Mubadalah.id – Salah satu ketua Majelis Musyawarah Kongres Ulama Perempuan Indonesia (MM KUPI), Nyai Hj. Badriyah Fayumi, Lc. MA menyebutkan bahwa, usia pernikahan Nabi Saw dengan Aisyah Ra juga perlu dipahami secara kontekstual.
Nyai Badriyah menjelaskan bahwa perintah menikah Aisyah Ra itu berdasarkan wahyu dan mengandung hikmah yang tinggi, karena Aisyah yang cerdas dan berusia panjang di kemudian hari menjadi referensi utama umat Islam dalam hadis-hadis Nabi Saw, terutama menyangkut keluarga dan relasi suami istri.
Pada saat itu, kata Nyai Badriyah, kawin anak merupakan hal yang cukup lumrah. Meski demikian, sebagai manusia biasa dan ayah, Nabi menikah dengan perempuan dewasa.
Dengan Khadijah, beliau berusia 25 tahun dan Khadijah 40 tahun. Fatimah, putri Nabi, juga beliau nikahkan saat berusia 19 tahun.
Usia pernikahan Aisyah, Nyai Badriyah menegaskan, tidak serta merta dijadikan dalil bolehnya kawin anak dalam situasi apapun, apalagi zaman, konteks dan situasinya berbeda jauh.
Usia Pernikahan Menurut Fikih
Nyai Badriyah mengungkapkan, jika kita kembalikan kepada fikih, batas minimal usia menikah sesungguhnya merupakan hal yang bersifat ijtihadi. Pemerintah (ulil amri) bisa membuat batasan demi kemaslahatan umum.
Dalam istilah fikih, kata Nyai Badriyah, hal demikian biasa disebut tahdidul mubah atau pembatasan sesuatu yang diperbolehkan.
Nyai Badriyah mencontohkan, poligami misalnya. Poligami secara jelas agama telah membatasi secara ketat, demi keadilan.
Izin istri menjadi syarat poligami untuk meminimalisasi akibat buruk kepada istri, anak, dan rumah tangga yang sama-sama telah membinanya.
Pembatasan usia menikah dapat menempuhnya dari berbagai negara muslim demi kemaslahatan sesuai dengan perkembangan zaman.
Dengan demikian, usia minimal menikah perempuan 19 tahun yang ada dalam UU Perkawinan Tahun 2019 menjadi pertimbangan untuk kemaslahatan.
Kawin anak dengan segenap sebab dan dampaknya, Nyai Badriyah menyampaikan, adalah bagian dari masalah sosial yang mesti menyelesaikannya secara bahu-membahu.
Pemerintah membuat dan menegakkan aturan, memberikan edukasi, serta membuat fasilitas dan kegiatan yang membuat anak selamat dari kawin di usia anak.
Masyarakat, keluarga, dan orang tua memahami sebab dan dampak kawin anak sehingga menjaga dan mengedukasi anaknya agar tidak kawin di usia anak, apalagi mengawinkan anak di usianya yang masih anak. (Rul)