Mubadalah.id – Apa itu berkah atau nderek? Berkah menurut bahasa merupakan karunia Tuhan yang membawa kebaikan, yakni kebahagiaan dan keberuntungan dalam hidup manusia. KH. Sya’roni menjelaskan bahwa berkah bermakna penambahan kebagusan dari Allah (ziyadatul khair) artinya setiap waktu semakin bertambah baik (nu.or.id). Jadi, berkah adalah sebuah pemberian tuhan yang diberikan kepada manusia.
Keberkahan bisa datang melalui banyak hal dan dalam wujud yang bermacam-macam pula. Di dalam kehidupan, kita banyak mendapat berkah yang beragam, baik melalui manusia atau alam semesta. Misalnya, ketika sedang sakit kita berobat ke dokter untuk kesembuhan.
Dokter dalam hal ini adalah perantara Tuhan dalam menyembuhkan manusia yang sedang sakit. Keberkahan hanya datang dari Allah semata, tetapi dalam praktiknya Allah menunjukkan wasilah. Sebagaimana contoh di atas, Allah menyembuhkan penyakit melalui dokter.
Berbicara mengenai apa itu berkah? Kita sering menjumpai kalimat ini di pondok pesantren. Berkah kiai, ulama, habaib dan lain sebagainya. Mengapa istilah berkah atau barakah sering terdengar di pondok pesantren? Hal ini karena di pesantren banyak orang alim (memiliki ilmu) dan shalih (baik dalam ritual ibadah) seperti kiai, ustadz, guru dan lainnya.
Jadi, kita bisa amendapatkan berkah dari mereka. Lantas, Bagaimana praktiknya? Barakah atau berkah bukan hanya ungkapan semata, ini merupakan suatu tindakan atau aksi timbal balik dari kedua belah pihak, misal kiai atau guru adalah orang alim (memiliki ilmu) maka kita mengharap berkah dari mereka dengan belajar ilmu sehingga ilmu itu sampai kepada kita dan kita mendapat keberkahan dari kiai tersebut.
KH Jazilus Sakhok, Ph.D, mengatakan bahwa ketika kita mengikuti (baca: nderek) ulama atau kiai artinya, agar kita mendapat ilmu darinya dengan mengaji atau kegiatan pembelajaran yang lain sehingga kita mendapatkan keberkahan darinya dan makna dari ziyadatul khair sampai kepada kita.
Untuk itu, kita dianjurkan untuk berbaur kepada ulama (baca: orang yang memiliki ilmu), agar ilmunya bisa sampai kepada kita dan kita mendapatkan keberkahan darinya. Jadi, nderek, atau ngalap berkah bukan sekedar kalimat tetapi aksi atau proses menuju ziyadatul khair.
Sebelum kita mengharap dari seseorang (nderek) alangkah baiknya kita tahu tentangnya. Misal dari keilmuan, keshalehan dan lainnya, agar kita tidak salah dalam pemikiran apalagi tentang isu agama. Seperti yang sudah saya sebutkan diatas mengenai konsep dari berkah yang sejatinya bisa datang karena adanya proses sehingga bisa sampai kepada ziyadatul khair.
Untuk itu penting bagi kita kritis terhadap orang-orang yang dianggap alim tersebut. apalagi, jika melihat fenomena saat ini, ketika banyak muncul ustadz-ustadz baru yang followers intstagramnya begitu banyak. Yang disayangkan, adalah ketika masyarakat menilai kualitas guru berdasarkan dari jumlah followers di sosial media bukan dari rekam jejak (baca: sanad) yang jelas.
Di dalam kitab Kifayatul Akhyar, pada penjelasan tentang ijtihad menentukan arah kiblat dijelaskan bahwa, ketika kita tidak tahu cara mengetahui arah kiblat maka kita harus bertanya kepada seseorang, namun tidak semua orang bisa diterima ucapannya, melainkan hanya seseorang dengan syarat tertentu.
Maksudnya adalah, jika bertanya tentang arah kiblat dari seseorang saja harus dipilih dengan sangat detil apalagi dengan seluruh perkara agama yang sifatnya begitu kompleks. Artinya, kita tidak boleh sembarangan untuk nderek. Agar esensi dari nderek tidak hilang dan keberkahan hadir di dalam diri kita.
Pada akhirnya, kita dituntut untuk selalu kritis terhadap semua aspek kehidupan, termasuk dalam memilih guru. Guru sangat penting dalam membangun jiwa menuju insan yang baik dan manfaat. Dan untuk sampai pada di gugu dan ditiru (guru) juga melalui proses yang panjang pula.
Kemudian, untuk ikut kepada perintah atau arahan dari guru-pun perlu difilter dengan pemikiran-pemikiran yang baik, agar tidak merusak esensi dari ziyadatul khair. Apalagi akhir-akhir ini ada beberapa kasus yang memprihatinkan mengenai kekerasan seksual antara guru dan siswa, dengan kedok tertentu.
Untuk menjadi beda dalam artian pemikiran agaknya perlu diterapkan, dengan syarat masih dalam koridor yang baik menurut ilmu pengetahuan dan juga akhlak, karena begitu banyak oknum kejahatan dan keburukan yang berkedok suatu hal yang terlihat baik dengan maksud yang tidak disangka-sangka. Wallahua’lam bishshawab. []