• Login
  • Register
Jumat, 4 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Bagaimana Cara Menjadi Versi Terbaik Diri? Belajar dari Uwais Al Qarni

Apa yang telah diupayakan Uwais Al Qarni memotivasi kita untuk mewujudkan versi terbaik diri. Artinya fokus apa yang sedang kita jalani hari ini, sesuai dengan potensi dan kemampuan yang kita miliki

Zahra Amin Zahra Amin
03/04/2022
in Personal, Rekomendasi
0
Bagaimana Cara Menjadi Versi Terbaik Diri? Belajar dari Uwais Al Qarni

Bagaimana Cara Menjadi Versi Terbaik Diri? Belajar dari Uwais Al Qarni

407
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Bagaimana cara menjadi versi terbaik diri? Pertanyaan ini belakangan menjadi hal yang banyak dicari oleh generasi muda. Terlebih di bulan Ramadhan. Setiap umat muslim berlomba-lomba mengharap berkah Ramadan dengan memperbanyak ibadah. Pada momentum Ramadan juga, setiap kita bisa belajar bagaimana menjadi versi terbaik diri sendiri, tanpa tergantung pada penilaian dan pendapat orang lain.

Bahkan kita bisa belajar, bagaimana mewujudkan versi terbaik diri itu, dari Sahabat Nabi Muhammad SAW, bagaimana Uwais Al Qarni yang miskin dan papa, justru menjadi manusia yang paling dirindukan surga. Bagaimana kisahnya? Begini  yang saya lansir dari tirto.id.

Uwais Al-Qarni adalah seseorang yang hidup satu zaman dengan Nabi Muhammad SAW, ia menyambut seruan Islam, namun tidak sempat berjumpa dengan Rasulullah SAW. Kendati tidak pernah bertemu langsung dengan Nabi Muhammad SAW, Uwais disebut sebagai penghuni langit, orang surga yang berada di dunia.

Uwais tumbuh dalam keadaan yatim. Karena itulah, kasih sayangnya ia limpahkan pada ibunya. Sebagian besar usia hidupnya ia jalani untuk berbakti pada sang ibu yang berpenyakit lumpuh dan buta. Dan inilah versi terbaik diri Uwais Al-Qarni yang mengantarkannya menjadi orang yang paling dirindukan surga.

Ibu Nyai Nur Rofiah dalam Ngaji Liive IG Ngaji KGI pada Sabtu, 02 April 2022 menambahkan, Uwais menjadi kaki sekaligus mata bagi ibunya. Kemanapun ibunya ingin pergi, Uwais akan menggendong sang ibu,dan berusaha agar ibunya tetap merasa nyaman, meski perjalanan jauh yang hendak ditempuh, membuat kakinya kerap melepuh.

Baca Juga:

Hak dan Kewajiban Laki-laki dan Perempuan dalam Fikih: Siapa yang Diuntungkan?

Perceraian dalam Fikih: Sah untuk Laki-Laki, Berat untuk Perempuan

Fikih yang Kerap Merugikan Perempuan

Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

Uwais sendiri tinggal di daerah Qarn, Yaman. Ketika dakwah Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW sampai ke Yaman, Uwais termasuk salah seorang yang mengucapkan syahadat, menerima hidayah dari Allah SWT. Akan tetapi, Uwais merasa sangat sedih karena tidak bisa berjumpa langsung dengan Rasulullah. Cerita mengenai perjuangan dan dakwah Islam hanya ia dengar dari teman dan tetangga-tetangganya.

Suatu waktu, Uwais mendengar kabar bahwa gigi Rasulullah patah karena dilempari batu oleh kaum Thaif yang tidak menerima dakwah Islam. Merespons hal itu, Uwais pun ikut mematahkan giginya sendiri dengan batu untuk merasakan derita yang dialami Rasulullah.

Karena tidak dapat menahan lagi kerinduannya pada Rasulullah, Uwais meminta izin pada ibunya agar diperkenankan pergi menemui Rasulullah SAW di Madinah. Ibunya merestui kepergian Uwais ke Madinah, namun dengan syarat agar ia cepat pulang ke Yaman.

Selepas perjalanan panjang ke Madinah, Uwais ternyata hanya bertemu Aisyah RA. Nabi Muhammad SAW rupanya sedang berada di medan perang. Karena tidak bisa berjumpa dengan Rasulullah, Uwais akhirnya hanya menitipkan salam kepada Nabi Muhammad SAW melalui Aisyah.

Ia segera teringat pesan ibunya agar cepat pulang ke Yaman. Ketaatan pada ibunya mengalahkan keinginan Uwais untuk menunggu dan bertemu Rasulullah SAW. Akhirnya, Uwais pun kembali ke Yaman tanpa pernah berjumpa langsung dengan Rasulullah. Dalam cerita ini, kita bisa melihat versi terbaik diri Uwais Al-Qarni yang lain, dimana ia lebih memilih pulang karena teringat ibu yang tinggal seorang diri.

Uwais Mencintai Nabi, dan Memperlakukan Ibu dengan Sebaik-baik Perlakuan

Apa hikmah yang bisa diambil dari kisah ini, agar kita mampu mewujudkan versi terbaik diri? Uwais Al Qarni meski hidup satu zaman dengan Nabi, tidak atau belum punya kesempatan bertemu dengan Nabi namun sudah mendapat jaminan sebagai salah satu penghuni surga.

Apa yang telah diupayakan Uwais Al Qarni memotivasi kita untuk mewujudkan versi terbaik diri. Artinya fokus apa yang sedang kita jalani hari ini, sesuai dengan potensi dan kemampuan yang kita miliki. Meminjam kalimat Ibu Nur Rofiah, isu apapun yang kita tekuni, kesukaan apapun yang kita jalani, fokus dan tunjukkan versi terbaik diri, untuk melakukan seluas-luasnya kebaikan di dunia maupun akhirat.

Sama halnya bagi para perempuan, istri dan ibu yang merasa selama Ramadan ini tak punya banyak waktu beribadah, karena setiap detiknya hilang untuk melayani anggota keluarga lain. Bahkan seorang ibu kerap bangun paling pagi, dan tidur paling malam, untuk memastikan keluarganya kuat dan sehat menjalankan ibadah puasa.

Meski demikian, dalam perspektif mubadalah, pahala yang diperoleh perempuan sama dengan laki-laki yang melakukan ibadah secara totalitas. Sebab laki-laki bisa menjalani ibadah dengan tenang, dengan baju yang baik dan bersih, dengan kebutuhan tubuh yang telah terpenuhi secara layak, tidak lepas dari peran perempuan di sekitarnya.

Maka dengan belajar dari kisah Uwais Al Qarni, setiap orang punya kesempatan yang sama untuk mewujudkan versi terbaik, apapun jenis kelaminnya, dari manapun ia berasal, dan apapun latar belakangnya, selama motivasi yang dimiliki adalah untuk kebaikan dan seluas luasnya manfaat bagi alam semesta.

Dialah Uwais Al Qarni, pemuda miskin dan papa, yang tidak sempat bertemu Nabi, meski hidup sezaman dengan Nabi, dan hidupnya dirindukan oleh para penghuni surga karena ketulusannya mencintai Nabi, mencintai ibunya, dan memperlakukan ibu dengan sebaik-baik perlakuan ya ia bisa lakukan.

Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW kepada Umar bin Khattab: “Jika kamu bisa meminta kepadanya [Uwais Al-Qarni] untuk memohonkan ampun pada Allah untukmu, maka lakukanlah!”. Di riwayat lain, narasinya berbunyi: “Apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah doa dan istighfarnya karena dia adalah penghuni langit, bukan bumi.” []

 

 

Tags: perempuanRamadan 1443 HSelf LoveUwais Al QarniVersi Terbaik Diri
Zahra Amin

Zahra Amin

Zahra Amin Perempuan penyuka senja, penikmat kopi, pembaca buku, dan menggemari sastra, isu perempuan serta keluarga. Kini, bekerja di Media Mubadalah dan tinggal di Indramayu.

Terkait Posts

Ruang Aman, Dunia Digital

Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

3 Juli 2025
Kebencian Berbasis Agama

Egoisme dan Benih Kebencian Berbasis Agama

2 Juli 2025
Vasektomi

Vasektomi, Gender, dan Otonomi Tubuh: Siapa yang Bertanggung Jawab atas Kelahiran?

2 Juli 2025
Anak Difabel

Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

1 Juli 2025
Narasi Pernikahan

Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

1 Juli 2025
Toxic Positivity

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

30 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Konten Kesedihan

    Fokus Potensi, Difabel Bukan Objek Konten Kesedihan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketika Istilah Marital Rape Masih Dianggap Tabu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Perceraian Begitu Mudah untuk Suami?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Meninjau Ulang Cara Pandang terhadap Orang yang Berbeda Keyakinan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim
  • Merencanakan Anak, Merawat Kemanusiaan: KB sebagai Tanggung Jawab Bersama
  • Kisah Jun-hee dalam Serial Squid Game dan Realitas Perempuan dalam Relasi yang Tidak Setara
  • Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama
  • Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID