Indramayu dan lulus pada tahun 1996. Setelah menyelesaikan masa pendidikan dasarnya, beliau melanjutkan pendidikannya dengan nyantri di Pondok Pesantren Salafiyah Kauman Pemalang Jawa Tengah, di sana ia juga belajar di MTsN di Pemalang dan lulus pada tahun 1999.
Selepas itu, ia kembali melanjutkan pendidikannya dengan belajar di MAN Tambakberas di Jombang dan lulus tahun 2002. Selain menempuh pendidikan formal, selama di Jombang, ia belajar di pendidikan non formal, ia belajar di Pondok Pesantren Al Amanah Al Fathimiyyah Bahrul Ulum Tambak Beras Jombang Jawa Timur.
Setelah menyelesaikan pendidikan sekolah menengah Zahra melanjutkan studinya setara 1-nya di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga di Yogyakarta. Selama di Yogyakarta, Zahra juga nyantri di Pondok Pesantren Sunan Pandan Aran Komplek V Kaliurang Yogyakarta.
Namun sayangnya, pendidikan di UIN Suka tidak ia selesaikan, ia pindah ke Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Cirebon atau sekarang dikenal dengan IAIN Syekh Nurjati Cirebon. Di IAIN ini lah, beliau lulus sebagai Sarjana (S1) Akidah Filsafat pada 2009.
Setelah menyelesaikan pendidikan S1, saat ini Zahra Amin sedang menempuh pendidikannya dengan belajar di Pasca Sarjana di Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA) di Jakarta. Di UNUSIA ia mengambil Studi Islam Nusantara.
Keluarga Zahra Amin
Pada 16 Desember 2007, Zahra Amin melepas masa lajangnya dengan dinikahi Munawir. Buah dari pernikahannya, keduanya dikaruniai dua orang anak, pertama, Zidna Marsya Aqiela dan kedua, Mohammad Aqiel Arrasyid.
Anak pertama Zahra Amin saat ini, sedang nyantri di Pondok Pesantren Dar al Tauhid Arjawinangun Cirebon. Di bawah asuhan KH. Ibnu Ubaidillah Syathori dan Ibu Nyai Hj. Fuadiyah. Sedangkan anak kedua, sedang duduk di bangku kelas 3 MI Ma’arif Segeran Kidul Juntinyuat Indramayu.
Sementara suami Zahra Amin atau yang kerap disapa Mantri Awing, seorang tenaga kesehatan atau perawat di Puskesmas Kedungwungu, Krangkeng, Indramayu.
Guru yang Mempengaruhi Kehidupan Zahra Amin
KH. Husein Muhammad atau yang kerap disapa Buya Husein menjadi salah satu guru yang memberikan pengaruh dalam keilmuan Zahra Amin. Buya Husein baginya menjadi sosok teladan yang selalu konsisten dalam memberikan keilmuan yang beliau miliki.
Buya Husein dalam beberapa tulisannya telah memberikan banyak inspirasi dan motivasi kepada Zahra Amin dan para perempuan lainnya. Zahra menyebutkan ada salah satu perkataan Buya Husein yang bisa menggerakkan dirinya dan para perempuan lainnya untuk terus maju dan berkembang. Perkataan tersebut di antaranya:
‘’Perempuan harus sehat secara reproduksi, pintar secara intelektual, dan mandiri dalam berfikir dan secara finansial. Jangan bergantung pada nasibnya pada laki-laki atu suami. Orang yang bergantung itu, bagai orang yang tidak merdeka. Ketika ia bergantung kepada manusia, dia akan kehilangan segalanya. Ketergantungan bisa mengakibatkan keterbelakangan.”
Bacaan Buku Zahra Amin
Sejak kecil, Zahra Amin sangat gemar untuk membaca buku. Bahkan orang tua Zahra mengatakan bahwa Zahra kecil adalah sosok yang kutu buku.
Kegemaran baca buku ini hingga akhirnya membuat pemikiran dan pandangan Zahra Amin lebih luas dan terbuka. Bahkan ada beberapa buku yang mempengaruhi kehidupan Zahra Amin. Berikut buku-buku yang memberikan pengaruh kepada kehidupan:
Pertama, Novel Tetralogy dan Arus Balik yang dikarang oleh Pramoedya Ananta Toer, buku ini untuk memahami lanskap sejarah Nusantara.
Kedua, buku Fikih Perempuan yang ditulis oleh Buya Husein, buku ini untuk mengetahui di mana posisi perempuan dalam teks keagamaan dan fikih kita hari ini.
Ketiga, buku Sang Alkemis karya Paulo Coelho, tentang mimpi-mimpi seorang anak manusia, dan bagaimana kita harus menggenggam erat mimpi.
Keempat, buku Titik Nol karangan Nawal El Shadawi tentang fakta kekerasan yang banyak dialami oleh perempuan.
Kelima, buku Perempuan dari Balik Dinding Harem yang dikarang oleh Fatima Mernissi, buku ini menjelaskan tentang fakta sejarah perempuan yang sengaja dihilangkan, atau diabaikan hak-haknya.
Keenam, buku The Second Sex Simone Beauvior bahwa perempuan hingga hari ini masih menjadi manusia kelas kedua, the others atau liyan.
Ketujuh, buku Mitos Kecantikan Virginia Wolf, dan terakhir Matinya Sang Pengarang Perempuan Toety Heraty.
Sejumlah buku tersebut, menurut Zahra Amin, bisa memberikan pengaruh dan penyadaran yang cukup besar. Karena seperti kita ketahui, bahwa banyak para perempuan yang kerap kali diobjektifikasi karena bentuk fisik yang berbeda, pengalaman biologis yang tak mudah, dan sulitnya perempuan mendapatkan akses pengetahuan, hingga otoritasnya pun diragukan.
Oleh sebab itu, bagi Zahra Amin, para perempuan harus belajar dan bekerja dua kali lipat, bahkan berlipat-lipat ganda dari laki-laki agar mendapatkan pengakuan bahwa ia mampu menjadi seseorang yang berdaya secara intelektual, spiritual, maupun finansial.
Terlibat dalam Sejumlah Penelitian
Selain gemar membaca sejumlah buku, Zahra juga melakukan sejumlah penelitian dan aktivitas sosial. Berikut sejumlah penelitian dan aktivitas sosial yang dilakukan Zahra Amin selama lima tahun terakhir:
Pertama, Monitoring dan Evaluasi Program “Dawrah Kader Ulama Perempuan” Fahmina Institute di 3 Provinsi (DKI Jakarta, Jawa Timur dan Kalimantan Selatan) di medio Mei sampai dengan Juli 2019.
Kedua, Need Assesment program kerjasama Yayasan Fahmina dan Ford Foundation Juli 2020.
Ketiga, Penelitian Layanan Kesehatan Koalisi Perempuan Indonesia di 6 wilayah di Indonesia (Padang, Makassar, Semarang, Tangerang, Surabaya dan Malang (Maret sampai Agustus 2021)
Keempat, Penelitian Panti Sosial Rehabilitasi Mental Koalisi Perempuan Indonesia dan Perhimpunan Jiwa Sehat (PJS) Jakarta, di 6 wilayah (Yogyakarta, Semarang, Kebumen, Brebes, Bekasi dan Bogor) pada Januari – Juni 2022.
Kelima, Tim Penulis Cerita Perubahan Ulama Perempuan di Komunitas (JASS dan Fahmina Institute) di 3 wilayah. Kabupaten Bogor, Kota dan Kabupaten Cirebon pada April – Juli 2023.
Keenam, menjadi narasumber dan fasilitator dalam pelatihan kepenulisan popular perspektif Mubadalah.
Keresahan Zahra Amin
Dalam kehidupan sehari-hari, ada sejumlah masalah yang menjadi kegelisahan Zahra Amin. Kegelisahan ini misalnya saat ia melihat persoalan kemiskinan dan kebodohan negeri ini berwajah perempuan.
Zahra memandang bahwa perempuan kerap kali dilemahkan secara sistem, sehingga hal inilah yang membuat perempuan sering kali menjadi korban.
Bahkan hal ini sering terjadi dalam lingkungan yang terdekat dengan kita, yaitu di dalam keluarga. Di mana banyak sekali perempuan yang menjadi korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), dipoligami, dan banyak sekali perempuan didomestifikasi oleh laki-laki.
Hal inilah, kata Zahra, kerap kali membuat para perempuan tidak berdaya, mandiri, dan bangkit dari segala keterpurukan yang perempuan alami.
Selain dalam ruang domestik, ruang publik juga masih menjadi ruang yang belum menempatkan perempuan sebagai makhluk yang adil dan setara.
Zahra menyebutkan, saat ini kita sedang mendorong keterwakilan 30 persen perempuan, namun sayangnya menjelang Pemilu 2024, kuota 30 persen perempuan di ranah politik ini masih saja tidak terpenuhi.
Oleh sebab itu, penting bagi para perempuan harus dibekali dengan banyak keterampilan dan pengetahuan, agar mereka tahu apa yang harus dilakukan ketika menghadapi ketidakadilan, atau situasi yang tidak menguntungkan perempuan tersebut.
Pandangan Zahra Amin tentang Perempuan dan Islam
Perempuan dalam Islam menurut Zahra Amin adalah manusia yang mulia, posisi mereka dengan laki-laki di hadapan Allah Swt adalah sama-sama mulia. Dengan kemuliaan ini, maka Islam sangat melarang untuk melakukan kekerasan kepada semua orang.
Dan yang diajarkan oleh Islam adalah bagaimana semua umat Islam untuk selalu menebarkan kebaikan, kemaslahatan dan kedamaian bagi seluruh umat manusia.
Ajaran ini sesuai yang pernah Nabi Muhammad Saw sampaikan kepada semua umat Islam dalam wasiat pada saat Haji Wada’.
Wasiat ini, Nabi Muhammad Saw sampaikan dalam Hadis yang diriwayatkan oleh Amru bin al-Ahwas ra:
‘’Saling berwasiatlah kalian semua, untuk berbuat baik kepada perempuan, Karena mereka seringkali dianggap tawanan (seseorang yang tidak diperhitungkan oleh kalian). Padahal, sesungguhnya kalian tidak memiliki hak sama sekali atas mereka, kecuali dengan hal tersebut (berbuat baik). (Sunan Ibn Majah, no. Hadits: 1924).
Menurut Zahra, dalam teks Hadis di atas, perempuan perlu dipastikan memperoleh kebaikan. Wasiat ini penting karena dalam konteks sosial perempuan sering dilupakan, dipinggirkan, dan tidak memperoleh hak-hak yang layak.
Pesan Nabi Saw
Pesan normatif dari Nabi Saw yang dimaksud adalah tentang pentingnya memihak pada perempuan, memberi perlindungan, dan melakukan kebaikan. Nabi Saw meminta kita untuk “saling berwasiat” secara terus menerus untuk memastikan perempuan memperoleh kebaikan, karena konteks sosial yang masih sering merendahkan mereka.
Pemihakan terhadap perempuan tentu saja adalah sesuatu yang niscaya bagi Nabi Muhammad Saw, sebagaimana ditegaskan dalam berbagai ayat al-Qur’an dan teks Hadits, karena konteks sosial Arab saat itu yang begitu merendahkan perempuan.
Al-Qur’an menegaskan kemanusiaan perempuan, ketika saat itu banyak peradaban masih menganggap mereka sebagai barang dan bukan manusia. (QS. An-Nahl, 16: 58-59).
Sehingga al-Qur’an turun, justru untuk menegaskan nilai dasar yang memperhitungkan amal perbuatan perempuan, sama persis sebagaimana perhitungan terhadap laki-laki.
Amal baik yang mereka lakukan, dalam penegasan al-Qur’an, akan mengantar mereka pada apresiasi di dunia dan surga di akhirat. Persis seperti apresiasi yang Allah berikan kepada laki-laki dengan amal baik mereka. Tanpa perbedaan sama sekali (QS. An-Nisa, 4: 124).
Harapan Zahra Amin untuk SUPI ISIF
Mengutip pendapat dari Alissa Wahid, tentang dimensi perubahan, maka Alissa Wahid menyampaikan di dalam kehidupan ini setidaknya ada empat dimensi perubahan yang bisa kita lakukan.
Pertama harus terjadi perubahan kebijakan yang mendukung hal yang kita cita-citakan.
Kedua, perilaku masyarakat harus sesuai juga dengan apa yang kita cita-citakan. Sehingga jika kita mengharapkan peradaban yang berkeadilan, dan kebijakan publik yang sesuai, maka perilaku masyarakatnya juga harus sesuai.
Ketiga, paling penting adalah kekuatan masyarakat sipil. Kenapa? Karena yang bisa melakukan advokasi kebijakan publik adalah masyarakat sipil.
Keempat, khusus bagi Indonesia, Mbak Alissa menambahkan ada satu dimensi perubahan lagi, yakni keyakinan beragama, karena orang Indonesia terkenal religius sehingga pendekatan agama juga menjadi sangat penting.
Empat dimensi perubahan ini, menurut Zahra Amin, bisa menjadi salah satu peran penting bagi teman-teman mahasantriwa Sarjana Ulama Perempuan Indonesia (SUPI) Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon sebagai garda depan untuk melahirkan kader-kader ulama perempuan, yang kelak akan semakin meneguhkan otoritas keulamaan perempuan.
Pendekatan agama yang dibekali dengan kapasitas pengetahuan, analisis feminis, dan penguasaan turats (kitab kuning) yang baik, harapannya akan mampu menjadi sumber pengetahuan yang otoritatif dan terpercaya oleh masyarakat luas. Tidak saja di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia.
Sehingga bisa menjawab problem kemanusiaan perempuan dengan menggunakan basis pengetahuan Islam. Terutama untuk mewujudkan peradaban kemanusiaan yang berkeadilan.
Pekerjaan
Pada tahun 2007-2008, Zahra Amin pernah bekerja sebagai Jurnalis di Radar Indramayu, Radar Cirebon Grup/Jawa Post Grup dari tahun 2007 awal sampai 2008 akhir. Saat di Radar Indramayu, Zahra sering meliput di bagian ekonomi dan bisnis.
Pada tahun 2009 sampai 2012, Zahra Amin menjadi guru Bahasa Indonesia di SMP NU Kertasmaya. Di tahun yang sama hingga 2017, ia pernah menjadi Guru BK di SMK Kertasmaya. Bahkan ia juga pernah menjabat sebagai kepala sekolah di SMK NU Kertasmaya.
Setelah itu, Pada tahun 2017-2019 Zahra Amin mulai bekerja sebagai staff Penguatan organisasi (PO) Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Wilayah Jawa Barat.
Kemudian, pada tahun 2019-2023, Zahra Amin, terpilih menjadi presidium wilayah perempuan professional KPI.
Organisasi
Selama kuliah di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Zahra Amin aktif di organisasi KOPRI PMII. Selain di PMII, ia bergabung dalam Komunitas Serikat Perempuan Merdeka (SPM) di Yogyakarta.
Lalu, saat pulang ke Indramayu pada akhir 2005, Zahra Amin aktif di IPPNU, hingga menjadi Ketua Pimpinan Cabang IPPNU Kabupaten Indramayu periode 2008-2010.
Setelah itu, ia kemudian bergabung di Fatayat NU Cabang Indramayu. Di Fatayat, ia pernah menjabat sebagai sekretaris Fatayat NU Kabupaten Indramayu.
Pada tahun 2012-2017, Zahra menjadi ketua DPC Perempuan Bangsa Kabupaten Indramayu (organisasi sayap perempuan) partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Lalu pada tahun 2017-2022, ia menjadi Ketua Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama (LKK NU) Kabupaten Indramayu.
Mendirikan Organisasi
Saat kuliah di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Zahra Amin pernah mendirikan Komunitas Perempuan Rayon (Perempuan Mahardika) di Rayon Fakultas Ushuluddin di UIN Yogyakarta.
Pada tahun 2021, Zahra Amin bersama Mbak Wini mendirikan Yayasan Selendang Puan Dharma Ayu. Yayasan ini menjadi lembaga layanan bagi perempuan dan anak perempuan korban kekerasan atau woman crisis center di Kabupaten Indramayu.
Penghargaan
Atas dedikasi pengetahuan dan gerakan Zahra Amin di isu perempuan, ia memperoleh sejumlah penghargaan.
Pertama, penghargaan sebagai Perempuan Pegiat Literasi dalam momentum Hari Perempuan Internasional 2023 dari Ketua DPRD Kabupaten Indramayu.
Kedua, Santri Award 2023 dari Panitia Duta Santri Nasional.
Karya-karya
Zahra Amin menjadi salah satu ulama perempuan muda yang sangat produktif menulis. Melalui tulisannya, Zahra kerap kali menyurarakan isu perempuan, keadilan, toleransi, lingkungan, dan banyak hal lainnya.
Berikut sejumlah karya yang telah Zahra Amin tulis:
Pertama, buku Inspirasi Keadilan Relasi, tulisan bersama, (Cirebon, Mubadalah 2018).
Kedua, Kiai Husein, Feminis dan Pemikir Islam Post Tradisionalis di Mata Sahabat dan Santrinya, tulisan bersama, (Cirebon, Yayasan Fahmina, 2019).
Ketiga, Antologi Puisi “Menghakimi Cinta” tulisan bersama, (Surabaya, Gaya Nusantara 2020).
Keempat, Fatwa dan Pandemi Covid-19 “Diskursus, Teori dan Praktik”, tulisan bersama, (Jakarta, ICIP, 2021)
Kelima, Menyelami Telaga Kebahagiaan bersama 20 Ulama Perempuan “Interpretasi Berbasis Kitab Manba’ussa’addah”, tulisan bersama, (Cirebon, Mubadalah, 2021)
Keenam, Pandemi dan Demokrasi “Bunga Rampai Pengetahuan Masyarakat Sipil Indonesia” editor Lies Marcoes, Lisisastra Lusandiana dan Naomi Srikandi, (Jakarta, CIVICA 2021)
Ketujuh, Buku Kompilasi artikel Mubadalah.id, tulisan bersama, (Cirebon, Mubadalah, 2021)
Kedelapan, Mata Air Indonesia Maju “Sebuah Bunga Rampai Gagasan Kepada Cak Imin”, tulisan bersama, editor Sugeng Bahagijo, Sabiq Mubarok dan Mugiyanto, (Jakarta, Gramedia 2022)
Kesembilan, Ragam Cerita Ibuku Si Content Creator, tulisan bersama, komunitas Ibuku Content Creator (ICC), (Jakarta, Najhati Pena 2023)
Kesepuluh, Ratusan artikel popular (334) di Mubadalah.id, dan beberapa di situs media keislaman lainnya (NU Online, Islami.co, Santri News dll.)
Karya Berkesan
Namun, dalam semua karya yang pernah Zahra tulis, ada satu karya yang paling berkesan, yaitu saat ia dalam penulisan bersama buku “Pandemi dan Demokrasi “Bunga Rampai Pengetahuan Masyarakat Sipil Indonesia” editor Lies Marcoes, Lisisastra Lusandiana dan Naomi Srikandi, (Jakarta, CIVICA 2021).
Menurut Zahra, buku ini langsung dimentori oleh salah satu Begawan feminis Indonesia Ibu Lies Marcoes. Kedua melalui proses penulisan ini, ia menemukan teori dan konsep tentang Mubadalah sebagai perspektif, mubadalah sebagai Gerakan dakwah, dan mubadalah sebagai media digital. []