Mubadalah.id – Pengasuh Pondok Pesantren Mahasina Darul Qur’an wal Hadits, Nyai Hj. Badriyah Fayumi, Lc. MA menyebutkan bahwa izin poligami pada hakikatnya adalah cara untuk meminimalisir terjadinya poligami itu sendiri.
Jika suami-istri tidak tuntas membangun dialog, izin poligami yang dibuat atas dasar kerelaan dan kesiapan istri, kata dia, adalah mustahil.
Banyak suami yang kebelet berpoligami menyerah sebelum menempuh proses dialog yang pasti tidak mudah itu.
Akhirnya, suami menempuh jalan pintas. Ada yang dengan mengancam cerai, ada yang memanipulasi tanda tangan, bahkan ada yang mencuri cap jempol istri saat tidur.
Hal yang demikian, menurut Nyai Badriyah, hanya menyimpan bom waktu yang berpotensi menghancurkan perkawinan, entah perkawinan yang terdahulu atau yang kemudian atau dua-duanya.
Minimal akan ada ketegangan akibat kesewenang-wenangan, kebohongan dan manipuasi.
Nya Badriyah juga menyebutkan bahwa izin poligami dalam Undang-Undang Perkawinan Indonesia adalah ikhtiar untuk mempersempit dan meminimalisir poligami yang berpotensi besar menyengsarakan istri dan anak.
Izin poligami, kata dia, ada sebagai benteng terakhir penjaga keutuhan keluarga yang sudah dibina, sekali pun menyisakan derita.
Izin berpoligami mengadaikan bahwa poligami itu hanya bisa terjadi saat suami-istri betul-betul bersepakat lahir-batin menempuh perkawinan tersebut, yang mungkin kejadian tersebut 1:1.000.000 pasangan yang mengalami.
Sebaliknya, izin poligami, dia mengungkapkan, ada agar tidak semena-mena, memperlakukan perempuan sebagai objek pelengkap penderita dalam perkawinan. (Rul)