mogaMubadalah.Id- Rumah tangga dibangun oleh dua orang, suami dan istri. Sahamnya 50 – 50. Rumah juga milik berdua, anak juga diusahakannya berdua, memeliharanya juga berdua. Mencapai sakinah mawaddah wa rahmah–nya juga berdua. Sehingga dalam keluarga harus ada berbagi peran antara suami dan istri. Termasuk tentu saja berbagi peran dalam pekerjaan rumah tangga dan pengasuhan anak. Lantas tugas rumah tangga dalam Islam?
Katanya zaman now sudah banyak laki-laki terlibat aktif dalam pekerjaan rumah tangga dan pengasuhan anak. Bahkan katanya laki-laki memasak atau menggendong anak itu keren.
Tapi benarkah tanggung jawab dan kuasanya sudah dibagi berdua? Atau masih, yang penting kan laki-laki sudah memberikan nafkah, sehingga kalau nafkah sudah diberikan berarti tanggung jawabnya selesai. Boleh lah sekali-kali membantu istri melakukan pekerjaan rumah tangga dan mengasuh anak. Membantu, yes?
Baca juga: Membangun Surga Rumah Tangga dengan Prinsip Kesalingan
Ketika bekerja dalam program pelibatan laki-laki untuk penghapusan kekerasan terhadap perempuan, aku seringkali berdiskusi dengan kelompok bapak-bapak di komunitas. Salah satu materi yang sering kita bahas di komunitas adalah soal berbagi peran dalam rumah tangga. Supaya relasi antara suami dan istri lebih setara dan istri tidak mengalami beban ganda atau lebih tepatnya multi-beban.
Biasanya sih sebelum masuk ke sesi itu, kita ada yang namanya membuat “jam aktivitas” terlebih dahulu. Yaitu mencoba mendaftar apa saja kegiatan istri dari sejak bangun tidur di pagi hari hingga tidur lagi di malam hari. Serta di daftar sampingnya melakukan hal yang sama untuk suaminya.
Dari situ umumnya akan terlihat perbedaan yang sangat mencolok. Istri dari sejak bangun tidur paling pagi hingga tidur paling malam kegiatannya tidak pernah ada berhentinya. Kecil-kecil tapi banyak sekali dan hampir tidak pernah ada istirahatnya.
Dari mulai masak, memandikan anak, mengantar anak sekolah, mencuci, menyapu, menyetrika, menjemur, mencuci piring. Lalu bekerja di sawah/kebun/kantor, berjualan, menyiapkan makan siang, mencuci piring lagi, menyapu lagi. Lalu menjemput anak dari sekolah, membuatkan kopi suami, menyiapkan makan malam, menemani anak belajar, mencuci piring lagi. Dan seterusnya.
Baik istri yang memilih untuk menjadi ibu rumah tangga maupun yang memilih untuk bekerja di luar rumah, hampir sama, aktivitasnya tidak pernah berhenti. Sampai ada yang bilang pekerjaan istri itu dari sejak terbitnya matahari hingga tenggelamnya mata suami. Hadeuuuhh pusing pala Barbie.
Baca juga: Bahagia Berumah Tangga
Sementara di daftar sebelahnya, suaminya bangun, ngopi, ngerokok, baca koran, bekerja di sawah/kebun/kantor. Lalu pulang, mandi, nonton TV, ngopi lagi, ngerokok lagi, nonton bola, nongkrong di poskamling, tidur. Sounds familiar? Alhamdulillah kalau engga, hehehe.
Seringkali untuk istri yang bekerja dan beraktivitas di luar rumah, diizinkan sih oleh suami. Tapi dengan catatan, sebelum dia berangkat kerja, pastikan rumah dan anak sudah harus beres semua.
Dan sepulang kerja nanti, jangan lupa, bereskan lagi semua pekerjaan rumah dan pengasuhan anak. Jadi boleh bekerja atau beraktivitas di luar, tapi pastikan yang di rumah beres dulu, kan itu tanggung jawab istri.
Nah lho, para suami bagaimana, apakah sebelum berangkat bekerja/beraktivitas di luar rumah juga memastikan bahwa di rumah semua beres dulu? Kan katanya rumah tangga milik berdua, kok jadi tanggung jawabnya di istri saja?
Kembali ke diskusi di komunitas tadi. Setelah diskusi tentang hal-hal tersebut di atas, biasanya kita akan memberi “PR” kepada bapak-bapak untuk mulai berbagi pekerjaan rumah tangga dan pengasuhan anak dengan istrinya.
Baca juga: Belajar Berumah Tangga dari ‘Manuk Dara Sepasang’
Di pertemuan selanjutnya, ketika bertemu kembali dengan bapak-bapak itu, mereka dengan bersemangat bercerita, “Mbak, saya sudah membantu istri saya cuci piring dan menyuapi anak lho!” Oh ya, kapan Pak, tanyaku. “Kemarin waktu istri saya lagi sakit!”
Nah lho, jadi hanya sekadar “membantu” nih Pak. Saat istri lagi sakit pula, hadeuuhhh. Besok kalau istri sudah sembuh, jadi kerjaan dia lagi dong. Lagian namanya membantu, suka-suka kita lah ya, kalau kita lagi mau dan sempat ya kita bantuin, tapi kalau lagi tidak mood dan sibuk ya maaf-maaf saja ya. Namanya juga membantu. Terserah mau dan ridho-nya yang membantu dong.
Sekadar membantu tentu masih jauh sekali dengan yang diharapkan yaitu berbagi tanggung jawab. Orang kalau sudah merasa sesuatu adalah tanggung jawabnya maka dia akan memikirkan hal tersebut, memperhatikannya, dan tergerak untuk menyelesaikannya. Ada ataupun tidak ada orang lain yang memintanya.
Misalnya saja seorang kepala desa, ketika dia merasa memimpin desa adalah tanggung jawabnya, maka dengan sendirinya dia akan melaksanakan tugas itu dengan sangat baik, fokus, concern, dan menyelesaikan pekerjaan-pekerjaannya dengan sebaik mungkin. Sehingga kalau ada yang tidak beres pun dia akan langsung memikirkan solusinya, karena dia merasa itu tanggung jawabnya.
Baca juga: Pekerjaan Rumah Tangga, Tanggung Jawab Siapa?
Jelas beda banget kan ya dengan yang hanya sekadar membantu. Membantu itu begini: Itu bukan tanggung jawabku, jadi kalau aku lagi baik dan lagi mau, ya aku bantuin kamu. Tapi memastikan itu beres dan dilakukan, aku tidak tahu ya, kan itu tanggung jawabmu.
Nah dalam urusan berbagi pekerjaan rumah tangga dan pengasuhan anak, kalau tarafnya sudah sampai pada berbagi tanggung jawab, maka ketika ada pekerjaan rumah tangga atau pengasuhan anak ya dua-duanya (suami dan istri) merasa bertanggung jawab untuk melakukannya. Di dalamnya tentu termasuk memikirkannya dan mengetahui apa yang harus/perlu dilakukan.
Soal kemudian siapa yang melakukan apa, itu persoalan teknis ya. Biasanya terkait erat dengan siapa yang lebih bisa melakukannya pada saat itu (waktu) dan siapa yang lebih mampu melakukannya (skill). Tapi yang kedua ini jangan dijadikan alasan ya, kan semua skill bisa dipelajari oleh siapa saja, baik laki-laki maupun perempuan.
Baca juga: Bekerja dan Tetap Mengasuh Anak
Jadi kalau pekerjaan rumah tangga dan pengasuhan anak masih adalah tanggung jawab istri dan suami membantu saja, ya sami mawon dong, hehehe. Iya deh tidak sami mawon banget, ada lah peningkatannya, tapi dikit, hehehe. Walaupun oke lah sudah merupakan satu langkah maju suami mau membantu (daripada tidak sama sekali), tetapi jangan nanggung begitu dong.
Alangkah baiknya kalau langkah maju itu dilanjutkan sampai kepada taraf benar-benar berbagi tanggung jawab, tidak lagi hanya sekadar membantu saja. Kan katanya rumah tangga milik berdua. Demikian tugas rumah tangga dalam Islam. Semoga tugas rumah tangga dalam Islam bermanfaat. []