Mubadalah.Id – Sudah pertemuan kedua, Lingkar Ngaji KGI (Keadilan Gender Islam) dalam asuhan Dr. Nur Rofi’ah Bil Uzm dilaksanakan secara daring melalui ruang zoom meeting. Tidak jauh berbeda dengan pengajian pertama yang diikuti oleh kurang lebih 450 orang, Ngaji KGI pada tema ‘Selaput Dara dan Konsep Kesucian dalam Islam’ pada hari Jum’at (15/01/2021) juga diikuti oleh kurang lebih 564 peserta.
Lingkar Ngaji KGI tersebut merupakan platform baru Ngaji Keadilan Gender Islam secara daring. Sebelumnya Ngaji KGI dilakukan secara luring dari satu kota ke kota lainnya, dari satu tempat ke tempat lainnya. Namun dalam masa pandemi yang membatasi ruang gerak banyak orang, Ngaji KGI pun berinovasi dengan memanfaatkan platform daring.
Banyak hal menarik pada Ngaji Keadilan Gender Islam ini, salah satu di antaranya adalah Ngaji KGI memiliki sistem Ngaji Serial dari Seri 1 hingga 3 sebagai dasar pemahaman awal sebelum mengkajinya lebih dalam di berbagai topik dan isu. Seseorang dianggap sudah resmi menjadi alumni Ngaji KGI jika sudah mengikuti ketiga sesi tersebut secara berurutan.
Selain ngaji serial, tema-tema Ngaji KGI lainnya juga menarik ratusan orang untuk terus mengikutinya. Pasalnya audiens selalu mendapat pengetahuan dan perspektif baru dalam tiap sesinya. Dalam tema ‘Selaput Dara dan Konsep Kesucian dalam Islam’ beberapa hal yang bisa ditarik kesimpulan adalah bahwa selaput dara merupakan satu hal lain yang tidak selalu mengidentifikasikan keperawanan.
Tidak semua yang tidak berdarah pada malam pertama berarti tidak perawan atau telah melakukan zina. Hal ini karena selaput darah bisa saja rusak karena sebab lain seperti kecelakan, terjatuh, dan hal lain selain berzina.
Dr. Nur Rofi’ah juga menegaskan bahwa Ghoddul Bashar yang biasa dimaknai sebagai menjaga pandangan bukan hanya menundukkan mata, melainkan pengontrolan cara pandang agar melihat manusia tidak hanya sebatas makhluk fisik dan makhluk seksual, akan tetapi sebagai makhluk yang berakal budi.
Tidak adil jika kesucian hanya ditakar dengan selaput dara yang hanya dimiliki perempuan dan tidak pada laki-laki. “Tanda kesucian seseorang ditentukan oleh sejauh mana ia bisa menjaga sikap, fikiran, ucapan, dan tindakan yang maslahat baik bagi dirinya maupun bagi pihak lain” Ungkap Dosen Pascasarjana PTIQ ini menegaskan.
Perspektif baru tersebut lah yang menjadikan para audiens tertarik untuk mengikuti Ngaji KGI. Seperti yang diungkap oleh Nida Nur Kholilah, “Aku ingin membuka tirai yang ada dalam diri sendiri yang selama ini menutupi kita semua tentang tafsir Islam dan kitab lainnya yang seolah-olah menempatkan perempuan di bawah laki-laki dan bias gender. Dan Ngaji KGI memberi perspektif baru yang menjawab kegelisahanku selama ini.” tutur audiens ngaji KGI dari Kuningan ini. []