Mubadalah.id – Apakah salingers pernah menghadapi urusan sengketa waris? Atau menyaksikan, mendengar, atau sekedar mengetahui? Pastinya pernah mengalami salah satu dari kondisi-kondisi tersebut dong! Sebenarnya, mengapa sih masalah waris atau harta peninggalan kerap menjadi sengketa dan masalah bagi para ahli warisnya? Tidak saja satu generasi, bahkan ada yang dua atau tiga generasi setelahnya?
Alih-alih menjadi tanda sayang kepada keturunan, harta peninggalan tidak sedikit yang menjadi pisau pemecah belah persatuan ikatan kekeluargaan yang terhubung karena darah, bahkan tidak sedikit anak yang menuntut orang tuanya ke meja hijau karena hal ini, atau bahkan mengusirnya dari rumahnya sendiri.
Apakah sengketa waris merupakan hal yang tidak terhindarkan? Apakah ia kutukan? Kutukan atau anugerah atas harta warisan, semuanya tergantung dari dua subjek utama, yakni pemberi waris, dan penerima waris. Untuk itu, kami telah menyusun tahapan yang harus dilakukan dua subjek tersebut agar harta yang kemudian dapat diwariskan tidak menjadi sengketa waris yang kerap berujung tragis.
Penerima Waris
Saat orang terkasih meninggal dunia, tentu menyisakan duka mendalam bagi keluarga dan orang-orang yang dikasihinya. Kesedihan ini tidak saja membekas di hati, namun bisa berdampak pada relasi antar keluarga yang masih hidup saat kondisi kematian ini tidak ditanggapi dengan baik, khususnya yang berkaitan dengan peninggalan yang berupa utang dan juga harta warisan.
Oleh karena itu, jika di antara kita mengalami kondisi ditinggal orang terkasih dalam keluarga. Atau juga saat orang lain meminta saran yang anggota keluarganya ada yang meninggal, ada baiknya kita melakukan hal-hal ini. Agar relasi kekeluargaan yang kita miliki tetap terjalin harmonis.
Pertama, Identifikasi Harta
Identifikasi harta adalah langkah paling awal dalam mengurus harta peninggalan mayit. Perlu digaris-bawahi, harta peninggalan yang tampak saat seseorang meninggal belum tentu semuanya dapat diberikan kepada ahli waris, sehingga diperlukan identifikasi harta tadi, untuk mengetahui apa saja yang murni harta mayit dengan memisahkan harta-harta bersama yang ada di dalamnya.
Semua keluarga inti yang berpotensi menjadi ahli waris duduk bersama, dengan bersama-sama pula menyebutkan apa saja harta yang dimiliki oleh mayit dengan mencatatnya pada sebuah media tulis (kertas/papan/laptop dan sejenisnya) untuk dapat dicermati bersama.
Setelah itu, jika ada harta bersama dengan orang lain, maka hendaknya dipisahkan, karena harta tersebut bukanlah milik mayit yang bisa diwariskan kepada ahli warisnya, melainkan milik orang lain, baik itu rekan kerja, saudara, pasangan (suami/istri), bahkan anak sendiri.
Di sinilah letak pemisahan harta gono-gini pasangan, karena harta pasangan belum tentu milik mayit, juga harta yang dititipkan kepada orangtua atau anak, belum tentu juga milik mayit (bisa melihat kasus Rizky Febian dengan Ayah sambungnya), sehingga sangat perlu bagi keluarga yang berpotensi menjadi ahli waris untuk melakukan pemisahan harta tersebut hingga jelas mana harta yang murni milik mayit.
Kedua, Utang dan Wasiat
Setelah teridentifikasi harta murni mayit, maka tahapan selanjutnya adalah mengurus perihal utang dan wasiat mayit selama hidup yang menjadi kewajiban/tanggungannya. Jika mayit meninggalkan utang, maka keluarga yang berpotensi menjadi ahli waris wajib membayar utang mayit dengan mengambil dari harta murni si mayit tadi dan diberikan kepada orang-orang yang pernah memberikan piutang kepada mayit.
Jika harta tersebut tidak mencukupi, maka sudah seyogyanya orang-orang yang berpotensi menjadi ahli waris berembuk untuk mengeluarkan harta pribadi milik mereka untuk membayarkan utang si mayit. Demikian pula perihal wasiat, tentunya semuanya harus sesuai dengan panduan hukum yang berlaku, baik hukum syara’ maupun hukum positif Negara.
Ketiga, Penentuan Ahli Waris beserta Bagiannya
Apabila utang dan wasiat telah kita laksanakan, maka langkah selanjutnya adalah penentuan ahli waris beserta bagiannya/furudul muqaddarah. Sebagaimana di atas, perihal hal ini pengaturannya dalam syara’ berikut hukum positif yang terakui Negara (termasuk KHI).
Apabila ada hal-hal yang perlu rembugan, karena tidak memungkinkan untuk terbagi secara syara’ maupun hukum Negara. Maka para ahli waris dapat bermusyawarah dan saling ridla untuk kesepakatan hasil. Karena kerelaan para ahli waris adalah hal yang utama dan intinya.
Karena tidak sedikit dari langkah ini yang kemudian menghasilkan kesepakatan-kesepakatan baru di antara para ahli waris. Seperti pembagian rata antara anak perempuan dan laki-laki, bagian khusus bagi anak yang merawat orang tua hingga akhir hayat, dan lain sebagainya.
Keempat, Pembagian Waris
Setelah ahli waris beserta bagiannya telah kita tentukan, maka langkah selanjutnya adalah eksekusi pembagian waris. Untuk mempermudah pembagian, para ahli waris dapat menominalkan harta-harta warisan. Mengapa harus kita nominalkan? Untuk mempermudah melihat jumlah atau nilai keseluruhan harta, sehingga pembagian dapat kita lakukan secara jujur dan adil. Harta tersebut bisa terbagi dengan melakukan penjualan terhadap orang lain, atau juga kepada sesama ahli waris.
Kemudian bagaimana jika harta tersebut tidak dapat terbagi? Seperti rumah pusaka peninggalan orangtua, anak-anak masih menginginkan rumah tersebut sebagai rumah berkumpul bersama, namun rumah tersebut bagaimana kepemilikannya? Untuk hal-hal yang tidak mungkin kita bagi. Karena alasan demikian tidak mengapa, asalkan harta tersebut tetap memiliki presentase kepemilikan.
Agar jelas, jika itu memang rumah bersama, berapa persen kepemikikanku di sana? Berapa persen kepemilikan saudara-saudaraku di sana? Hal ini menjadi penting karena tidak sedikit yang mendiamkan ‘Milik Bersama’ ini hingga akhirnya menjadi sengketa di kemudian hari.
Jika telah memiliki presentase kepemilikan, semuanya jelas. Jika ada saudara yang ingin memberikan bagiannya kepada saudara yang lain. Maka ia dapat melakukannya, demikian pula jika ada yang ingin menjualnya kepada saudaranya, ia juga dapat melakukannya. Hal ini sebagai langkah agar harta waris menjadi berkah, bukan alat pemecah belah.
Kelima, Tertib, Administratif, Transparan, dan Tuntas
Tentunya agar langkah-langkah di atas tidak menjadi sengketa waris di kemudian hari, maka keempat langkah tersebut harus kita lakukan dengan Tertib, yakni berurutan. Harus berurutan karena tidak sedikit dari sengketa waris yang terjadi karena tidak jelasnya identifikasi harta, berikut utang dan wasiat, juga tentang para ahli waris yang berhak.
Administratif dan Transparan, semua langkah di atas harus tercatat secara administratif, memiliki tanda-tangan bermaterai, diketahui dan dipahami semua ahli waris, dan berkekuatan hukum. Tentunya banyak sengketa waris yang terjadi karena saat mengurus harta waris ini hanya melalui musyawarah verbal yang tidak tercatat, sehingga menimbulkan banyak versi kebenaran baru di kemudian hari yang tentunya memicu terjadinya konflik.
Melakukan semua langkah ini juga harus dengan sekali Tuntas, mengapa? Karena saat urusan ini belum tuntas penyelesaiannya oleh para ahli waris. Ada kekhawatiran di antara ahli waris ada yang meninggal, sehingga sengketa waris mungkin saja terjadi.
Pemberi Waris
Pemberi waris memiliki peranan penting dalam isu ini, agar saat ajal menjemput, apa yang ia tinggalkan, baik itu utang atau harta tidak menjadi boomerang bagi orang-orang terkasih. Untuk itu, bagi kita semua yang pasti menjadi mayit, maka utang dan harta yang kita miliki seyogyanya tercatat dengan rapi, serta diketahui oleh pasangan dan anak-anak, sehingga peninggalan kita kelak menjadi tali kasih di antara mereka.
Tidak sedikit saat seseorang meninggal banyak yang berduyun-duyun datang dengan mengaku kalau memberikan piutang kepada mayit, sehingga pasangan dan anak kelabakan meresponnya. Jangan jadikan momen duka saat kita tiada, sebagai momen menyebalkan bagi orang terkasih dan momen aji mumpung bagi mereka yang tidak memiliki etika.
Demikian pula dengan harta yang kita miliki, tidak ada salahnya anak-anak mengetahui. Tidak perlu kita tutup-tutupi, sehingga amal kita terkait hibah, hadiah, dan sedekahpun dapat mereka terima dan restui. Tanpa lagi tuntut-menuntut di kemudian hari. Bagaimanapun, perdamaian terbesar yang paling terasa dalam hidup adalah perdamaian yang tercipta dalam keluarga. Sehingga jangan ada sengketa waris di antara kita. Semoga bermanfaat! []